Jakarta - Pengamat Perbankan Paul Sutaryono mengatakan mekanisme penyaluran fasilitas likuiditas dari bank peserta (bank jangkar) kepada bank pelaksana restrukturisasi kredit mirip-mirip dengan skema Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang sempat digulirkan pasca krisis moneter 1999 lalu.
“Ini mekanismenya hampir serupa, yaitu dengan menyalurkan likuiditas melalui bank BUMN [Badan Usaha Milik Negara], tidak ada masalah,” ujar Paul Sutaryono kepada Tagar, Senin 18 Mei 2020.
Menurut dia skema tersebut bisa menjadi cara tersendiri bagi pelaku usaha jasa perbankan dalam mencari alternatif pembiayaan maupun likuiditas di tengah masa pandemi Covid-19. Ia pun berkeyakinan bahwa siasat tersebut bisa sukses asalkan bank jangkar dapat mengikuti patern yang telah ditentukan pemerintah.
“Bank jangkar wajib memberikan suku bunga deposito sesuai dengan suku bunga acuan sebesar 4,5 persen. Kemudian, bank jangkar mendapatkan margin dari bank pelaksana, semisal suku bunga tadi yang 4,5 persen plus berapa persen, tetapi besaran ini belum ditentukan pemerintah,” tuturnya.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana menggelontorkan dana sebesar Rp 34,15 triliun melalui bank jangkar guna memberikan subsidi bunga kepada debitur UMKM yang terdampak di bank pelaksana. Angka tersebut rencananya bakal menjangkau lebih dari 60 juta nasabah dari berbagai bank di Indonesia.
Dalam paparan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso pada akhir pekan lalu, 15 Mei 2020, disebutkan bahwa kepemilikan saham bank jangkar harus dikendalikan oleh pemerintah dengan porsi minimum 51 persen.
Nantinya, bank penerima likuiditas dari bank jangkar (bank peserta) akan menggunakan dana tersebut dalam dukungan pelaksanaan restrukturisasi kredit. Adapun, kredit yang direstrukturisasi itu dijadikan agunan kepada bank jangkar.
Sementara itu, Himpunan Bank Negara (Himbara) yang terdiri dari BNI, BRI, Bank Mandiri, dan BTN per 30 April 2020 diketahui telah melakukan restrukturisasi kredit terhadap 1,5 juta nasabah UMKM dengan outstanding kredit mencapai Rp 137 triliun. []