Singapura Kritik Sanksi Terhadap Junta Militer Myanmar

Singapura justru memperingatkan sanksi ekonomi untuk Myanmar bukan solusi karena diyakini hanya akan melukai warga sipil
Aksi protes anti-kudeta di Myanmar (Foto: dw.com/id)

Singapura - Ketika dunia ramai-ramai menghukum junta Myanmar, Singapura justru memperingatkan sanksi (untuk Myanmar) bukan solusi. Embargo terhadap perekonomian yang didominasi oleh unit bisnis tentara itu diyakini hanya akan melukai warga sipil.

Kementerian Luar Negeri Singapura mengakui pihaknya mencatat "perkembangan yang mengkhawatirkan” di Myanmar sejak kudeta militer, 1 Februari silam, namun menolak pendekatan yang mengandalkan sanksi sebagai solusi.

Di hadapan parlemen, 15 Februari 2021, Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, mengatakan pihaknya mengimbau junta Myanmar agar membebaskan Aung San suu Kyi dan Presiden Win Myint. Singapura meyakini kedua pihak harus duduk dalam meja perundingan untuk mencari jalan keluar.

1. Kudeta "Kemunduran Besar” Bagi Perekonomian Myanmar

Balakrishnan mengatakan pihaknya mengkhawatirkan gelombang kekerasan dalam aksi protes, penahanan pegawai negeri, pemadaman internet dan mobilisasi tentara di pusat-pusat kota.

ilus covid sgSuasana di salah satu tempat wisata di Singapura di masa pandemi Covid-19. (Foto: aa.com.tr)

"Insiden-insiden ini adalah perkembangan yang mengkhawatirkan. Kami mengimbau otoritas Myanmar agar menahan diri,” kata dia.

"Kami berharap mereka akan mengambil langkah cepat untuk meredakan ketegangan. Tidak seharusnya ada kekerasan terhadap warga sipil tidak bersenjata. Dan kami berharap akan ada resolusi damai di Myanmar.”

Singapura saat ini tercatat sebagai investor terbesar di Myanmar. Kebanyakan menjalin bisnis dengan dua grup usaha raksasa milik tentara, Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Cooperation (MCE).

Balakrishnan mengakui partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi memenangkan pemilu November 2020 silam secara telak, dan bahwa kudeta merupakan "kemunduran besar” bagi perekonomian Myanmar. Menurutnya pengusaha Singapura akan terpaksa mengkaji ulang risiko investasinya di sana.

warga myanmarWarga Myanmar turun jalan mengutuk kudeta atas Aung San Suu Kyi, 7 Februari 2021. (Foto: VOA)

Lim Kaling, yang memiliki grup Razer, baru-baru ini sudah menyatakan diri angkat kaki dari Myanmar. Grupnya tercatat berbagi kongsi dengan MEHL di sebuah perkebunan tembakau, lapor kelompok anti-korupsi, Justice for Myanmar.

Tapi eratnya dominasi tentara di dalam struktur perekonomian Myanmar mengindikasikan bahwa sanksi bisa ikut mengenai warga sipil, di negeri dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Balakrishnan mengatakan hal ini sudah dibahas dengan negara-negara barat, termasuk Jerman.

"Kita sebaiknya tidak menjatuhkan sanksi-sanksi yang membabi buta, karena yang akan paling menderita adalah warga sipil Myanmar,” kata dia.

2. Hukuman Dunia Internasional

Semakin banyak negara yang memutus hubungan diplomasi, atau menjatuhkan sanksi terhadap junta militer Myanmar. AS misalnya membekukan aset para jendral Tatmadaw senilai USD 1 miliar dan berjanji akan mengambil langkah lebih tegas lagi.

Adapun reaksi paling keras datang dari Selandia Baru. Selain memutus semua kanal komunikasi antara petinggi militer dan politik, Perdana Menteri Jacinda Ardern juga berjanji akan menghalangi bantuan terhadap militer dan pemimpin junta Myanmar, serta memberlakukan larangan masuk bagi insiator kudeta.

"Kami tidak mengakui legitimitas pemerintahan militer Myanmar dan mengimbau militer agar secepatnya membebaskan pemimpin politik dan memulihkan kekuasaan sipil,” kata Menteri Luar Negeri Nania Mahuta, Selasa, 16 Februari 2021.

Sementara di Brussels, Komisi Eropa memanggil semua menteri luar negeri pada 22 Februari 2021 mendatang untuk menentukan sikap terhadap Myanmar. UE juga dikabarkan menyiapkan sanksi terhadap individu atau unit usaha milik militer Myanmar, serta memangkas dana bantuan pembangunan.

Sejak 2014, Uni Eropa sudah menguncurkan hampir 700 juta Euro untuk membiayai proyek pembangunan di Myanmar. Komisaris Tinggi Luar Negeri UE, Josep Borell mengatakan pihaknya juga akan mengkaji ulang pembebasan cukai dan kuota terhadap produk dari Myanmar.

"Kita harus menunjukkan respons yang tegas terhadap pengambilalihan kekuasaan di Myanmar, yang menghancurkan pencapaian transisi demokrasi selama 10 tahun terakhir,” kata dia.

Sebaliknya di Asia Tenggara, negara-negara ASEAN masih terbelah ihwal isu Myanmar. Saat ini Malaysia dan Indonesia, dua negara yang paling kritis terhadap Myanmar, sudah meminta digelarnya pertemuan khusus untuk merumuskan sikap ASEAN.

demo suu kyiPengunjuk rasa memegang plakat bergambar Aung San Suu Kyi saat protes menentang kudeta militer, di Naypyitaw, Myanmar, 15 Februari 2021 (Foto: voaindonesia.comReuters)

Sikap kedua negara bersebrangan dengan Thailand yang juga dipimpin oleh pemerintahan junta militer. Sepuluh hari setelah kudeta, Jendral Min Aung Hlaing dikabarkan mengirimkan surat meminta dukungan kepada Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha di Thailand.

"Apa yang penting saat ini adalah merawat hubungan yang baik,” kata mantan jendral itu, "karena berdampak kepada rakyat, ekonomi dan perdagangan, terutama untuk sekarang ini,” imbuh Prayuth.

"Kami mendukung proses demokratisasi di Myanmar. Sisanya terserah dia (Min Aung Hlaing) mau bagaimana.” [rzn/hp (ap, rtr)]/dw.com/id. []

Berita terkait
Amerika Berikan Sanksi Kepada Pemimpin Junta Militer Myanmar
Amerika Serikat (AS) umumkan sanksi baru terhadap Myanmar, setelah militer menggulingkan pemerintahan sipil yang dipilih secara demokratis
Amerika Berlakukan Sanksi Terhadap Pemimpin Militer Myanmar
Presiden Joe Biden sebut Amerika Serikat akan menerapkan konsekuensi terhadap para pemimpin kudeta di Myanmar
DPR RI: Pemerintah Harus Beri Sanksi Ekonomi ke Myanmar
Presiden Indonesia, Joko Widodo, menegaskan, sikap Indonesia harus jelas terhadap tragedi kemanusiaan etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar. Bukan hanya kecaman, tapi juga harus dilakukan dengan aksi nyata. Pernyataan Jokowi langsung mendapat dukungan dari Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari