Simplifikasi Birokrasi UU Cipta Kerja Berpeluang Sedot Investor

Head of Investment Avrist Asset Management, Farash Farich menilai simplifikasi proses birokrasi jadi poin di UU Cipta Kerja dalam menarik investor.
Head of Investment Avrist Asset Management, Farash Farich menilai Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja harus dilihat dulu efeknya ke depan. (Foto: Tagar/amp.bareksa.com/Head of Investment Avrist Asset Management, Farash Farich).

Jakarta - Head of Investment Avrist Asset Management, Farash Farich menilai ada beberapa poin dalam Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang mampu menarik investasi. Menurutnya salah satu poin tersebut adalah penyederhanaan proses birokrasi.

"Terutama terkait simplifikasi proses birokrasi, perizinan usaha, peraturan daerah yang overlapping dapat diperbaiki dari Pemerintah Pusat," kata Farash saat dihubungi Tagar, Kamis, 8 Oktober 2020.

Farash menilai UU Cipta Kerja perlu dilihat efeknya ke depan. Apakah mampu atau tidak merangsang investasi sesuai cita-citanya dengan catatan tetap memperhatikan hak pekerja atau buruh.

Bila mereka tidak sejahtera maka produktivitas tidak optimal.

Baca juga: Pemerintah: Izin Amdal Tetap Ada dalam UU Cipta Kerja

"Pada dasarnya banyak kepentingan buruh yang tetap diakomodir, namun juga dicarikan balancing yang mempermudah investasi, kalau hasil realisasinya seperti apa kan kita lihat ke depannya," ucap Farash.

Terkait hak pekerja atau buruh, kata dia, cukup yakin sebagain besar investor sadar bahwa pekerja pada dasarnya adalah modal utama untuk tumbuh. 

"Bila mereka tidak sejahtera maka produktivitas tidak optimal," ujarnya.

Farash menjelaskan, dengan aturan yang ada sebelumnya, faktanya selama ini investasi masih kurang banyak dan kurang cepat di Indoneisa. Sehingga, jika tidak coba diubah maka pertumbuhan ekonomi, ketergantungan impor, tingkat pengangguran, dan rasio Gini (untuk mengukur tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia) akan relatif tidak ada perubahan.

Sebab, selama ini pertumbuhan ekonomi relatif tidak luar biasa, ketergantungan impor tinggi, rupiah volatile, pengangguran belum turun drastis. 

"Usaha yang ada selama ini belum membuahkan hasil yang luar biasa. Jadi secara kebijakan makro harus ada usaha perubahan drastis," tutur Farash.

Sementara Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet menilai Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja belum tentu menarik investor ke Indonesia. 

Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja, 7 Jurnalis Jadi Korban Kekerasan

"Karena investor mempunyai pertimbangan lain sebelum berinvestasi di suatu negara," katanya saat dihubungi Tagar, Rabu, 7 Oktober 2020.

Sebagai contoh, kata Yusuf, misalnya ongkos logistik, ini menjadi indikator penting yang nantinya bisa mempengaruhi harga jual sebuah barang. 

"Sayangnya, ongkos logistik di Indonesia relatif masih tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia ataupun Thailand," ucapnya. []

Berita terkait
Perbedaan Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan Nomor 23/2003
Undang-Undang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan dianggap merugikan kepentingan buruh.
Perbandingan Pesangon UU Cipta Kerja dengan Negara Lain
Hak besaran pesangon untuk pekerja atau buruh yang terkena pemutusan hubngan kerja (PHK) dalam UU Cipta Kerja menuai kritikan tajam.
CORE: Ada Poin yang Merangsang Investor di UU Cipta Kerja
Peneliti CORE Yusuf Rendy Manilet menilai ada beberapa poin dalam UU Cipta Kerja yang mampu menarik investor masuk ke Indonesia.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.