Pematangsiantar - Setara Institute mengeluarkan laporan indeks kota toleran (IKT) tahun 2020. Kota Salatiga, Jawa Tengah, menjadi kota paling toleran, sementara Pematangsiantar terlempar dari 10 besar.
Laporan itu dirilis Setara Institute pada Kamis, 25 Februari 2021. Laporan ini adalah yang ke empat kali sejak studi berjalan pada 2015 lalu. Studi terkait indeks kota toleran dilaksanakan sepanjang 2020 di 94 kota dari 98 kota di Indonesia.
Terdapat delapan indikator dalam metodologi penelitian yang digunakan, yakni metode triangulasi yang membandingkan data yang diperoleh dengan data sekunder dan self assessment masing-masing pemerintah kota.
Pematangsiantar itu tahun 2015 paling toleran kemudian turun peringkat dua dan tiga
Delapan indikator yang dinilai adalah RPJMD, kebijakan pemkot tentang toleransi, peristiwa intoleransi, dinamika masyarakat, pernyataan kepada publik, tindakan nyata pemerintah, demografi atau heterogenitas agama, dan inklusi sosial keagamaan.
Dari hasil skors penilaian, Kota Singkawang berada di urutan ke dua dengan skors 6,450, disusul Manado dengan skor 6,200T, Tomohon skor 6,183, Kupang skor 6,037 sebagai lima besar kota paling toleran.
Siantar terlempar
Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menyampaikan, pihaknya sudah melakukan studi terkait toleransi ini sebanyak empat kali pada 2015, 2017, 2018, dan 2020. Seiring waktu banyak terjadi dinamika tindakan intoleransi yang cukup tinggi di beberapa kota.
"Terbukti dari skor-skor indeks setiap kota, kalau dilihat dari laporan 2015-2020 terjadi dinamika yang cukup tinggi, ada kota-kota yang tadinya masuk 10 besar, terlempar, adanya yang tadinya skor rendah karena toleransinya buruk malah justru naik ke tingkat madya. Contoh beberapa kota, seperti Pematangsiantar, yang selalu masuk 10 besar tapi pada 2020 terlempar dari posisinya," kata Bonar Tigor.
Baca juga:
- Ulama NU: Kasus Lucu di Siantar, Nakes Dikriminalkan
- 4 Nakes Siantar Mandikan Jenazah Covid Jadi Tersangka Penista Agama
Secara umum atau sebesar 80 persen tindakan intoleran menurut dia, terjadi di perkotaan. Hal itu disebabkan terjadinya dinamika antara masyarakat atau peristiwa antar kelompok beragama yang cukup banyak.
Namun dibalik itu terdapat regulasi serta kebijakan pemerintah kota yang menjadi komponen penting merawat kota toleran.
"Selain pertumbuhan penduduk yang menimbulkan dinamika sosial terkadang meski pemerintah komitmen merawat toleransi namun ada juga pemimpin daerah yang secara pragmatik ketika menghadapi persoalan yang bersinggungan dengan basis agama cenderung pragmatis mengedepankan pendekatan hukum atau memihak kepada kelompok tertentu demi kepentingan suara elektoral, dukungan dan elektabilitas dari kelompok tertentu. Akibatnya hak-hak minoritas terabaikan dan dinamika ini terus terjadi dan berubah tiap tahun," ungkapnya.
Seperti Kota Bekasi, Bogor dan Jakarta yang mengalami peningkatan dalam menjalankan nilai-nilai keberagaman. Namun hal berbeda terjadi di Kota Pematangsiantar yang pernah memegang predikat kota paling toleran pada tahun 2015 dan menjadi kota toleran nomor dua pada tahun 2017 dan urutan ke tiga pada tahun 2018 justru keluar dari urutan sepuluh besar kota toleran pada tahun 2020.
"Pematangsiantar itu tahun 2015 paling toleran kemudian turun peringkat dua dan tiga kemudian terlempar dari sepuluh besar dan ada kota yang selalu konsisten seperti Singkawang, Manado, Kupang," ungkapnya.
Berikut 10 kota toleran di Indonesia:
1. Salatiga 6,717
2. Singkawang 6,450
3. Manado 6,200
4. Tomohon 6,183
5. Kupang 6,037
6. Surabaya 6,033
7. Ambon 5,733
8. Kediri 5,583
9. Sukabumi 5,546
10. Bekasi 5,530.[Anugerah]