Simalungun - Desa Palian Opat, kecamatan Dolok Panribuan, Simalungun, yang berjarak sekitar 138 kilometer dari Medan, menjadi tempat peristirahatan Golfrid Siregar terakhir. Selasa, 8 Oktober lalu, sejumlah kerabatnya berdatangan, “menjenguk” pria 36 tahun yang terlihat seakan tidur pulas itu. Tubuhnya terbungkus jas hitam. “Kami berharap kasus kematian Golfrid ini dibogkar secepatnya,” kata kakak Golfrid, Rahman Siregar, kepada Tagar.
Kamis, 3 Oktober lalu sekitar pukul satu dini hari, Golfrid ditemukan tergeletak di jalan layang Simpang Pos Jalan Jamin Ginting, Medan. Kala ditemukan kepalanya berdarah. Sebelumnya, sejak Rabu Golfrid seperti “hilang,” tak bisa dihubungi. Ia tak bisa dikontak lagi sejak sekitar pukul 17.00. Sebelumnya, kepada keluarganya ia pamit ke kantor JNE dan akan bertemu seseorang di daerah Marendal, Medan Amplas.
Dibawa ke Rumah Sakit Mitra Sejati, oleh pihak rumah sakit disarankan dibawa ke RSUP Adam Malik. Tapi, nyawa bapak satu anak yang dikenal sebagai aktivis pembela HAM dan pengacara Walhi (Wahana Lingkungan Hidup ini) tak terselamatkan. Ia meninggal, Minggu, 6 Oktober lalu.
Polisi, ketika itu, menyebut Golfrid korban kecelakaan lalu lintas. Tapi Walhi, LSM yang bergerak dalam advokasi lingkungan itu, tak percaya. Manager Walhi, Roy Lumbangaol, melihat kematian Golfrid tidak wajar karena ada luka di bagian kepala sementara bagian tubuhnya yang lain tak terlihat luka. “Seperti dipukul benda keras,” kata Roy. Ia juga menunjuk tidak adanya kerusakan berarti terhadap sepeda motor Golfrid jika itu memang akibat kecelakaan.
Rahman Siregar juga tak percaya adiknya tewas karena kecelakaan. “Kalau kecelakaan kenapa helmnya tidak hancur, cuma kaca depannya saja yang hancur?” ujar Rahman.
***
Di kalangan aktivis LSM Medan, nama Golfrid cukup popular. Alumnus Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen, Medan, itu dikenal gigih dalam melakukan advokasi pembelaan lingkungan. Walhi Sumatera Utara menyerahkan semua urusan hukum, dari menyusun gugatan hingga persidangan, ke Golfrid jika lembaga ini berurusan dengan aparat hukum dan pengadilan. Golfrid juga tercatat sebagai anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
Aktivis Walhi Sumatera Utara, Golfrid Siregar (ke dua dari kiri). (Foto: Tagar/Dok.Walhi Sumut)
Walhi Sumatera Utara kini tengah menangani sejumlah kasus berkaitan dengan perusakan lingkungan di daerah itu. Walhi, misalnya, telah menggugat SK Gubernur Sumatera Utara tentang perubahan izin lingkungan rencana kegiatan pembangunan PLTA Batang Toru dari kapasitas 500 MW menjadi 510 MW serta perubahan lokasi quarry di Kabupaten Tapanuli Selatan oleh PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE).
Walhi kini tengah fokus kasus PLTA Batang Toru, Walhi melaporkan penyidik Polda Sumatera Utara ke Propam Markas Besar Polri
Menurut Wahil izin itu bisa merusak habitat orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis). “Walhi kini tengah fokus kasus PLTA Batang Toru, Walhi melaporkan penyidik Polda Sumatera Utara ke Propam Markas Besar Polri,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumatera utara Dana Prima Tarigan.
Pada 12 Agustus lalu dipimpin Golfrid, Walhi memang melaporkan tiga penyidik Polda Sumatera Utara ke Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) dan Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri. Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan pemalsuan tandatangan saksi ahli, On Riza, dalam kasus perizinan PLTA Batang Toru. “Kami melihat dalam penyidikan kasus pemalsuan tandatangan ini penyidik Polda Sumut kurang serius. Mereka juga bilang sudah menghentikan sementara kasus ini,” ujar Golfrid kepada wartawan di Markas Besar Polri, kala itu.
***
Hingga kini polisi sudah memeriksa sekitar 12 orang yang dinilai mengetahui peristiwa “kecelakaan” Golfrid, termasuk memeriksa petugas rumah sakit, petugas keamanan, dan tukang becak yang membawa aktivis HAM dan lingkungan itu ke rumah sakit.
Polisi mempunyai temuan menyangkut peristiwa Golfrid. Menurut Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Sumatera Utara, AKBP M.P Nainggolan, sebelum ditemukan tergeletak di jalan, Golfrid duduk-duduk di sebuah warung di seputar lokasi kejadian bersama empat temannya. “Dia duduk dari pukul 19.00 sampai pukul 23.00,” ujar Nainggolan kepada Tagar di ruang kerjanya. Menurut Nainggolan, beberapa saat kemudian dua orang berinisial MRL dan MH menemukan Golfrid tergeletak di jalan.
Polisi juga sudah membekuk dua orang yang “menyikat” barang Golfrid: handphone, dompet, dan laptopnya. “Pelaku mengaku sudah menjual barang milik korban,” kata Nainggolan. Nainggolan menyatakan pihaknya kini menunggu keterangan ahli forensik penyebab kematian Golfrid. “"Motif kematian belum dapat kita simpulkan, apakah meninggal karena kekerasan atau kecelakaan,” kata Nainggolan. Ia menegaskan bahwa Golfrid terluka karena kecelakaan adalah dari pihak rumah sakit, bukan polisi.
Dana Prima Tarigan meminta aparat menemukan siapa pembunuh Golfrid. “Secara kasat mata kami melihat itu bukan seperti kecelakaan,” katanya. Dana meminta polisi memeriksa dan membuka kasus ini secara transparan. “Kami berharap Peradi dan publik bisa dilibatkan, agar kami bisa lihat prosesnya dan apa penyebab kematiannya sebenarnya,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Utara itu.