Sepinya Masjid Ramadan Tahun Ini

Di tengah pandemi Covid-19, sejumlah kegiatan rutin masjid di Yogyakarta saat Ramadan tak terlihat lagi keramaian warga.
Bagian depan Masjid Besar Mataram Kotagede yang nampak sunyi karena tidak ada kegiatan Ramadan di situ, Kamis, 30 April 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Yogyakarta - Suasana di Masjid Agung Kotagede, Kamis, 30 April 2020, cukup cerah. Dua pria paruh baya menyapu di halaman masjid cukup luas. Bayangan daun pepohonan yang bergoyang tertiup angin menemani aktivitas keduanya.

Di kolam mengelilingi bangunan masjid, beberapa ekor ikan bermain, melenggak-lenggok di dalam air jernih. Sesekali dua dari mereka seperti berkejaran lincah, menimbulkan riak yang memantulkan sinar matahari sore.

Pintu-pintu pagar yang menghubungkan halaman dengan bangunan masjid terikat oleh rantai besi. Sementara di dalam masjid terlihat beberapa karpet yang tergulung, tersusun rapi di samping bedug.

Nek taun wingi, jam sementen niki sampun rame (tahun lalu, jam segini sudah ramai).

Tidak seorang jemaah ada di dalam masjid. Suasananya sangat berbeda dengan bulan suci Ramadan tahun-tahun sebelumnya. Biasanya ketika Ramadan tiba, masjid itu dipenuhi oleh jemaah, hanya untuk sekadar beristirahat maupun membaca Alquran.

Saat sore seusai Salat Asar, orang-orang mulai sibuk menyiapkan makanan berbuka puasa atau takjil. Tapi, pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia pada tahun ini, membuat semuanya menjadi sangat berbeda. 

Tidak ada lagi buka puasa bersama di situ. Juga tidak ada Salat Tarawih berjemaah. Masjid Agung Kotagede, Yogyakarta seakan kehilangan rohnya di momen Ramadan kali ini. 

Satu dari dua pria yang menyapu halaman masjid tersebut, Giyono, 57 tahun, mengatakan, Masjid Agung Kotagede tidak menggelar buka puasa bersama maupun salat berjamaah. Bahkan salat Jumat pun tidak.

"Nek taun wingi, jam sementen niki sampun rame (tahun lalu, jam segini sudah ramai). Sakniki mboten wonten takjilan (sekarang tidak ada buka puasa bersama). Sepi," ucapnya.

Ucapan Giyono dikuatkan dengan adanya pengumuman yang dipasang di gerbang masjid, tentang tidak dilaksanakannya salat berjemaah dan kegiatan Ramadan di masjid itu, sesuai dengan imbauan pemerintah.

Malam sebelumnya, Rabu, 29 April 2020, suasana sama juga terlihat di Masjid Besar Pakualaman, Yogyakarta. Gerbang sebelah timur masjid tertutup dan dipasangi pengumuman bahwa selama pandemi Covid-19, tidak ada kegiatan Ramadan dan salat berjemaah di masjid.

Tahun-tahun sebelumnya, setiap memasuki bulan suci Ramadan lingkungan di sekitar masjid selalu ramai, terlebih saat waktu berbuka puasa dan salat Tarawih.

Meski tidak ada kegiatan Ramadan, namun dari pengeras suara masjid terdengar lantunan ayat suci Alquran. Lafaz yang diucapkan mengalun memecah heningnya malam.

"Ra ono kegiatan sama sekali (tidak ada kegiatan sama sekali). Yo mung kuwi ono wong siji ngaji (cuma memang ada satu orang mengaji), ben tetap terasa suasana Ramadan (supaya tetap terasa suasana Ramadan)," ucap seorang warga sekitar, Hanif, 47 tahun.

Masjid Pakualaman YogyakartaSpanduk pengumuman terpasang di pintu masuk Masjid Besar Mataram Kotagede, bahwa masjid tersebut tidak menyelenggarakan kegiatan Ramadan pada tahun ini. Foto diambil Kamis, 30 April 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Jogokaryan Tetap Ramai

Suasana berbeda terasa di masjid lain, yakni Masjid Jogokaryan, Yogyakarta. Masjid dengan segudang prestasi itu tetap melaksanakan buka puasa bersama, meski tidak semeriah dan seramai tahun-tahun sebelumnya.

Sebelum memasuki area masjid, seluruh jemaah yang akan beribadah di situ harus melewati bilik disinfektan. Saat masuk dalam bilik tersebut, pengunjung otomatis disemprot dengan cairan desinfektan herbal, yang terbuat dari air rebusan daun sirih dan perasan jeruk nipis. Di dalam bilik tersebut juga terpasang lampu ultraviolet

Saat memasuki area masjid, beberapa pengurus takmir langsung menyapa dan mengarahkan jemaah. Jemaah yang berasal dari luar Kampung Jogokaryan diarahkan menuju lantai dua. Sementara warga Jogokaryan diarahkan ke lantai satu.

Ketua Takmir Masjid Jogokaryan, Agus Abadi, menjelaskan bahwa Ramadan di Jogokaryan kali ini sangat berbeda dengan tahun-tahun yang lalu. Satu diantara agenda rutin tahunan adalah Kampung Ramadan Jogokaryan, yang saat ini memasuki tahun yang keenam belas.

Tahun ini pihak takmir tetap membentuk panitia Kampung Ramadan Jogokaryan, namun kegiatan dilaksanakan sangat jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

"Tahun kemarin masih meriah. Tapi untuk tahun ini berbeda jauh, karena beberapa kegiatan tidak kita laksanakan. Kita hanya melakukan Tebar Takjil melalui sego (nasi) takjil. Kita membuat dua ribu (bungkus), mungkin nanti tiga ribu nasi. Sego takjil itu sebagian ditinggal di masjid Jogokaryan, kemudian sebagian lagi kita sebarkan melalui pos RT-RT di area Jogokaryan," urainya.

Masjid Jogokaryan YogyakartaSeorang pengurus takmir Masjid Jogokaryan menyemprotkan cairan desinfektan ke seluruh bagian masjid, Kamis, 30 April 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Dia menjelaskan, di Kampung Jogokaryan terdapat empat RW dan 18 RT. Pihaknya membentuk 12 pos di 12 RT, agar warga lebih mudah mengambilnya.

Takmir masjid juga menyediakan air dalam kemasan dan kurma sebagai pembuka puasa saat azan Magrib. Sedangkan sego takjil dibawa pulang untuk disantap di rumah masing-masing.

Sebagian nasi takjil itu juga dikirim ke beberapa masjid kecil serta beberapa kantor instansi pemerintah, polsek dan rumah sakit. "Ada beberapa relawan yang keliling untuk membagikan itu. Start-nya habis Asar," tuturnya.

Pengadaan sego takjil ini, kata Agus, dibagi per dasawisma. Dia menyebut Kampung Jogokaryan memiliki 28 kelompok dasawisma. Masing-masing kelompok ini diberi kesempatan untuk menyiapkan makanan takjil. Dana untuk pembuatan makanan takjil tersebut disiapkan oleh takmir.

"Jadi ada 28 ditambah dua ini, hari pertama dan kedua diselenggaakan oleh takmir Masjid Jogokaryan. Dananya kita bantu dari kas masjid, dan sebagian dari warga, sehingga dasawisma itu memasak sendiri juga tidak apa-apa. Nanti tinggal disiapkan dusnya, jadi di sini sudah jadi, tinggal pengepakan dan langsung disebar," paparnya.

Untuk kelompok dasawisma yang tidak sempat memasak, pihak takmir memberi solusi dengan membolehkan mereka memesan pada jemaah. Kelompok dasawisma yang bersangkutan tinggal membayar jasa memasak pada jemaah yang ada.

Jadi pemberdayaan jemaah kita secara ekonomi, daripada kita pesan di katering di luar Jogokaryan. Kita memberdayakan warga kita," jelasnya.

Masjid Jogokaryan YogyakartaTakmir Masjid Jogokaryan Yogyakarta Agus Abadi menunjukkan masker dan tanda pengenal pengunjunv masjid, Kamis, 30 April 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Tidak Ada Pasar Sore

Kegiatan lain yang merupakan rangkaian Kampung Ramadan Jogokaryan adalah Pasar Sore. Tapi kegiatan itu ditiadakan pada tahun ini.

Saat Ramadan tahun-tahun yang lalu, Pasar Sore menjadi salah satu kegiatan paling meriah. Para pedagang makanan takjil pada Pasar Sore menggelar dagangannya di sepanjang Jalan Jogokaryan.

Para pedagang yang menjual di Pasar Sore berasal dari Jogokaryan dan warga luar Jogokaryan yang mendaftar. Pihak takmir sudah meminta izin pada pemilik rumah di sepanjang jalan untuk melaksanakan kegiatan itu.

"Kita sudah mengkapling tanah sepanjang jalan Jogokaryan ini untuk jualan. Tapi untuk tahun ini tidak. Silakan yang ingin berjualan, minta izin pada pemilik rumah di sepanjang jalan. Yang penting tidak ada kerumunan. Relawan juga mengawasi agar jangan sampai ada kerumunan," urainya.

Kegiatan rutinan lain yang juga tidak dilaksanakan adalah salat Tarawih berjamaah. Menurutnya pihak takmir tidak menyelenggarakan, tapi melayani jemaah yang sudah salat Isya dan ingin melaksanakan salat Tarawih. 

"Takmir menyiapkan imamnya. Jaraknya ada satu setengah meter setiap jemaah, dan karpetnya digulung. Jadi kita ada prosedur yang ketat," ucapnya.

Jemaah diwajibkan untuk mencuci tangan dengan sabun yang sudah disiapkan. Mereka juga wajib mengenakan masker dan diperiksa suhu tubuhnya menggunakan Thermo Gun. Pihak takmir telah menyiapkan masker dan hand sanitizer untuk jemaah.

Masker-masker itu diproduksi oleh warga. Ada beberapa donatur yang menyiapkan dana untuk dibelikan bahan masker. Dana itu diserahkan pada jemaah yang ingin membuat masker, kemudian mereka mendapat upah Rp1.250 per lembar masker.

"Jadi kita punya stok masker banyak, dan kita bagikan juga pada jemaah serta masyarakat dan tamu yang berkunjung. Hand sanitizer juga kita bagikan, kalau sudah habis dipersilakan datang untuk isi ulang," kata dia. []

Berita terkait
Ie Bu Peudah, Tradisi Merawat Kuliner Leluhur Aceh
Tradisi memasak ie bu peudah sudah ada sejak masa kesultanan Aceh atau tepatnya pada abat ke-15 masehi.
Cerita Seorang Pastor Bangun Musala di Banyuwangi
Seorang romo di Banyuwangi membangun musala, wujud toleransi di ujung timur Pulau Jawa.
Perempuan Pelipur Lara Warga Kudus di Masa Pandemi
Di masa pendemi corona, profesi penyiar mampu memberikan hiburan tersendiri bagi warga Kudus.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.