Untuk Indonesia

Sektarian dan Kekerasan

Aneka kekerasan yang kerap menyentuh sentimen sektarian tak lekas angkat kaki dari Pakistan. Dan balas dendam membayang.
Pemilik toko memakai sungkup muka berkumpul di luar toko tertutup mereka di pasar selama penguncian nasional yang diberlakukan pemerintah Pakistan sebagai langkah pencegahan Covid-19, di Islamabad, 15 April 2020 (Foto: timesofindia.indiatimes.com/ AFP Photo)

Oleh: Idrus F. Shahab

Dia seorang ilmuwan, juga da'i. Tatkala seorang pengendara sepeda motor menyudahi hidupnya dengan lima butir peluru pistol di sebuah lahan parkir di Karachi, Sabtu kemarin, Dr Adil Khan, 60 tahun, tengah merencanakan studi pos-doktoralnya. Maulana Adil Khan bersama sopirnya bersimbah darah di dalam mobilnya di pekarangan sebuah pusat perbelanjaan di daerah Shah Faisal Colony; sementara sang pelaku pergi meninggalkan pertanyaan: apa yang dia harapkan dari teror tersebut.

Aneka kekerasan yang kerapkali menyentuh sentimen sektarian memang tak lekas angkat kaki dari Pakistan belakangan ini. Dr Adil Khan sendiri seorang ulama dari sekte sunni minoritas Deobandi. Namun rangkaian kekerasan yang ditujukan kepada simbol dan tokoh keagamaan sekte minoritas, baik dari kalangan syiah, sunni maupun kelompok tarekat, seperti memiliki agenda yang lebih besar.

PM Pakistan Imran Khan tak menyembunyikan kecurigaannya kepada India, tetangganya. Sedangkan pejabat lain lebih mengingatkan agar masyarakat tak lekas terbakar senitimen sektarian yang terus ditiupkan. Sebelum pembunuhan Adil Khan, empat tahun lalu seseorang yang dekat dengan tradisi tarekat, seorang penyanyi sufi (qawwali), Amjad Sabri, mengalami nasib yang sama: dieksekusi di ruang publik.

***

Amjad Sabri, seluruh wajahnya tersenyum. Jenggot serta kumisnya tipis, suara baritonnya yang kuat bercerita tentang “manusia-manusia kosong” yang menempatkan dirinya sebagai pengemis di hadapan nabi akhir zaman, Mu-hammad SAW. Mengunjungi sang Kekasih Allah dengan kantong yang kosong, mereka hanya akan pergi jika kantongnya terisi dengan keberkahan dari sang Nabi. Keberkahan yang bakal membebaskannya dari penderitaan dan kesia-siaan hidup.

Di ruang konser yang sederhana tapi berakustik bagus itu, kerinduan umat akan utusan Tuhan yang lahir di Kota Mekah 15 abad silam tersebut dikasih tempat. Bagi maestro seperti Amjad Sabri, sebuah tabla berikut gendang besar pasangannya, sebuah harmonium, dan selusin penyanyi pendamping yang juga bertepuk tangan sudah cukup untuk mengantarkan ekstase.

Di Pakistan yang sarat dengan politik identitas yang meneguhkan perbedaan ketimbang persamaan itu, tasawuf tidak mudah hidup berdampingan dengan kelompok- kelompok salafi.

Penyanyi, penonton, dan musik, semua larut dalam satu entitas spiritual yang liat. Dalam qawwali atau musik sufi yang berjudul Bhar Do Jholi yang bergerak dalam tangga nada mayor yang riang di atas, ia juga berkisah tentang sahabat Nabi, Bilal. Si tukang azan yang berkulit hitam legam tapi sangat mulia; saking mulianya, demikian lirik lagu itu bertutur, fajar pun enggan menyingsing sebelum mendengar suara Bilal menguman-dangkan azan subuh.

Kisah para sahabat, dunia yang penuh tipuan, pertemuan istimewa dengan sang Kekasih, dan mabuk dalam cinta yang transendental merupakan tema umum dalam musik qawwali. Dalam qawwali, musik mengikuti lirik lagu yang dibuat berdasarkan puisi terkenal para sufi zaman lampau yang sukses meninggalkan “penjara” keduniaan. Amjad Sabri, 45 tahun, seluruh wajahnya tersenyum. Penonton yang kasmaran pada Sang Pencipta dan Rasulullah mulai menghampiri para pemusik dan penyanyi, seraya mencampakkan sejumlah uang kertas ke panggung sebagai tanda pembebasan dari dunia yang materialistis.

Inilah rangkaian gambaran yang absen semenjak teroris menghabisi Amjad Sabri. Eksekusi itu terjadi pada siang bolong, di suatu jalan yang ramai di Karachi. Di suatu hari Rabu di bulan Juni 2016, pukul tiga petang, sepeda motor dengan pengendara dua anak muda yang mengenakan penutup wajah menyalip mobil yang dikendarai korbannya. Kemudian dengan tenang salah seorang pengendara itu membidikkan pistolnya ke arah pengemudi yang bertubuh gempal itu.

Seorang polisi mengatakan bahwa si eksekutor tidak tergesa-gesa menunaikan tugasnya. Menguntit mobil itu, tiba di Jalan Liaquabad 10 yang lebar, barulah ia mulai menembak: dua peluru menghantam dada, satu lagi menembus tengkorak kepala. “Suatu pembunuhan yang terencana, dan nyata-nyata merupakan aksi terorisme,” kata sang polisi. Sampai jenazah Amjad Sabri dikebumikan esok harinya di permakaman Paposhnagar, Karachi, belum diketahui motif hukuman mati di jalanan itu.

Tak lama setelah pembantaian, kelompok Tehrik-e-Taliban Hakimullah Mehsud atau Taliban Pakistan memang menyatakan bertanggung jawab. Tapi sejauh ini alasan pembantaian sebatas “kabar burung”: Amjad Sabri berdosa karena menistakan tokoh agama. Susah dipercaya, orang yang mendedikasikan hampir sepanjang hidupnya untuk memuji Nabi Muhammad dan Allah itu harus mati dengan alasan penistaan.

Sudah beberapa kali perwakilan Taliban setempat menganggap qawwali bertentangan dengan syariah, dan menyebut-nyebut nama Rasulullah dalam lagu haram adanya. Di Pakistan yang sarat dengan politik identitas yang meneguhkan perbedaan ketimbang persamaan itu, tasawuf tidak mudah hidup berdampingan dengan kelompok-ke-lompok salafi. Sejak 2001, serangkaian serangan dilancarkan ke sejumlah tempat suci kaum sufi, termasuk Rehman Baba dan Data Ganj Baksh. Puncaknya, terjadi pada 2010, seseorang yang berselempang bom meledakkan dirinya di sebuah padepokan sufi terkenal di Lahore, dan menewas-kan 46 orang.

Mereka datang dalam kelompok besar. Dengan alasan pemurnian akidah, mulanya mereka menghampiri tempat-tempat ibadah pengikut Ahmadiyah, agar meninggalkan keyakinannya yang “sesat.” Di antara kerumunan yang mudah tersulut api, persuasi cepat berubah menjadi demonstrasi kekerasan yang brutal.

Setelah Ahmadiyah, kali ini mereka mendatangi masjid-masjid kaum Syiah, mengirimkan beberapa ekstremis yang siap meledakkan dirinya di antara jemaah yang sedang menunaikan salat. Dalam sekejap, lantai dan tikar masjid digenangi darah jemaahnya. Belakangan, mereka mulai mengirimkan para pengebom bunuh diri ke padepokan-padepokan sufi. Dengan memercikkan sentimen sektarian, terbitlah rangkaian kekerasan yang berbuntut panjang, sangat panjang....[]

Penulis wartawan senior


Berita terkait
Covid-19 Arab Saudi, Turki, Pakistan Lebih 200.000
Wabah virus corona terus terjadi di banyak negara, tiga negara ini yaitu Arab Saudi, Turki dan Pakistan melaporkan kasus lebih dari 200.000
Kisah Pria asal Pakistan Mengemis Dua Hari di Bantul
Seorang warga Pakistan mengemis dua hari di Bantul, Yogyakarta. Warga resah dan petugas menangkapnya.
Polda Sumut Tangkap Pembunuh 1 Keluarga di Pakistan
Polda Sumatera Utara bersama intel Satuan Brimob mengamankan terduga pelaku pembunuhan satu keluarga di Pakistan.
0
Pengamat Nilai KPK Beri Harapan Tindak Lanjuti Penyelidikan Formula E
Gengan diperiksanya Gatot juga bisa memberikan informasi yang berarti dalam penyelidikan dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E.