Sedang Memetik Daun Teh Saat Gunung Merapi Erupsi

Seorang warga Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, bernama Sartini, sedang memetik teh saat Gunung Merapi erupsi.
Sartini, 58 tahun, warga Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, menunjuk Gunung Merapi dari tepi Sungai Boyong, Jumat, 29 Januari 2021. Dia sedang memetik teh saat Merapi erupsi. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Sleman – Mendung menutupi sebagian tubuh hingga puncak Gunung Merapi siang itu, Jumat, 29 Januari 2021. Namun kegagahan gunung itu tak pudar hanya karena tertutup mendung. Pada sisi gunung terlihat area yang memutih, bekas jalur awan panas saat erupsi.

Dua perempuan paruh baya duduk hanya beberapa meter dari tepi jurang di Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Mereka adalah warga setempat yang kembali ke dusunnya untuk mencari pakan ternak.

Keduanya telah mengungsi sejak Rabu, 27 Januari 2021, beberapa saat setelah Gunung Merapi erupsi dan memuntahkan awan panas.

Sartini, 58 tahun, salah satu dari perempuan paruh baya itu, berdiri di dekat pembatas tebing yang terbuat dari bambu. Sesekali Sartini melihat ke Sungai Boyong yang terletak beberapa belas meter di bawahnya. Lalu dia menunjuk ke arah area yang memutih di sisi gunung, sambil menjelaskan bahwa warna memutih itu disebabkan oleh awan panas yang menghanguskan tetumbuhan di sana.

Niku, Mas, sing putih niku bekas keno awan panas. (Itu Mas, yang putih itu bekas terkena awan panas,” ucapnya sambil mengatakan bahwa sejak beberapa waktu terakhir cukup banyak orang yang datang ke dusunnya untuk melihat lelehan lava pijar Gunung Merapi pada malam hari.

Bolak-balik dari Barak Pengungsian

Sartini meceritakan, saat Gunung Merapi erupsi pada Rabu lalu, dirinya sedang memetik daun teh di kebun. Sementara anak gadisnya sedang menonton siaran televisi di dalam rumah. Setelah selesai memetik teh dan pulang ke rumah, Sartini dikejutkan oleh suara klakson dari mobil milik petugas yang mendatangi rumahnya.

“Waktu ngeluarin awan panas saya lagi di kebun memetik teh. Baru pulang taruh teh, terus kok ada tin... tin... begitu. Terus saya lari turun. Disuruh geser ke Tritis. Waktu itu anakku sedang lihat tivi,” dia menceritakan.

Dia dan anaknya pun bergegas mengikuti petugas yang menginformasikan tentang erupsi Gunung Merapi tersebut. Mereka menuju ke SD Sanjaya Tritis. Setibanyak di sana, ternyata sudah banyak warga di tempat itu.

Cerita pengungsi Merapi 2Suasan pembuatan barak pengungsi di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, pada 7 November 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Kata Sartini, sejumlah petugas pun terlihat bersiaga di situ, termasuk sejumlah anggota kepolisian. Para petugas itu kemudian berkoordinasi untuk menentukan langkah yang harus dilakukan oleh warga.

Gitu saja diikutin lho, ditungguin. Jadi kalau sudah selesai kasih makan sapi kembali ke sana.

Mereka memutuskan bahwa warga diperbolehkan untuk kembali ke rumah dan mengambil perlengkapan yang dibutuhkan selama mereka meninggalkan rumah dan berkumpul di SD Sanjaya Tritis. Sartini menyebutnya dengan bergeser.

“Pak polisi itu banyak sekali di SD Sanjaya Tritis. Di sini selalu ada yang datang kalau Merapi erupsi. Petugas selalu mencari warga yang belum bergeser, jadi dipantau terus. Kalau ke Tritis itu geser, kalau ngungsi di barak pengungsian Purwo itu,” Sartini menambahkan.

Setelah beberapa saat berada di SD Sanjaya Tritis, Sartini pun meminta izin pulang ke rumahnya untuk mengambil tas dan perlengkapan lain yang dibutuhkan. Dia dan anaknya juga menyempatkan diri untuk memberi pakan pada sapi-sapi peliharaannya.

Setelah mengambil tas dan memberi pakan terak, dia kembali ke SD Sanjaya Tritis. Di sana para petugas kembali berunding, dan memutuskan warga dari RT 3 diminta bersiap naik ke mobil untuk mengungsi. Selain warga dari RT 3, warga dari RT 2 dan RT 4 pun diminta untuk mengungsi. Sedangkan warga RT 1 yang letaknya di sekitar SD Sanjaya Tritis masih diperbolehkan tinggal di rumahnya masing-masing.

Gitu saja diikutin lho, ditungguin. Jadi kalau sudah selesai kasih makan sapi kembali ke sana, dipantau dan diikuti. Kan khawatir bahaya.”

Saat ditanya tentang rasa khawatirnya jika Merapi erupsi, Sartini mengaku bahwa rasa khawatir itu ada. Tapi sebagai warga yang sudah puluhan tahun tinggal di situ, dia sudah terbiasa dengan aktivitas Gunung Merapi.

“Khawatir sih ada, tapi bagaimana lagi, kita kan orang sini. Sejak dulu tahu kalau Merapi itu kerjanya begitu. Kalau aman saja kita di rumah masing-masing, kalau bahaya kan ada yang datang ngasih tahu suruh geser,” kata dia menambahkan.

Selama dua hari tinggal di barak pengungsian, Sartini mengaku dirinya sering tidak bisa tidur. Sebab kondisi di barak pengungsian jauh berbeda dengan di rumahnya yang tenang. Tapi mengenai konsumsi makanan, Sartini mengaku di barak cukup terjamin. Setiap pagi selalu disiapkan nasi bungkus untuk sarapan para pengungsi.

Cerita Pengungsi MerapiGunung Merapi dilihat dari kejauhan. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Kalau di rumah kan sepi-sepi saja, kalau di sana banyak orang, kan otomatis ramai. Itu kan hanya disekat pakai tripleks. Tapi ya bagaimana lagi, karena situasinya memang harus begitu.”

Dia juga mengaku setiap hari kembali ke rumahnya untuk memberi pakan ternak dan mengolah daun teh yang sudah dipetiknya. Biasanya setelah selesai memberi pakan ternak dan mengolah teh, dia kembali ke barak bersama anaknya.

Beberapa warga lain, lanjut Sartini, juga melakukan hal yang sama. Bahkan ada yang diantar jemput menggunakan mobil truk. “Setelah ngarit, kasih makan ternak terus sebentar saya ke barak lagi. Ada juga yang antar jemput mobil tapi kan waktunya terbatas sekali.”

145 Warga Kembali Mengungsi

Beberapa belas kilometer dari Dusun Turgo, sejumlah warga Dusun Kalitengah Lor, Kalurahan Glagaharjo, Kapanewon Cangkringan, yang sempat kembali ke rumahnya masing-masing pada Selasa, 26 Januari 2021, kembali dijemput dan diungsikan pada Rabu, 27 Januari 2021, khususnya kelompok rentan. Hal itu menyusul adanya erupsi Gunung Merapi pada hari itu.

Panewu atau Camat Cangkringan, Suparmono saat dikonfirmasi wartawan mengungkapkan, sebanyak 41 orang dari kelompok rentan yang terdiri dari lansia mulai mengungsi pada Rabu, 27 Januari 2021 pukul 23.00 WIB.

kelompok rentan secara serentak sudah dipulangkan pada Selasa, 26 Januari 2021. Namun, pada Rabu siang terjadi erupsi dan guguran awan panas yang semakin jauh dari puncak Merapi. “Iya semalam mereka kembali ke barak pengungsian Glagaharjo atau Banjarsari,” kata Suparmono melalui sambungan telepon, Kamis, 28 Januari 2021.

Dalam rekomendasi BPPTKG, ancaman bahaya erupsi Gunung Merapi beralih ke Selatan Barat Daya. Namun warga setempat merasa was-was dan khawatir, sehingga lebih baik pilih mengungsi.

Cerita Pengungsi Merapi 4Pelatihan keterampilan untuk para lansia pengungsi di barak pengungsian Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, pada 1 Desember 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Suparmono menyebut bahwa pemerintah desa tetap mengupayakan yang terbaik bagi para pengungsi. “Pagi tadi, ada lima orang yang bertahan di barak. Lainnya kembali ke atas untuk bekerja mencari rumput,” ucap dia.

Sementara itu, di Barak Purwobinangun tercatat ada sebanyak 145 pengungsi yang berasal dari Padukuhan Turgo, Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Sleman.

Berdasarkan data yang diperoleh, ada 73 laki-laki, 72 perempuan, 3 balita, 1 ibu hamil, 15 lansia laki-laki serta 11 lansia perempuan.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Joko Supriyanto mengungkapkan, warga Turgo, Kapanewon Pakem memang diminta mengungsi. “Ditakutkan ada kemungkinan letusan Merapi yang lebih besar,” kata Joko. []

Berita terkait
Abdi Dalem Keraton Yogyakarta Pelestari Seni dan Budaya
Seorang abdi dalem Keratoon Yogyakarta, KRT Purwodiningrat mengalihaksarakan naskah kuno keraton agar bisa dipelajari khalayak umum.
Elang Buta Terancam Kelaparan Karena Pandemi di Kulon Progo
Sebanyak 152 ekor satwa yang sedang direhabilitasi di Wild Rescue Center (WRC) Jogja terancam kelaparan dan tak terawat akibat pandemi.
Bisnis Kuliner yang Tidak Bikin Capek di Sleman
Pandemi membuat sebagian pelaku usaha banting setir. Salah satu usaha yang dinilai berpeluang adalah usaha kuliner.