Elang Buta Terancam Kelaparan Karena Pandemi di Kulon Progo

Sebanyak 152 ekor satwa yang sedang direhabilitasi di Wild Rescue Center (WRC) Jogja terancam kelaparan dan tak terawat akibat pandemi.
Seekor elang ular bido yang buta dan sedang direhabilitasi di Wildlife Rescue (WRC) Jogja di Kulon Progo. (Foto: Tagar/ Ist/Dok WRC Jogja)

Kulon Progo – Lengkingan keras khas suaara Siamang menyambut saat memasuki halaman depan Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja, Rabu siang, 27 Januari 2021. Suara binatang lain pun sesekali menyahut teriakan keras dari primata tersebut.

Suasana di tempat itu, Jl Pengasih-Nanggulan, Derwolo, Sendangsari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, sangat sejuk. Rimbun dedaunan dari pepohonan besar sedikit menghalangi cahaya matahari yang mencoba mengintip dari sela-sela.

Lokasinya yang terletak di antara perbukitan menjadi tempat yang cocok sebagai tempat rehabilitasi satwa liar. Kelok jalan yang tak jarang menanjak dan menurun menjadi pemandangan unik tersendiri sebelum tiba di lokasi itu.

Cerita Satwa 2Seekor Owa yang dirawat dan direhabilitasi di WRC Jogja sebelum dilepasliarkan. (Foto: Tagar/Ist/Dok WRC Jogja)

Setidaknya ada 152 ekor satwa yang direhabilitasi WRC Jogja. Mereka dirawat dan dipelihara di situ sebagai persiapan untuk dilepasliarkan ke habitat asalnya.

Tertatih Dihempas Pandemi

Seorang pemuda berusia 28 tahun muncul dari kawasan konservasi. Separuh wahjahnya tertutup masker. Reza Dwi Kurniawan, pemuda itu, adalah Manager Konservasi WRC Jogja. Dia menemani dua pemuda lain yang baru saja memotret kegiatan para perawat dan satwa di sana.

Setelah duduk sejenak, Reza menceritakan sejarah dan kegiatan WRC sejak terbentuk pada tahun 2003 dengan nama Pusat Penyelamatan Satwa Jogja (PPSJ). Pada tahun 2010 terjadi pergantian manajemen dan perubahan nama menjadi WRC Jogja.

“Jadi WRC ini kepanjangannya Wild Rescue Center, kita adalah sebuah pusat rehabilitasi satwa liar di bawah naungan Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta, kita bekerja sama dengan Blai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta,” ucapnya menjelaskan.

Kini, lanjut Reza, WRC Jogja merawat dan merehabilitasi 152 satwa dari berbagai jenis, mulai dari burung kakatua, elang, orangutan, siamang, beruang, kura-kura, burung kasuari, hingga buaya.

Operasional per bulan sekitar Rp 100 juta. Sebelumnya pendanaan kita berasal dari volunteer berbayar.

Ratusan satwa itu dirawat oleh 25 pekerja di lahan seluas 13,9 hektare, dengan anggaran operasional yang harus dikucurkan sekitar Rp 100 juta per bulan.

“Operasional per bulan sekitar Rp 100 juta. Sebelumnya pendanaan kita berasal dari volunteer berbayar, di mana teman-teman dari luar negeri yang mau menjadi relawan membayar sekaligus berdonasi,” ucapnya menambahkan.

Namun semua berubah saat pandemi Covid-19 melanda. Sejumlah kebijakan seperti penutupan akses masuk dari luar negeri, tidak boleh ada kerumunan, dan sejumlah kebijakan lain yang berakibat terhentinya donasi dan pemasukan WRC Jogja.

Cerita Satwa 3Siamang berukuran sedang yang sedang menjalani rehabilitasi di WRC Jogja. (Foto: Tagar/Ist/Dok WRC Jogja)

Kata Reza, pada tahun 2020 kondisi keuangan WRC Jogja hampir kritis, namun pihaknya mencoba menggalang dana dari sejumlah pihak lain yang peduli terhadap satwa-satwa itu.

“Tahun lalu kta hampir kritis, tapi kita coba bercerita ke teman-teman, kita ada partner juga dan kita coba mulai galang dana dari crowd funding, seperti kitabisa dll, dan ada juga bantuan dari BKSDA Yogyakarta,” kata Reza melanjutkan.

Selain itu, dari beberapa NGO lain pun turut membantu pendanaan agar konservasi tetap berjalan dan satwa yang ada bisa bertahan. “Kita masih bisa bertahan. Sampai akhirnya tahun ini kita bener-bener kritis.”

Asa yang sempat bangkit pada tahun 2020 dengan adanya wacana vaksinasi kembali harus luntur perlahan. Vaksinasi Covid-19 baru berjalan pada awal tahun dan penutupan akses masuk dari luar negeri masih berlaku.

“Kemarin kita mikirnya vaksin sudah keluar jadi 2021 Insya Allah ada jalan, tapi ternyata malah imigrasi tutup awal tahun, bule tidak bisa masuk, vaksin juga baru berjalan, dan malah kasus positif tembus satu juta.”

Income belum ada masuk, jadi kita benar-benar lagi di ujung tanduk,” ujarnya menambahkan.

Meski demikian, para petugas di WRC Jogja tetap bertahan. Para perawat satwa, dokter hewan, dan petugas lain tetap bekerja dan berusaha melakukan yang terbaik untuk para satwa tersebut.

Cerita Satwa 4Seorang petugas di Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja menyiapkan makanan untuk satwa di sana. (Foto: Tagar/Ist/Dok WRC Jogja)

“Membersihkan kandang, merawat, memberi makan. Tapi kita sudah cut beberapa biaya operasional, seperti glove misalnya, kita menggunakan yang bisa dicuci, masker menggunakan kain, dan beberapa hal kita tekan.”

Penekanan biaya dilakukan tanpa melupakan sisi konservasinya dan tetap mengutamakan kesejahteraan satwa.

Ke depannya, kata Reza, pihaknya berencana untuk tetap menggalang dana, termasuk berusaha mencari donor dari lembaga atau perusahaan yang mau berbaik hati membantu. Dia mengakui kondisi saat ini memang sangat sulit karena semua sektor terdampak pandemi. Namun WRC Jogja merasa memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan dan perawatan 152 satwa yang masih ada di sana.

“Kita berusaha mencari upaya dengan segala cara, tapi sampai saat ini belum ada titik terang,” tuturnya.

Kondisi Satwa

Kondisi satwa yang ada di WRC Jogja cukup beragam. Sebagian mereka dalam keadaan sehat, meski ada juga yang datang sudah dalam kondisi cacat permanen, seperti seekor elang ular bido yang diberi nama Buto.

Kata Reza, Buto datang dalam kondisi buta, sehingga dilakukan perawatan khusus, termasuk dalam pemberian makan. Para animal keeper di WRC Jogja bahkan harus telaten menyuap Buto agar bisa makan.

“Makannya harus disuap, biasanya dikasih anak tikus atau kadal,” kata Reza.

Selain Buto, ada beberapa satwa lain yang kondisinya cacat permanen dan tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan ke habitat asli mereka. Jika dilepasliarkan, kemungkinan besar satwa-satwa itu akan mati oleh seleksi alam, seperti dimangsa oleh predator.

Selain cacat permanen, jenis satwa lain yang belum bisa dilepasliarkan adalah mereka yang belum bisa beradaptasi dengan alam, misalnya satwa yang sejak kecil dipelihara oleh manusia. Mereka akan kesulitan dalam mencari makanan.

“Ada juga beberapa satwa yang mungkin dilepasliarkan, jadi kita optimalkan agar nantinya bisa kembali ke alamnya,” ujarnya melanjutkan. Di 2020 kita melepasliarkan 17 satwa, di antaranya merak hijau ke Baluran, buaya ke Way Kambas, ada beberapa elang ke Taman Nasional Baluran.”

Jumlah satwa yang saat ini sebanyak 152 ekor, lanjutnya, bisa berubah sewaktu-waktu, sebab ada kemungkinan datangnya satwa lain ke tempat itu. Mayoritas satwa di WRC Jogja berasal dari BKSDA, biasanya merupakan hasil sitaan BKSDA, ada juga yang tadinya dipelihara oleh warga namun ketahuan oleh pihak BKSDA dan disita.

Cerita Satwa 5Reza Dwi Kurniawan, 28 tahun, Manager Konservasi Wildlife Rescue Center (WRC) Jogja. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Ada juga warga masyarakat yang berinisiatif untuk menyerahkan secara sukarela ke sini,” tuturnya.

Bukan hanya merawat satwa yang dilindungi, WRC Jogja juga memiliki program edukasi berupa penyuluhan kepada warga, penyuluhan ke beberapa sekolah, mulai dari tingkat SD hingga SMA.

Hasil dari program edukasi itu cukup terlihat. Kata Reza, sebagian masyarakat yang tinggal di sekitar WRC Jogj sudah tahu bahwa kalau ada satwa yang dilindungi oleh negara tidak boleh dipiara dan diperjualbelikan. Biasanya mereka akan membawanya ke tempat itu.

“Tapi ada juga masyarakat yang ingin memelihara untuk prestise, Satwa liar ini kan eksotis ya.”

Selama pandemi program edukasi tersebut tidak terhenti. Pihak WRC Jogja melakukannya secara daring atau online, berupa webinar melalui zoom meeting dengan kampus dan sekolah.

“Fokus utama kita adalah mengembalikan insting liar mereka agar bisa kembali ke alamnya, ke habitatnya.” []

Berita terkait
Bisnis Kuliner yang Tidak Bikin Capek di Sleman
Pandemi membuat sebagian pelaku usaha banting setir. Salah satu usaha yang dinilai berpeluang adalah usaha kuliner.
Mie Ayam Yogyakarta Racikan Bule Belanda di Bekas Garasi
Seorang bule dari Belanda membantu suaminya menjual mie ayam menjadi viral di Yogyakarta. Ini cerita lengkap Charlotte tentang usahanya.
Pestisida dari Tanaman Obat Buatan Profesor Pisang di Bantul
Seorang petani di Dusun Ponggok, Desa Sidomulyo,Bambanglipuro, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta menbuat pestisida dari tanaman obat.
0
Dua Alasan Megawati Belum Umumkan Nama Capres
Sampai Rakernas PDIP berakhir, Megawati Soekarnoputri belum mengumumkan siapa capresnya di Pilpres 2024. Megawati sampaikan dua alasan.