Jakarta - Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai Ketua Umum Partai Demokrtat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memiliki kans untuk masuk ke dalam jajaran menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kalau AHY diberi peluang (masuk kabinet), menurut saya sangat produktif," kata Emrus, di Jakarta, Kamis, 9 Juli 2020.
Sebelumnya, AHY melakukan safari politik dengan menyambangi Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Kamis 25 Juni 2020 malam. Dalam kunjungan tersebut AHY bersama jajaran pengurus Demokrat disambut Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Kemudian pada Rabu, 8 Juli 2020, AHY kembali melakukan safari politiknya untuk mengunjungi kantor DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). AHY ditemui langsung oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Dalam pertemuannya dengan Muhaimin, AHY membahas kemungkinan koalisi di beberapa daerah dalam pilkada 2020.
Baca juga: Reshuffle Bergema, Yasonna Mendadak Ekstradisi Maria
Menurut Emrus, safari politik yang dilakukan AHY ke sejumlah tokoh tersebut jelas bermakna politis. Berdasarkan teori komunikasi politik, kata dia, pertemuan antartokoh politik jelas mengandung pesan komunikasi yang berkaitan dengan politik dan kekuasaan.
"Artinya, hubungan antartokoh politik sudah mencair. Arahnya bisa saja berkaitan 'reshuffle' hingga persiapan (Pilpres) 2024. Itu hanya mereka yang tahu," kata Direktur Eksekutif Emrus Corner tersebut.
Selain itu, wacana AHY masuk kabinet Indonesia Maju juga menguat. Emrus mengatakan bisa saja AHY masuk pada reshuffle kabinet setelah isu tersebut diembuskan langsung oleh presiden.
Menurut Emrus, jika AHY didapuk jadi menteri sebenarnya bisa menguatkan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dan masyarakat tidak perlu khawatir kekuatan oposisi akan melemah.
"Ya, tentu harus ditempatkan di posisi yang sesuai dengan kapabilitasnya," ujarnya.
Terkait kekuatan oposisi, Emrus menjelaskan perubahan zaman menjadikan media sosial (medsos) sebagai kekuatan oposisi yang luar biasa terhadap jalannya pemerintahan.
"Teori yang mengatakan kekuatan oposisi ditentukan kursi di DPR juga sudah berubah di zaman sosmed seperti sekarang. Itu kan dulu zaman belum ada sosmed," katanya.
Baca juga: Pengamat: Reshuffle Tidak Jadi, Rakyat akan Kecewa
Sekarang berbeda, kata dia, sebab kekuatan masyarakat melalui sosmed tak kalah dahsyat dibandingkan partai politik dalam melakukan check and balance terhadap pemerintahan.
"Jadi, seandainya parpol di oposisi cuma tinggal satu. Katakanlah, misalnya saja tinggal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tidak masalah. Justru ini menguntungkan oposisi karena di-'back up' kekuatan sosmed," tutur Emrus. []