Salah Ketik PP Bisa Ubah UU, PAN: Pemerintah Bobrok

Ketua DPP PAN Yandri Susanto menilai pemerintah bobrok jika sengaja salah mengetik PP bisa ubah UU dalam Omnibus Law.
Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Selasa 18 Februari 2020. (Foto: Tagar/Fernandho P)

Jakarta - Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto menilai pemerintah bobrok jika sengaja salah mengetik Omnibus Law yang diajukan ke DPR. Utamanya Pasal 170 draf RUU Cipta Kerja yang mengatur peraturan pemerintah (PP) dapat membatalkan Undang-Undang.

Kalau itu disengaja, waduh, terlalu bobrok pemerintah untuk mengajukan itu ke DPR.

Kesalahan pengetikan dalam RUU Cipta Kerja itu diutarakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Menurut Yandri, dengan demikian berarti pemerintah tidak paham struktur perundang-undangan.

"Terlalu gegabah pemerintah. Berarti pemerintah kan enggak paham struktur perundang-undangan yang ada di republik ini. Dan itukan perintah Undang-Undang Dasar, enggak mungkin. Kalau itu disengaja, waduh, terlalu bobrok pemerintah untuk mengajukan itu ke DPR," kata dia di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2020.

Dia menegaskan, jika itu merupakan faktor kesengajaan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera memanggil tim Omnibus Law. Kesalahan ini, kata dia, mempermalukan pemerintah.

"Kalau itu disengaja, Pak Jokowi perlu memanggil Tim Omnibus Law-nya pemerintah. Mana mungkin PP bisa disejajarkan dengan Undang-undang, enggak bisa," ujarnya.

Yandri menjelaskan, jika ingin RUU di Omnibus Law tidak bertolak-belakang, yang perlu dilakukan harus tetap pada tahapan tata cara UU No. 11 Tahun 2012.

Rancangannya, kata dia, melibatkan seluruh stakeholder, masyarakat umum, akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan media guna memfasilitasi keterbukaan.

"Enggak boleh ada pembahasan 'simsalabim', tidak boleh pembahasan misalkan secara tertutup terus menerus. Tidak boleh misalkan tanpa melihat fakta di lapangan. Itu harus ada kunjungan ke daerah dan kampus-kampus. Kalau itu yang dilakukan, maka kontrol di masyarakat akan berjalan," kata dia.

Namun, jika pembentukan UU hanya melibatkan pemerintah dan DPR, kata Yandri, maka draft dan mekanismenya tak berjalan sebagaimana mestinya. "Ya pasti banyak bolongnya nanti. Maka kontrol masyarakat menjadi ujian. Nah sekarang pertanyaannya, apakah masyarakat mau peduli enggak dengan ini, media mau peduli enggak dengan ini. Kalau enggak ya, kalau sudah diketok ya itu berlaku untuk semua pihak," ucap dia.

Maka Yandri berharap, pemerintah dan DPR tetap menginventarisir dan mengundang sejumlah elemen masyarakat dan akademisi untuk membentuk aturan dalam sebuah kebijakan.

"Tidak boleh menganggap persoalan ini gampang, kalau tidak ini bisa menjadi bencana konstitusi kita kalau kita tidak hati-hati. Artinya niatnya yang mau menyederhanakan, merampingkan, memudahkan, mempercepat, itu justru tidak akan menjawab," katanya.

Ketua Komisi VIII DPR ini menambahkan, Omnibus Law yang terlontar pertama kali oleh Jokowi dalam debat Calon Presiden 2019 merupakan tantangan bagi pemerintah dalam menyiapkan dan menyusun tiap pasalnya. Dia mengatakan, jangan sampai dalam perjalanannya sebelum disahkan menimbulkan kontroversi.

"Nah, Omnibus Law ini, tentu tantangannya Pak Jokowi, gimana kesiapan pemerintah, itu yang harus kita pertanyakan, siap enggak. Jadi jangan dijadikan ini seperti proyek besar tapi amburadul. Jangan ini dijadikan seperti bahan bacakan tapi enggak siap meramunya dengan baik," tutur Yandri. []

Berita terkait
Jansen Sitindaon Kesal, Yasonna Salah Ketik Pasal
Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon nampak kesal dengan pernyataan Menkumham Yasonna Laoly yang mengaku salah ketik pasal Omnibus Law.
KSPI Sebut RUU Cipta Kerja Bakal Sedot Pekerja Asing
KPSI menyebut Omnibus Law RUU Cipta Kerja bakal memicu banyaknya pekerja asing yang masuk ke Indonesia.
Omnibus Law RUU Cipta Kerja Hapus Pesangon
KSPI menyebut Omnibus Law Cipta Kerja bakal menghapus pesangon untuk para pekerja.