Untuk Indonesia

Saatnya Bersihkan PNS Demi Masa Depan Indonesia

Satu di antara penyakit kronis bangsa Indonesia mental PNS-nya. Dari pusat sampai daerah. Tulisan opini Eko Kuntadhi.
ILustrasi - PNS. (Foto: Tagar/Regita Putri)

Oleh: Eko Kuntadhi*

Satu di antara penyakit kronis bangsa ini adalah mental PNS-nya. Dari pusat sampai daerah. Belum lama ini Presiden Jokowi mengeluhkan aturan dan izin investasi yang berbelit sehingga ekonomi sulit berkembang.

Mendagri pernah membatalkan ribuan Perda yang dianggap menghambat kemajuan. Termasuk menghambat investasi. Ini adalah langkah untuk kemajuan daerah. Apa lacur. Pemda-pemda gak suka kewenangannya dibatasi. Mereka mengajukan uji materi ke MK.

Hasilnya MK memutuskan Mendagri tidak punya wewenang untuk membatakkan Perda. Padahal di sinilah inti masalah ekonomi kita. Pemimpin daerah seringkali bertindak bagai raja-raja kecil. Justru memanfaatkan kedudukan untuk mengeruk rente. Salah satu rentenya dengan mempersulit izin usaha.

Perilaku ini berimbas pada rakyat. Semestinya potensi ekonomi daerah bisa digenjot dan memakmurkan rakyat, nyatanya hanya memakmurkan sebagian elit daerah saja.

Bukan hanya itu, kinerja birokrasi yang diisi oleh PNS tidak berkualitas juga sering jadi kendala. PNS kerja tanpa target. Asal-asalan saja. Sebab sistem penilaian kinerja tidak didasarkan pada prestasi.

Mungkin karena geregetan, kemarin Presiden Jokowi menerbitkan mekanisme baru tentang penilaian kinerja PNS. Tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS.

Salah satu poin dalam aturan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo 26 April lalu tersebut, adalah soal pemberhentian PNS. Dalam aturan tersebut, PNS tidak hanya bisa diberi penghargaan maupun diangkat ke posisi jabatan yang lebih tinggi, tapi juga bisa diberhentikan.

Tolok ukur yang dijadikan penilaian kinerja PNS, salah satunya perilaku kerja mereka. Pejabat penilai kinerja memberikan penilaian terhadap unsur perilaku kerja PNS dengan bobot penilaian sebanyak 60 persen.

Sebetulnya problem pada PNS kita bukan hanya soal kinerjanya. Tapi juga soal ideologi mereka. Kita tahu, birokrasi dan instansi peemerintah adalah salah satu wadah paling subur tumbuhnya ideologi intoleran yang bertentangan dengan semangat Pancasila.

Nilai tersebut nantinya dituangkan dalam dokumen penilaian kinerja. Dari hasil penilaian tersebut, PNS yang mendapatkan penilaian kinerja dengan predikat sangat baik selama dua tahun berturut-turut dapat diberikan penghargaan berupa prioritas untuk diikutsertakan dalam program kelompok rencana suksesi pada instansinya.

Sebetulnya problem pada PNS kita bukan hanya soal kinerjanya. Tapi juga soal ideologi mereka. Kita tahu, birokrasi dan instansi peemerintah adalah salah satu wadah paling subur tumbuhnya ideologi intoleran yang bertentangan dengan semangat Pancasila.

Anggaplah PNS adalah wajah pelayan Indonesia. Merekalah orang yang paling tahu ke mana biduk pemerintahan ini akan diarahkan. Semestinya mereka adalah orang yang paling berkepentingan untuk menjaga ideologi negara dari kerusakan.

Yang terjadi seringkali sebaliknya. PNS-PNS kerasukan HTI dan ajaran Islam garis keras. Mereka justru banyak yang menjadi agen khilafah. Bahkan yang paling membuat miris penyakit ini juga diderita banyak guru. Tenaga pengajar kita yang salah satu tugasnya mentransformasi pengetahuan anak didik justru menjadi agen penyebar ajaran yang bertentangan dengan dasar negara.

Jika PNS sebagai representasi negara saja berperilaku tidak menghormati ideologi bangsanya, bagaimana mungkin rakyat kebanyakan tidak terpengaruh. Apalagi bagi rakyat di pelosok yang masih memandang PNS adalah priyayi yang kudu digugu (harus ditaati).

Artinya, problem besar PNS bukan hanya kinerjanya yang masih amburadul. Juga ketahanan ideologi bangsa yang perlu dipertanyakan. Belum lagi ditambah perilaku korupsi dan kepala-kepala daerah pemburu rente.

Tantangan bangsa ini ke depan bergantung dari seberapa jauh kecintaan rakyat pada negaranya. Mestinya PNS berdiri sebagai garda depan pengejawantahan ideologi negara. Kalau PNS-nya saja banyak yang dukung khilafah dan beridelogi takfiri ini sangat berbahaya bagi masa depan bangsa.

Kita berharap bleid aturan tentang penilaian PNS juga menghitung unsur ideologis ini dalam penilaian. Kita bukan hanya butuh PNS yang bisa kerja. Juga butuh PNS yang loyal pada Indonesia.

Sudah saatnya dilakukan pembersihan besar-besaran di tubuh PNS dari unsur yang merusak. Bukan apa-apa. Masa depan dan wajah bangsa Indonesia sangat bergantung pada kinerja mereka.

Kita perlu terus mendorong agar orang berbatik Korpri itu lebih merasa membawa nama Indonesia ke mana-mana. Di pundaknya ada beban. Bukan hanya amanah kerja. Tetapi juga beban bahwa mereka adalah representasi negara.

Masa iya, mereka jadi agen khilafah. Itu namanya PNS ngaco!

*Penulis adalah Pegiat Media Sosial

Baca juga:





Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.