RUU Omnibu Law Cipta Kerja Bakal Disahkan, Buruh Siap Mogok

Badan Legislasi DPR dan pemerintah Minggu malam menyepakati RUU Omnibus Law Cipta Kerja untuk bisa disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna.
Presiden KSPI Said Iqbal yang hendak menggugat Gojek lantaran PHK 430 pegawai. (foto: demokrasi.co.id).

Jakarta - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah semalam, Minggu 3 Oktober 2020 menyekapati Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibu Law Cipta untuk bisa disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna. Dua fraksi menolak RUU disahkan menjadi UU yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi Partai Demokrat.

Pembahasan untuk pengesahan RUU Cipta Kerja langsung mendapat reaksi penolakan dari para buruh. Mereka siap menggelar aksi mogok nasional.

Terhadap tujuh hal yang lainnya, buruh Indonesia menolak keras dan tidak menyetujui hasil kesepakatan tersebut.

Sebanyak 32 federasi dan konfederasi di Indonesia memutuskan akan menggelar aksi unjuk rasa secara nasional. Berbagai elemen serikat pekerja yang lain juga menyatakan dukungannya dan siap ikut aksi mogok. 

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan mogok nasional sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Ditambah UU No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.

“Dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” ujar Said Iqbal seperti dikutip dari portal KSPI.

Menurutnya, ada 10 isu yang diusung oleh buruh dalam menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Kesepuluh isu tersebut adalah berkaitan dengan PHK (pemutusan hubunga kerja), sanksi pidana bagi pengusaha, TKA (tenaga kerja asing), UMK (upah minumum kota/kabupaten) dan UMSK (upah minimum sektoral kota/kabupaten), pesangon, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, waktu kerja, cuti dan hak upah atas cuti, serta jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak outsourcing.

“Sepuluh isu tersebut telah dibahas oleh pemerintah bersama Panja Baleg RUU Cipta Kerja DPR RI selama 5-7 hari dan sudah menghasilkan kesepakatan,” ujar Said Iqbal.

Dari 10 isu yang disepakati oleh pemerintah dan DPR, KSPI mencermati tiga isu yaitu PHK, sanksi pidana bagi pengusaha, dan TKA dikembalikan sesuai dengan isi UU 13/2003. Jika demikian kesepakatannya, buruh setuju.

"Namun terhadap tujuh hal yang lainnya, buruh Indonesia menolak keras dan tidak menyetujui hasil kesepakatan tersebut," kata Said Iqbal. 

Upah minimum yang diberlakukan tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya.

Demo BuruhIring-iringan massa aksi saat meninggalkan lokasi unjuk rasa. (Foto: Tagar/Nurul Yaqin).

Tujuh Kesepakatan yang Ditolak Buruh

Pertama. UMK bersyarat dan UMSK dihapus. Buruh menolak keras kesepakatan ini. Menurut Said Iqbal, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. "Sebab, UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya," katanya.

Kata Said Iqbal, tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya. Kalau diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan upah minimum di Vietnam.

Selain itu, UMSK harus tetap ada. Sebab tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk.

“Karena itulah di seluruh dunia ada, upah minimum sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap produk domestik bruto (PDB) negara,” katanya.

Said Iqbl mengusulkan, sebagai jalan tengah, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK bisa dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja. Jadi UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada keadilan. Sedangkan perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional.

“Jadi upah minimum yang diberlakukan tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK,” ujar Said Iqbal.

Kedua, buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

Menurut Said Iqbal, nilai pesangon yang berkurang, walaupun dengan skema baru yaitu 23 bulan upah dibayar pengusaha dan 9 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal. "Tanpa membayar iuran tapi BPJS membayar pesangon buruh 9 bulan, dari mana BPJS mendapat sumber dananya?"

Ketiga. mengenai PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu) atau kontrak seumur hidup tidak ada batas waktu kontrak. Dalam hal ini, buruh menolak PKWT seumur hidup.

Keempat mengenai outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing. Padahal sebelum, outsourcing dibatasi hanya untuk lima jenis pekerjaan. Buruh menolak outsourcing seumur hidup.

"Karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup menjadi masalah serius bagi buruh. Dan ini akan dilakukan penolakan besar-besaran," katanya.

Ia  mempertanyakan, siapa yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing? Sebab tidak mungkin buruh membayar kompensasi untuk dirinya sendiri dengan membayar iuran JKP.

Apalagi buruh outsourcing, siapa yang akan membayar JKP-nya? Sebab mustahil agen outsourcing bersedia membayar JKP buruh. Apalagi kalau outsourcing dikontrak agen di bawah 1 tahun atau perusahaan pengguna pekerja outsourcing mengembalikan ke agen sebelum habis masa kontraknya, makin tidak jelas siapa yang harus membayar JKP-nya?

"Belum lagi, siapa yamg membayar upah sisa kontrak dari karyawan kontrak dan pekerja outsourcing kalau kontraknya diputus di tengah jalan sebelum habis masa kontrak yang diperjanjikan pengusaha? Apakah pengusaha atau agen outsourcing mau membayar?," kata Said Iqbal.

Dalam RUU Cipta Kerja disebutkan, buruh kontrak yang mendapat konpensasi adalah yang memiliki masa kerja minimal satu tahun. Pertanyaannya, bagaiamana kalau pengusaha hanya mengontrak buruh di bawah satu tahun? Berarti buruh kontrak tidak akan mendapatkan konpensasi.

Said Iqbal menambahkan, satu hal yang pasti, dengan DPR setuju dengan karyawan kontrak dan pekerja outsourcing seumur hidup berarti no job security atau tidak ada kepastian kerja bagi buruh Indonesia. Lalu di mana kehadiran negara dalam melindungi buruh Indonesia termasuk melindungi rakyat yang masuk pasar kerja tanpa kepastian masa depannya dengan dikontrak dan outsourcing seumur hidup.

“Sekarang saja jumlah karyawan kontrak dan outsourcing berkisar 70 persen sampai 80 persen dari total buruh yang bekerja di sektor formal. Dengan disahkannya omnibus law, apakah mau dibikin 5 persen hingga 15 persen saja jumlah karyawan tetap? No job security untuk buruh Indonesia, apa ini tujuan investasi?” tutur Said Iqbal.

Kelima mengenai waktu kerja tetap eksploitatif. Buruh menolak jam kerja yang eksploitatif. Keenam soal hak cuti hilang dan hak upah atas cuti hilang. Cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan terancam hilang, karena hak upahnya atas cuti tersebut hilang. Begitu pun dengan cuti panjang dan hak cuti panjang, juga berpotensi hilang.

Ketujuh dari RUU Omnibus Law soal karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi mereka hilang.

“Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak dua juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” ucap Said Iqbal. []

Berita terkait
Ganjar - Rachmat Gobel Bahas IKM hingga Omnibus Law
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel mengunjungi Jawa Tengah. Bertemu Gubernur Ganjar Pranowo, ia membahas industri kecil menengah hingga Omnibus Law.
CSIS: Omnibus Law RUU Ciptaker Perluas Lapangan Kerja
Pengamat ekonomi-politik CSIS Yose Rizal Damuri menilai keberadaan Omnibus Law RUU Ciptaker akan perlusa lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.
Webinar GMKI Minta Cluster Tenaga Kerja Ditarik dari Omnibus Law
GMKI menggelar diskusi virtual dengan tema “Ciptakerja Ditunda, PHK Melanda, Prakerja Waspada”. Hasilnya, minta cluster tenaga kerja ditarik.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.