Rujak Simpang Jodoh, Goyang dan Ulek Pembeda Rasa

Bagi masyarakat yang bermukim di Kota Medan maupun Kabupaten Deli Serdang, pasti tidak asing rujak ulek Simpang Jodoh Tembung
Penjual rujak ulek berderet di Simpang Jodoh, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. (Foto: Tagar/Reza Pahlevi)

Medan - Bagi masyarakat yang bermukim di Kota Medan maupun Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, pasti tidak asing lagi dengan yang namanya rujak ulek tradisional Simpang Jodoh Tembung.

Puluhan pedagang rujak ulek berderet di sini, tepatnya di Jalan Stasiun, Pasar VII Tembung, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Jaraknya hanya beberapa ratus meter dengan perbatasan Kota Medan.

Ibu-ibu yang mayoritas berusia di atas 30 tahun berdagang rujak ulek sudah turun-temurun, mulai orang tua bahkan nenek mereka sejak tahun 1970-an.

Artikel lainnya: Rujak Kelapa, Kuliner Khas Wonogiri Hampir Punah

Bedanya, dulu hanya menggunakan meja dan kursi sederhana. Namun sekarang sudah memiliki steling yang lebih modern. Begitu juga dengan penerangan, dulu setiap sore atau malam hari mereka menggunakan lampu teplok (lampu senter) sekarang sudah menggunakan listrik.

Setiap harinya, pedagang selalu memanggil pengendara yang melintas dan berharap singgah membeli rujak. Buah segar dipajang di atas atau di depan steling lengkap dengan nama pemilik jualan.

"Rujaknya ibu, rujaknya bapak, rujaknya dek," kata Suri, salah satu pedagang rujak ulek memanggil setiap calon pembeli, Jumat 14 Juni 2019 sore.

Rasa rujak ulek di Simpang Jodoh ini dapat dipastikan berbeda dengan di tempat lain. Ada resep tambahan sehingga melahirkan perbedaan itu. Misalnya, memakai pisang batu saat menggiling bumbu.

Dengan dicampurnya pisang batu dalam gilingan kacang tanah, gula merah, cabai dan lainnya dapat membuat bumbu semakin berasa kental dengan cita rasa yang berbeda serta tidak mudah basi.

Artikel lainnya: Kerang Panggang Pulut, Kuliner Bergizi dari Belawan

Bumbu rujak ini awet sampai 30 hari jika dimasukkan ke dalam kulkas. Harga per satu bungkus juga relatif murah, sebesar Rp 15.000. Porsinya banyak, buahnya lengkap.

Kemudian, yang membuat cita rasa berbeda yaitu pada ulek-kannya atau menggiling bumbu. Itu juga yang membuat ibu-ibu pedagang rujak tetap tekun.

"Cita rasa tergantung tangan orang yang jualan dan cara menggiling bumbunya, serta goyangannya. Kalau ngak goyang mana bisa mengulek bumbu kacangnya," kata pedagang lain, Paet dan Sarisa.

Dalam sehari, pedagang bisa menjual sebanyak 50 sampai 100 bungkus, tergantung situasi dan kondisi.

"Jika hari libur, Sabtu dan Minggu penjualan bisa meningkat, apalagi kalau di tanggal muda banyak orang yang gajian, itu bisa penjualan sampai 100 bungkus," sambung Suri yang meneruskan jualan ibu dan neneknya.

Ketika ditanya buah segar yang dipajang didapat dari mana, Suri mengaku ada toke menitipkan kepada mereka.

Artikel lainnya: Nikmatnya Mi Kocok Geurugok, Kuliner asal Bireuen

"Masing-masing buah berbeda tokenya. Semua pedagang rujak di sini hampir sama semua toke buahnya. Bayar buahnya juga harian, kalau sudah malam toke buah akan menagihnya kemari," tutur Suri.

Pembeli rujak ulek, Eva mengaku sudah menjadi pelanggan setia Simpang Jodoh. Ia hampir setiap akhir bulan membeli rujak.

"Berbeda rasa rujak di sini dengan di tempat lain. Terkadang kalau beli di tempat lain, bumbunya tidak sekental di sini. Ada juga bumbu kacangnya berwarna pudar, beda lah rasanya kalau beli di sini," ungkapnya. []

Berita terkait