Surabaya - Rencana Pemerintah Kota Surabaya akan memulai kegiatan belajar mengajar untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) mendapat respon dari pakar epidemiologi dan Ikatan Dokter Indonesia. Pakar dan IDI pun memberikan masukan kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelum membuat keputusan membuka kembali sekolah.
Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) dr. Windhu Purnomo mengingatkan bahwa angka Rate of Transmission atau tingkat penularan Covid-19 masih fluktuatif. Untuk itu, Pemkot Surabaya diminta tak buru-buru membuka sekolah dulu.
Kriteria WHO dan Bappenas, tingkat penularan yang simbolnya RT harus di bawah satu selama 14 hari berturut-turut.
Windhu menegaskan jika Risma mengizinkan pembelajaran tatap muka, maka sebaiknya memperhatikan beberapa pertimbangan. Mengingat Surabaya masih berada di zona merah Covid-19. Pertimbangan pertama adalah tingkat penularan harus di bawah angka satu.
"Kriteria WHO dan Bappenas, tingkat penularan yang simbolnya RT (Rate of Transmission) harus di bawah satu selama 14 hari berturut-turut," ujar Windhu, Selasa, 4 Agustus 2020.
Baca juga:
- Dua SMPN di Surabaya Mulai Simulasi Belajar Mengajar
- Pemkot Surabaya Kaji Membuka Kembali Sekolah
- 21 SMP di Surabaya Akan Mulai Belajar Tatap Muka
Selain rate of transmission, angka sebaran pasien positif harus rendah. Mengingat selama ini penambahan pasien positif per harinya masih tinggi. Begitu juga dengan tingkat kematian akibat Covid-19 di Surabaya yang terbilang tinggi.
"Surabaya masih tinggi sekitar 8,9 persen, padahal nasional kurang 4,5 persen. Sedangkan WHO targetnya 2 persen. Jadi tingkat keamanan Surabaya masih jauh," tuturnya.
Sebelum membuka belajar tatap muka, Pemkot harus mengkaji aktivitas murid mulai dari berangkat dari rumah hingga pulang sekolah. Baik yang diantar orang tua maupun naik kendaraan umum.
"Berangkat dari rumah menuju sekolah itu pasti ada yang naik transportasi umum dan itu berisiko tinggi karena sering tidak jaga jarak," tuturnya.
Begitu juga halnya ketika pulang sekolah, anak didik belum tentu langsung masuk ke rumahnya masing-masing, mengingat terkadang keluyuran terlebih dulu. Untuk itu, Windhu pesimis Pemkot Surabaya bisa mengawasi anak didik mulai berangkat sampai pulang sekolah
Windhu mengingatkan Satuan tugas Covid-19 pusat sendiri telah menyatakan bahwa daerah zona hijau Covid-19 diperbolehkan belajar tatap muka terlebih dahulu adalah SMA. Ia sependapat dengan kebijakan Satgas Pusat tersebut karena murid SMA lebih dewasa untuk kepatuhan protokol kesehatan.
"Kalau SMA setelah dievaluasi bagus baru SMP, lanjut SD," kata dia.
Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia Surabaya, dr Brahmana Askandah juga memberikan catatan kepada Pemkot Surabaya jika ingin memulai membuka kegiatan belajar mengajar untuk tingkat SMP.
Salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah riwayat penyakit orang tua dan juga guru. Ia menilai hal tersebut perlu didata apakah orang tua dan guru tidak memiliki penyakit penyerta atau komorbid.
"Anak-anak bisa saja terpapar Covid-19 dan tidak memiliki gejala. Namun ini sangat berbahaya bagi orang tuanya di rumah, apalagi kalau memiliki riwayat komorbid," ujarnya.
Brahmana menambahkan menyarankan jika ada orang tua siswa memiliki komorbid bisa mengikuti sistem belajar dengan cara virtual atau daring.
Sebelumnya, Pemkot Surabaya sudah melakukan simulasi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di SMPN 3 dan 15 Surabaya. []