Ribetnya Membuat Tempe di Australia

Warga Autrlia ternyata gemar tempe. Namun, mereka tidak bisa membuatnya karena faktor cuaca yang kurang mendukung.
Perajin tempe menunjukkan butiran jagung yang dipisahkan dari kemasan karung kedelai impor di industri pengrajin tempe Sanan, Malang, Jawa Timur, Jumat (23/11/2018). Perajin tempe mengeluhkan adanya butiran jagung dan potongan kayu di setiap karung kedelai impor sehingga mereka terpaksa memilah-milah sebelum mengolahnya menjadi tempe. (Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto).

Yogyakarta, (Tagar 4/12/2018) - Tempe merupakan makanan yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Pembuatannya mudah, karena memiliki cuaca yang mendukung. Berbeda hal dengan pembuatan tempe di sejumlah negara yang memiliki empat musim.

Dosen Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Kuncoro Asih Nugroho, berbagi cerita tentang pembuatan tempe di Australia. Dia mengenalkannya dalam workshop di Wiley Park, Sydney yang diikuti peserta dari Indonesia, Australia dan Amerika Serikat belum lama ini.

Kuncoro mengatakan, tempe ternyata digemari warga dari negara lain. Namun, mereka tidak bisa membuatnya karena faktor cuaca yang kurang mendukung. 

"Pembuatan tempe lebih mudah di Indonesia karena punya dua musim, berbeda di negara yang memiliki empat musim. Dibutuhkan kiat tersendiri," kata Kuncoro kepada Tagar News, Senin (3/12).

Dia menambahkan, ada tantangan tersendiri dalam membuat tempe di negara yang memiliki empat musim; panas, semi, dingin dan gugur. 

"Berdasarkan penelitian, keadaan cuaca berpengaruh pada jadi dan tidaknya dalam pembuatan tempe. Agar hasilnya maksimal, pembuatannya tergantung suhu, kelembaban dan waktu pemeraman," paparnya.

Kuncoro bercerita, di wilayah subtropis empat musim, kualitas biji kedelai sangat menentukan kualitas tempe. Secara umum pembuatannya dimulai dengan mempersiapkan alat, biji kedelai serta ragi tempe lalu pengolahan dan terakhir fermentasi.

Butuh proses lama dalam pembuatan tempe. Biji kedelai direndam 15-18 jam. Lalu direbus, menguliti dan membersihkan biji kedelai, peragian sampai pengemasan dan pemeraman. 

"Wiley Park Sidney punya empat musim, tantangannya saat proses fermentasi," ungkapnya.

Di Wiley Park, saat musim dingin ekstrem suhu berkisar 7-12 derajat celcius. Saat musim panas ekstrem suhu mencapai 32-40 derajat celcius. 

"Kondisi tersebut membuat pembuatan tempe berpeluang gagal. Jadi saat proses peragian, pengendalian suhu diperlukan sekali agar proses fermentasi berhasil," tegasnya. 

Menurut dia, pembuatan tempe dengan suhu berkisar 28-30 derajat celcius diperlukan sejumlah langkah, seperti menyiapkan penutup kedelai dari kain yang bisa menahan panas. Biasanya berbahan isolator dan tebal. Bahan ini mampu mengurangi transfer panas antara objek dengan suhu berbeda.

"Bahan ini biasa dipakai untuk selimut, biasanya terbuat dari wool, kain sintetis, flanel, bulu, katun dan fleece," kata Kuncoro.

Persoalannya, penggunaan bahan penutup pembuatan tempe  dengan kain selimut sulit dilakukan untuk mengatur suhu. Saat suhu dingin, panas yang terperangkap tidak cukup untuk pertumbuhan jamur. Butuh pengalaman khusus dalam penggunaannya. 

"Solusinya pakai electric blanket. Ini sebagai pengganti penutup yang dapat menahan panas. Electric blanket memudahkan mengkondisikan suhu," paparnya.

Lantas bagaimana saat pembuatan tempe pada musim panas? Bahan penutup kedelai dipilih dari kain tipis yang tidak menahan panas. Saat proses fermentasi respons terhadap pertumbuhan jamur harus lebih cepat. 

"Jika telat, aroma tempe tidak enak. Efek paling parah jamur mati dan kedelai membusuk," ungkapnya.

Jadi, saat jamur sudah mulai memutih, tempe dibalik. Tempe satu dengan yang lainnya dijauhkan agar suhu berkurang. Setelah itu tempe didinginkan dalam refrigerator, atau bisa ditaruh di tempat yang sudah diberi balok es. 

"Ini untuk meredam panas tempe, tujuannya laju proses pembusukan tempe bisa dihambat," jelasnya.

Sofia, salah satu peserta dari Indonesia mengatakan, pembuatan tempe ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Dia tidak menyangka pembuatan tempe di Australia sangat sulit. 

"Ribet juga ya, pantesan harga tempe di sana (Australia) mahal," kata dia.

Dia mengungkapkan, warga Indonesia harus bersyukur. Pasalnya membuat tempe di daerah yang punya dua musim seperti Indonesia tidak seribet di negara-negara yang memiliki empat musim. 

"Bangga juga tempe sebagai makanan khas Indonesia ternyata juga digemari di mancanegara," pungkasnya. (Nanda Febrianto) []

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.