Jakarta - Ketua Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (TIM) Radhar Panca Dahana bingung ke mana pihaknya harus melangkah jika aspirasi mereka terkait revitalisasi TIM tidak ditangkap DPR. Audensi juga telah dilakukan ke Pemrov DKI dan DPRD tetapi hasilnya nihil.
"Kalau setelah pertemuan ini di Komisi X, kemana lagi kita ngomong? DPRD sudah enggak bisa ngomong, enggak bisa ngapa-ngapain, enggak ada hasil apa-apa. Kalau Komisi X juga enggak ada menghasilkan apa-apa, kita enggak boleh ngomong, 'negara ini enggak ada gunanya, pemerintah ini enggak ada gunanya'," kata Radhar ketika audiensi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi X DPR, Senayan, Jakarta, Senin 17 Febuari 2020.
Kami bukannya menolak revitalisasi, rehabilitasi TIM, oke. Tapi jangan dengan arogansi kekuasaan itu.
Radhar mengaku, harapan mereka hanya ada pada anggota DPR, terutama Komisi X. Pasalnya, anggota dewan dengan kekuasaan yang mereka miliki dapat memberikan teguran kepada pemerintahan.
"Terus saya mau ngomong sama siapa lagi. Kalau sudah enggak ada gunanya ngapain kita kerja sama pemerintah. Kebudayaan bekerja sendiri saja tanpa pemerintah. Seharusnya Komisi X bisa berbuat, bisa menegur pemerintah dari pusat sampai ke daerah," kata dia.
Adanya sejumlah seniman yang berupaya mendukung gerakan revitalisasi TIM, Radhar mengaku orang-orang itu tidak mewakili Forum Seniman Peduli TIM. Lantas, dia mengaku ada beberapa seniman dapat dibayar untuk memberikan pembelaan kepada Pemprov DKI.
"Saya tidak tahu siapa dia seniman itu, yang jelas kita tahu dia enggak mewakili kita. Kita tahu juga beberapa orang yang dibayar atau dihasut dan lain-lain. Pedagang kan enggak ada yang sama, politikus juga. Semua enggak sama. Tapi yang di sini kami tegaskan," ucap dia.
Sesungguhnya, kata dia, Forum Seniman tidak menolak revitalisasi. Namun, Pemrov DKI sepatutnya berkomunikasi dan berdiskusi dengan seniman dan budayawan yang telah lama berkegiatan di TIM terlebih dahulu sebelum melakukan pembangunan di wilayah yang terletak di Cikini, Jakarta Pusat tersebut.
"Bukan menghentikan. Sekali lagi, kami bukannya menolak revitalisasi, rehabilitasi TIM, oke. Tapi jangan dengan arogansi kekuasaan itu. Ajaklah kita berbicara sebagai pemangku kebijakan yang utamanya," kata dia.
Menurut Radhar, Anies seharusnya melihat dan menghargai komunitas yang lebih dulu hadir di lokasi revitalisasi TIM. Di sana, kata dia, banyak kebudayaan tanpa komersialiasi telah terbentuk dengan perubahan bangunan lewat revitalisasi maka imbasnya akan terasa.
"Dia baru berapa tahun gubernur, kita sudah 50 tahun, kok enggak diajak ngomong. Tiba-tiba dia buat kebijakan begitu saja, dihancurkan semuanya. Rumah kita dihancurkan gimana, mentang-mentang dia punya kuasa," katanya.
Radhar memberikan contoh, dengan tidak adanya diskusi maka TIM akan berubah bentuk tanpa memperlihatkan wajah Indonesia. "Ini pusat kesenian, mbok ada Toraja nya, ada Bugis, ada Jawanya, ada wajah Indonesia nya. Ini enggak ada wajah Indonesia nya. Makanya seharusnya kita ngobrol kan," ucapnya.
Dia berharap Komisi X DPR dapat menampung aspirasi dan keresahan Forum Seniman Peduli TIM. Terhadap kebijakan tanpa komunikasi itu, Radhar mendorong agar sanksi diberikan kepada Anies Baswedan selaku pemangku kebijakan revitalisasi TIM.
"Harapan saya ada orang-orang yang bisa memberikan sanksi yang tegas kepada dia (Anies) itu saja. Kita sudah banyak berharap, kita sudah banyak berteriak kepada mereka-mereka di Balai Kota tapi enggak ada hasilnya," tutur Radhar. []
Baca juga: