Respon PWNU Jatim Soal MUI Minta Masjid Dibuka

Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim Gus Salam tak mempermasalahkan jika MUI Jatim meminta masjid dibuka kembali, tapi harus koordinasi pemerintah.
Ilustrasi Salat jumat. (Foto: Tagar/Ilustrasi)

Surabaya - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menanggapi surat edaran (SE) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terkait meminta pemerintah membuka rumah ibadah. Hal ini diminta menjelang 10 hari akhir bulan suci Ramadan, karena biasanya banyak kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, seperti saat Malam Lailatul Qadar.

Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur, KH Abdusalam Sokhib atau Gus Salam mengatakan tak mempermasalahkan soal surat edaran tersebut apabila tujuannya baik seperti ibadah di masjid. Namun, menurutnya hal tersebut boleh saja, asal sudah dikoordinasikan dengan pemerintah daerah setempat.

Akan tetapi ketika pemerintah di sana menyarankan dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan lebih hati-hati, menurut saya harusnya MUI juga harus mendukung itu.

“Kalau surat edaran itu dasarnya sudah dikoordinasikan dengan pemerintah setempat dan dirasa tidak ada masalah dan praktiknya tetap memegang prinsip-prinsip protokoler kesehatan ya monggo (silakan),” kata Gus Salam saat dihubungi Tagar melalui telepon, Senin, 11 Mei 2020.

Meski begitu, Gus Salam menilai MUI tak seharusnya membuat surat edaran terlebih dahulu. Alasannya harus melihat situasi dan kondisi, serta mendukung kebijakan pemerintah. Sebab, hal ini juga demi kemaslahatan masyarakat agar terhindar dari Covid-19.

“Akan tetapi ketika pemerintah di sana menyarankan dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan lebih hati-hati, menurut saya harusnya MUI juga harus mendukung itu,” kata Gus Salam.

Gus Salam menyampaikan di daerah yang kini menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), seperti Surabaya, Sidoarjo dan Gresik, harusnya tetap meminta kepada masyarakat untuk beribadah di rumah. Karena demi memutus penyebaran virus covid-19.

Namun, ia juga memberikan pengecualian, yakni seperti daerah masih zona hijau, tentu tetap bisa menggelar ibadah secara berjemaah. Pasalnya, tak terlalu mengkhawatirkan risikonya. Tapi dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan, seperti memakai masker dan cuci tangan.

“Tapi apabila di daerah-daerah, kayak di tempat PSBB, ini kan memang zona merah dan gawat. Ini harusnya ada pengetatan, seperti MUI, ormas lain, atau NU juga harus sinergi dengan pemerintah untuk mengamankan kebijakan-kebijakan dirasa penting,” ujar dia.

Selain itu, terkait masih adanya imbauan untuk beribadah di rumah, Gus Salam meminta kepada masyarakat untuk tak khawatir. Sebab pahala di dapat sama saja, terlebih melihat kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk menggelar ibadah secara berjamaah.

“Ya, artinya menurut saya kekhusyukan, kedekatan kita dengan Allah itu kan tidak tergantung dengan jumlahnya kita beribadah jadi bagaimana kualitas ibadah kita," tutur dia. 

"Konsentrasi kita khusyuk, ingat kepada Allah, sehingga situasi semacam ini dan mengharuskan kita harus berada di rumah menurut saya dari segi pahala tentu tidak mengurangi, karena memang situasinya seperti ini,” ucap Gus Salam.

Sebelumnya, MUI Jawa Timur meminta rumah ibadah tetap dibuka meski saat ini Surabaya, Sidoarjo dan Gresik sedang melakukan PSBB. Hal ini merujuk pada kegiatan masyarakat masih seperti biasa, hanya saja mereka dilarang melakukan ibadah di masjid atau musala.

Sekretaris MUI Jatim, Ainul Yaqin mengatakan, pihaknya telah mengkaji terkait kebijakan pelarangan beribadah di masjid atau di musala. Karena kalau tidak segera di buka, ia menilai akan menimbulkan dampak cukup besar.

"Jadi bukan kita meminta untuk membuka kembali, tidak. MUI mengkaji implementasi penerapan PSBB kaitannya dengan penutupan kegiatan di rumah ibadah, nah ini kita minta pemerintah untuk meninjau secara hati-hati terkait dengan implementasi itu," kata Ainul.

Berdasarkan kajian sementara, Ainul menilai massa PSBB ini yang membatasi kegiatan di rumah ibadah bisa menimbulkan permusuhan, baik antara pemerintah provinsi, kota, hingga tingkat desa. Karena hanya rumah ibadah seperti masjid yang mendapatkan pembatasan, namun masyarakat tetap bergerombol di tempat-tempat lain.

"Sebab kalau tidak dikaji secara mendalam lagi, ini bisa jadi kontra produktif, bahkan bisa menjadi sumber permusuhan antara pemerintah dan masyarakat, terutama pemerintah diujung, pemerintahan di desa, pemerintahan di level bawah. Kita kasihan juga kepada aparat kepolisian yang terjun ke lapangan dan bermusuhan dengan masyarakat," tutur dia.

Ainul menjelaskan, kalau masalah ini tak segera diselesaikan. Bisa saja masyarakat bisa berfikir keliru terkait kebijakan tersebut. Sebab, setiap orang punya pemikiran masing-masing, terutama momen saat ini yakni dimana seharusnya warga menjalankan beribadah di masjid atau rumah ibadah.

"Kan harus dikaji, masyarakat kan punya nalar sendiri, ketika kebijakan pemerintah ini kenyataannya PSBB ini kan gak menghentikan semuanya. Ketika kemudian pemerintah hanya menyorot rumah ibadah, ini akan menimbulakn nalar masyarakat yang berpikir keliru," tambah dia.

Melihat kondisi ini, Ainul menyampaikan MUI Jatim meminta masyarakat tetap menjalankan ibadah. Namun, ada beberapa syarat di daerah yang memang terkena dampak pamdemi Covid-19, sehingga menganjurkan untuk beribadah di rumah saja.

"Ketika daerah tertentu memang harus tutup memang harus memakai kajian mendalam, memang harus ditutup, kan fatwa MUI ada dua opsi yah kan, kalau memang kondisinya tidak terkendali, memang harus ditutup. Tetapi harus didasari dengan pertimbangan," ujar Ainul.

Namun, MUI Jatim juga menyarankan bagi tempat ibadah yang masih di buka, di daerah yang menjalankan PSBB. Yakni untuk selalu mematuhi prosedur penanganan Covid-19, yakni menggunakan masker, cuci tangan, dan lain sebagainya.

"Yang penting sebenarnya prosedur penetapan Covid-19, jadi andai masjid itu dibuka, datang saja ke sana tidak apa. Namun harus menggunakan prosedur kesehatan, yaini memakain masker, harus cuci tangan, harus sebagainya, itu yang kita mau, jadi artinya proposional aja lah yah," ucap dia.

Dikesempatan yang sama, Ainul berpesan rumah ibadah harus menjadi tempat untuk mengkampanyekan pencegahan Covid-19. Sehingga tidak boleh ada statemen menutup masjid, apalagi tanpa dasar kajian yang kuat.

"Jadi masjid itu harus menjadi tempat untuk mengkampanyekan pencegahan covid-19, sehingga tidak boleh berhenti di satu masjid omong begini ngomong begini gak boleh. Kalau mau, pemerintah bikin 'juklis' setiap masjid yang buka harus menjadikan ini dibaca dulu sebelum ibadah, lah itu sangat penting kan," ucap Ainul. []

Berita terkait
RS Rujukan Covid-19 di Banyuwangi Bertambah Lima
Penambahan rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 di Banyuwangi setelah disetujui oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
40 Persen Warga Surabaya Melanggar Aturan PSBB
Pemkot Surabaya bersama TNI dan Polri bakal lebih tegas dalam memberikan tindakan bagi warga melanggar aturan PSBB jilid II.
Skeptisisme Warga Ancaman PSBB Malang Raya
Akademisi UB Malang Unti Ludigdo mengatakan ketegasan dan kepastian bantuan pemerintah akan memunculkan rasa skeptisisme pelaksanaan PSBB.
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi