Jakarta - Founder dan Executive Director IDNextLeader Foundation, Hokkop Situngkir, mengatakan pemerintah harus kerja keras untuk membentuk regulasi yang jelas dalam mengembangkan energi baru terbarukan (EBT).
Lantaran kebanyakan EBT harus dikemas dengan baik dan semenarik mungkin.
"Sampai detik ini peraturan tentang energi terbarukan yang sudah rampung dibikin sama pemerintah itu sudah ditandatangani oleh Kementerian ESDM per Januari kemarin, tapi kalau kita tarik ke belakang permen itu sama peraturan-peraturan pendukung tentang energi terbarukan itu sering banget berubah," ucap Hokkop saat diwawancara Tagar TV, Jumat, 18 September 2020.
Terkait peraturan tersebut, kata Hokkop, tidak sekali atau dua kali peraturan terkait EBT berubah. "Contoh zaman Pak Jonan atau yang sebelumnya kita hitung dari tahun 2016, 2017, 2018, 2019 itu peraturan tentang energi terbarukan ini sudah ada sekitar delapan kali perubahannya," ucapnya.
Sehingga, kata dia, bersama beberapa asosiasi pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan menginfluence agar dibentuk Peraturan Presiden (Perpres) terkait EBT.
"Lantaran kebanyakan EBT harus dikemas dengan baik dan semenarik mungkin karena di situ kita hanya bisa melakukannya kalau tajuknya investasi," ujarnya.
Sebab, menurut Hokkop, dengan regulasi sekarang dan disamakan harga jual EBT dengan PLTU atau fosil tidak akan menarik. "Karena capeknya untuk membangun energi terbarukan itu meledak duluan. Jadi kalau kita banding-bandingkan 1 megawatt untuk pake PLTU paling harganya Rp16 miliar permega, tapi kalau begitu hydro itu sudah Rp25 miliar sampai Rp30 miliar permega itu harga cos of investmennya gitu. Nah, walaupun kalau setelah berjalan nanti OM-nya lebih kecil yang energi terbarukan daripada PLTU atau PLTD.
Namun, kata Hokkop, kalau dihitung secara finansial, ada keresahan dalam dunia inestasi karena melihat regulasinya tidak bisa mengakomodir para investor atau yang memiliki alternatif founding untuk melakukan pembangunan energi terbarukan.
"Kita pernah juga influence sampai ke BUMN, kalau bisa semua BUMN punya energi terbarukannya sendiri dong, tapi ternyata BUMN juga adalah perusahaan yang gaya bermainnya juga privat harus ada recurring harus ada keuntungan kalau tidak bukunya jelek, jadi dia harus melihat energi terbarukan ini sebagai investmen juga sama seperti bangun jalan tol. Sehingga kalau dibanding-bandingkan itu dari segi interest rate-nya rendah dan segala macem," tuturnya.
Selain itu, Hokkop menjelaskan Indoneisa masih belum bisa menjaga environment lebih baik lagi jika dibandingkan negara lainnya. "Semua PLTU kita boro-boro punya pembangkit listrik tenaga energi terbarukannya. Makanya pernah juga kita sounding diwajibkan setiap ada pembangunan pembangkit listrik tenaga diesel atau pembangkit listrik tenaga batu bara, 10 persennya mereka juga harus berinvestasi untuk energi baru terbarukan, supaya environment kita established," katanya.[]