Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan pemerintah tak menggunakan arogansi kekuasaan dalam menyikapi kritikan. Ia juga menilai, para pendukung penguasa juga kerap arogan saat menyerang orang yang bersebarangan.
Hal ini disampaikan Refly ketika mengomentari kritikan Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsuddin yang menyebut saat ini ada tiga kerusakan yang terjadi di Indonesia berujung pada laporan polisi.
"Jangan ada arogansi kekuasaan, ternyata di republik ini yang arogan bukan hanya penguasa. Kadang-kadang kelompok orang yang dekat dengan penguasa bisa jadi arogan, over convidence, bisa mengeluarkan umpatan apapun dan merasa tidak akan diapa-apain," kata Refly lewat kanal Youtube-nya seperti dikutip Tagar, Minggu, 1 November 2020.
Itu buruk sesungguhnya. Kita harus menjadi civil lease, siap berbeda pendapat, dewasa dengan dalam berbeda pendapat.
Baca juga: Rocky Gerung Pengen Sosok Bintang Emon Buat Guncang Kabinet
Menurut Refly, kondisi demikian menunjukkan contoh yang buruk dalam bernegara. Ia mengatakan, sebagai warga negara yang memiliki hak sama seharusnya harus menerima setiap perbedaan yang terjadi di masyarakat.
"Itu buruk sesungguhnya. Kita harus menjadi civil lease, siap berbeda pendapat, dewasa dengan dalam berbeda pendapat. tidak tersinggung dalam kritik keras tapi kita sama-sama menjunjung demokrasi untuk menyampaikan pendapat," tuturnya.
Refly khawatir jika setiap orang yang mengkritik penguasa kemudian dihadiahi penjara maka tidak akan ada lagi masyarakat yang kritis di Indonesia.
"Kalau sebentar-sebentar menggunakan tangan besi negara untuk memenjarakan dan lain sebagainya, maka saya kira tidak akan ada lagi orang kritis di republik ini," katanya.
Baca juga: Refly Harun: Pemerintah Tak Perlu Risau Dikritik Jika Benar
Refly menyebut orang yang memiliki pemikiran kritis nantinya akan merasakan trauma. Pasalnya setiap ucapan kritiknya selalu dimata-matai hingga ditemukan celah untuk menyeret ke penjara.
Sementara, lanjut dia, para pengagung penguasa selalu memiliki ruang yang bebas dalam menyampaikan umpatan terhadap kritikus.
"Karena kritis harus hati-hati terus menerus karena ditunggu kapan terpelesetnya. Sementara orang yang mengendorse kekuasaan bisa merajalela, semena-mena menghantam. Coba lihat saja media sosial itu," ujarnya. []