Refly Harun: Gugatan Ditolak MK, BNP Game Over

Refly Harun pesimistis pokok sengketa Pilpres 2019 yang dilayangkan BPN Prabowo-Sandiaga kepada MK akan diterima majelis hakim.
Refly Harun (Foto: Ist)

Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun pesimistis pokok permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 yang dilayangkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kepada Mahkamah Konstitusi (MK) akan diterima oleh majelis hakim.

Apalagi jika hakim MK menggunakan dua paradigma, yaitu paradigma pembuktian secara kalkulatif dan paradigma kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam persidangan dapat dikatakan the game is over.

"Pesimisnya begini saya katakan. Kalau pilpres sudah sampai ke MK dan masih dua paradigma awal yaitu paradigma hitung-hitungan dan paradigma TSM, saya kira the game is over, selesai," ucapnya saat diskusi Menakar Kapasitas Pembuktian MK di Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, Kamis 13 Juni 2019.

Refly membeberkan alasan kenapa the game is over jika hakim MK menggunakan dua paradigma. Contoh pertama dalam paradigma pembuktian secara kalkulatif, menurutnya pihak pemohon harus dapat membuktikan selisih angka dalam pilpres yang tidak sah dengan bukti form C1 yang sah.

Jika melihat selisih hasil penghitungan KPU yang besar yakni sekitar 11 persen, pasangan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendapat suara 85.607.362 suara atau 55,50 persen dari total suara sah 154.257.601 suara.

Sedangkan pasangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiga Uno mendapat 68.650.239 suara sah atau 44,50 persen dari total suara sah.

Refly meragukan MK dapat menyelesaikan penghitungan selisih suara dengan memeriksa jutaan form C1 dalam tenggat waktu selama 14 hari.

"Paling gampang C1 dan C1 plano dan itulah yang akan dihitung ulang sembari mengecek keaslian dokumen. Agak susah kalau cuma 14 hari," ujarnya.

Paradigma kecurangan TSM pun menurut eks ketua Tim Anti Mafia MK ini akan sulit dibuktikan, seperti halnya paradigma kalkulatif. 

"Kalau kita pakai paradigma TSM yang kumulatif, barangkali the game over juga. Saya bisa mengatakan 99,99 persen permohonan itu akan ditolak," kata dia.

Kendati demikian, BPN Prabowo-Sandiaga masih punya peluang jika hakim MK menggunakan paradigma alternatif lain yaitu menggunakan pasal 22 E UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (LUBER). Dengan paradigma tersebut tim hukum Prabowo-Sandiaga cukup membuktikan dalil-dalil gugatan yang dilayangkan di pengadilan.

“Misalnya, bukti tentang keterlibatan ASN, penggunaan APBN, atau program pemerintah yang didalilkan dalam (gugatan) 37 halaman. Saya masih pakai yang 37 halaman karena yang 37 halaman itu basis awal. Kalau bisa dibuktikan maka akan kita bisa tafsirkan ada terjadi un-equal playing field,” tuturnya.

Berita terkait:

Berita terkait