Rupiah terus mengalami pelemahan dan kini mendekati level 17.000 per dollar AS. Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (7/4/2025) pukul 09.13 WIB, nilai tukar rupiah di pasar spot berada di angka 16.920,5 per dollar AS, turun 1,61 persen atau setara 268 poin dari penutupan sebelumnya.
Sebelumnya, kurs rupiah di pasar non-deliverable forward (NDF) bahkan sempat menembus 17.000 per dollar AS. NDF merupakan kontrak derivatif valas yang memungkinkan dua pihak untuk menukar mata uang dengan kurs tertentu di masa mendatang. Pengamat pasar uang, Lukman Leong, menegaskan bahwa tekanan terhadap rupiah masih sangat besar.
“Sentimen risk off yang sangat kuat di pasar dan berbagai mata uang emerging yang masih melemah cukup besar pagi ini,” ungkap Lukman. Sentimen risk off terpicu oleh pernyataan Menteri Perdagangan Amerika Serikat, Howard Lutnick, yang menegaskan bahwa kebijakan tarif tidak akan ditunda. Situasi ini mendorong investor untuk menarik dana dari aset berisiko dan beralih ke instrumen safe haven, seperti dollar AS, emas, atau obligasi.
Lukman juga mencatat bahwa Presiden Donald Trump menyatakan kesepakatan dagang hanya akan terjadi jika defisit perdagangan AS bisa diatasi. Selain itu, ketegangan perang dagang diperkirakan meningkat. Setelah China, Uni Eropa juga berpotensi merespons tarif impor AS dengan kebijakan serupa.
Di sisi lain, beberapa mata uang utama justru menguat terhadap dollar AS pada pagi ini. Penguatan tercatat pada yuan China (CHY), yen Jepang (JPY), euro (EUR), dan poundsterling Inggris (GBP). Situasi ini menunjukkan dinamika pasar yang kompleks dan berpotensi mempengaruhi stabilitas ekonomi global.