Hong Kong - Pemerintah Hong Kong akan memberlakukan undang-undang darurat era kolonial untuk mengakhiri aksi demo anti-pemerintah yang telah berlangsung sejak Juni lalu. Pemerintah akan mengadopsi UU darurat yang usianya lebih dari 50 tahun itu untuk membuat UU baru mengenai pemberlakukan larangan penggunaan masker saat demo. Saluran televisi lokal, TVB seperti diberitakan BBC News, melaporkan, keputusan itu akan diumumkan Jumat ini,
4 Oktober 2019, setelah pertemuan khusus Executive Council yang membahas UU baru tersebut.
Sementara seorang sumber mengatakan kepada South China Morning Post, Kepala Executive Council, Carrie Lam akan mengadakan pertemuan khusus kabinet de factonya membahas rencana pemberlakuan UU baru. Legislatif hanya bisa mengubah atau mencabut legislasi setelah implementasi. "Bila disetujui, UU baru akan diberlakukan dalam waktu singkat. Tidak perlu menunggu sampai minggu depan," ucap sumber itu.
Anggota parlemen dari kubu oposisi Ted Hui mengatakan proposal pembuatan UU baru tersebut kemungkinan akan diajukan ke Dewan Legislatif untuk pemungutan suara. "UU baru ini mendesak untuk segera diberlakukan mengingat aksi unjuk rasa telah membuat kehidupan publik terganggu," ucapnya.
Menurut dokumen yang diperoleh , pemerintah Hong Kong akan mengurangi keterlibatan polisi dalam penanganan aksi demo anti-pemerintah. Keputusan ini diambil untuk meredam semakin bergejolaknya aksi para pendemo pro demokrasi. Pada Selasa lalu, 1 Oktober 2019, polisi menembak seorang siswa sekolah menengah. Ini merupakan pertama kali demonstran terkena tembakan langsung setelah protes yang telah berlangsung lebih dari empat bulan itu.
UU warisan kolonial ini memungkinkan pempimpin pemerintahan untuk membuat peraturan apa pun yang menurutnya perlu demi kepentingan umum dalam situasi darurat atau bahaya publik. Regulasi ini memberikan kewenangan yang besar untuk melakukan penangkapan dan penyensoran publikasi. UU ini terakhir diberlakukan pada tahun 1967 saat aksi demo di pusat bisnis Hong Kong.
Menurut dokumen yang diperoleh Reuters, pemerintah Hong Kong akan mengurangi keterlibatan polisi dalam penanganan aksi demo anti-pemerintah. Keputusan ini diambil untuk meredam semakin bergejolaknya aksi para pendemo pro demokrasi. Pada Selasa lalu, 1 Oktober 2019, polisi menembak seorang siswa sekolah menengah. Ini merupakan pertama kali demonstran terkena tembakan langsung setelah protes yang telah berlangsung lebih dari empat bulan itu.
Dalam aksi demo itu, polisi menembakkan sekitar 1.400 putaran gas air mata, 900 peluru karet. Dalam aksi itu, sekitar 100 orang mengalami luka-luka. Dalam setiap aksinya, demonstran selalu menggunakan masker penutup wajah agar tidak mudah dikenal. Sementara polisi menyemprotkan air pewarna biru agar pendemo mudah diidentifikasi.
- Baca Juga: Wartawan Indonesia Tertembak Peluru Karet di Hong Kong
Resesi Ekonomi Hong Kong Dipicu Demo RUU Ekstradisi