Reaksi Musuh dan Sekutu tentang Pilpres Amerika Serikat

Empat hari setelah Pilpres AS belum juga bisa diketahui siapa yang tepilih, Trump atau Biden, yang akan pimpin negara itu empat tahun ke depan
Ilustrasi: Presiden Iran dan Presiden Rusia, dua "musuh" Amerika (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta – Setelah empat hari pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) yang berlangsung tanggal 3 November 2020, belum juga bisa diketahui siapa yang akan memimpin negara itu untuk empat tahun ke depan. Negara-negara sekutu dan musuh AS mengomentari situasi tersebut.

Dua hari setelah pemilihan presiden Amerika, Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, mengatakan era "hegemoni Barat telah berakhir." Dalam kunjungan ke Venezuela hari Kamis, 5 Novembe 2020, Zarif sebaliknya memuji Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang menolak kampanye yang dikoordinasi Amerika untuk menggulingkannya.

“Iran percaya pemerintah Amerika tidak lagi bisa ‘mengontrol apa yang terjadi di dunia’ atau menunjukkan kepada negara-negara lain cara melindungi hak-hak warga, cetus Zarif.

Iran telah menjadi sekutu utama Maduro karena pemerintahan otoriternya berhasil melewati sanksi keuangan yang melumpuhkan dan isolasi internasional. Sebaliknya Maduro, yang dihadapkan pada runtuhnya industri minyak, beralih ke Iran untuk membeli bahan bakar guna memasok kebutuhan rakyatnya.

Sambil mencemooh, Maduro mengatakan ia mengikuti jalannya proses pemilu di Amerika. Ia menambahkan, “Kami tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri Amerika, karena kami selalu menolak dan mengutuk keinginan Amerika untuk memberi pelajaran demokrasi."

Sementara itu di Iran, Presiden Hassan Rouhani, mengatakan siapa pun yang jadi presiden Amerika berikutnya, ia harus lunak kepada Iran. Ia menambahkan, Trump, "dengan kejam meningkatkan sanksi bahkan semasa pandemi virus corona."

"Mereka tidak berkomitmen pada prinsip apa pun. Tidak pada prinsip kemanusiaan, tidak pada HAM, dan juga tidak pada hukum dan aturan internasional," kata Rouhani.

Di Moskow, juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov, hari Kamis, 5 November 2020, mengatakan ketidakpastian dalam politik Amerika akan menuai konsekuensi negatif pada urusan dunia dan memengaruhi ekonomi global.

Di Perancis, Menteri Luar Negeri Jean-Yves Le Drian hari Kamis, 5 November 2020, mengatakan siapa pun yang memenangi pemilihan presiden Amerika, Eropa "tidak akan kembali ke situasi sebelumnya, di mana hubungan trans-Atlantik berjalan baik." Kepada radio Europe-1 ia mengatakan, "Eropa telah keluar dari kenaifannya dan mencoba bertumpu pada kekuatan tersendiri, alih-alih mengandalkan dukungan Amerika.”

Le Drian menggambarkan pemilu Amerika sebagai "bersejarah, dalam hal ketegangan dan jumlah pemilih."

Di Inggris, ketika ditanya tentang hubungan antara Amerika dan Inggris pada masa depan, Menteri Luar Negeri Dominic Raab mengatakan ia percaya "akan semakin kuat, siapa pun calon yang terpilih.'' (ka/jm)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
China Mengaku Bersikap Netral di Pilpres Amerika Serikat
Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa negara itu bersikap netral atau tidak berpihak pada salah satu kandidat dalam Pilpres AS
Pilpres Amerika Serikat Demokrasi Tak Langsung dan Misoginis
Hari ini, 3 November 2020, rakyat Amerika Serikat akan memilih kandidat presiden antara Trump atau Biden yang sebenarnya bukan pemilihan langsung
Donald Trump Picu Skenario Kiamat di Pilpres Amerika Serikat
Skrenario kiamat yang ditakutkan di Pilpres Amerika Serikat mulai terwujud ketika Trump tertinggal dari Biden dengan memperkeruh penghitungan suara