Jakarta - Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Rano Karno mengaku tidak pernah melihat bentuk fisik Rp 7,5 miliar yang diduga untuk bantuan keuangan keperluan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Banten 2012. Kala itu, Rano berpasangan dengan Ratu Atut Chosiyah.
Bantuan itu diduga berasal dari adik Ratu Atut, Tubagus Chaeri Wardhana (TCW) alias Wawan. Rano mengungkapkan semua lalu lintas keuangan diatur oleh pimpinan Tim Pemenangan Wilayah Tangerang Raya, Agus Uban.
Saya hanya dilapori soal jumlah alat peraga kampanye yang dibutuhkan, skema pendistribusian, dan rencana anggarannya
"Seluruh lalu lintas keuangan diatur oleh Agus Uban dan pertanggungjawaban penggunaannya dilaporkan langsung oleh Agus Uban kepada saudara Wawan selaku Ketua Tim Pemenangan. Saya hanya dilapori soal jumlah alat peraga kampanye yang dibutuhkan, skema pendistribusian, dan rencana anggarannya," ujar Rano lewat keterangan tertulis yang diterima Tagar, Rabu, 26 Februari 2020.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin 24 Februari 2020, Rano Karno bersikeras meluruskan tuduhan yang diarahkan padanya terkait dana pilkada Banten 2012. Majelis hakim juga mengonfirmasi keterangan Rano pada saksi Yayah Rodiyah saat berkunjung ke kediaman Rano Karno.
Yayah mengaku tak pernah melihat terjadinya penyerahan uang kepada Rano dalam pertemuan tersebut. Yayah mengaku hanya menyerahkan uang kebutuhan pilkada Banten itu pada Agus Uban, salah satu anggota tim pemenangan yang dikomandoi Wawan.
Wawan diketahui telah didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 79,789 miliar dalam pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten pada APBD dan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2012.
Rano juga menyangkal pengakuan eks Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Banten, Djadja Buddy Suhardja, yang menyebut adanya aliran dana sebesar Rp 700 juta.
Dia menyorot keterangan Djaja yang berbeda jauh dari Dadang Priyatna yang mengaku telah dimintai sejumlah uang oleh Djaja dengan mengatasnamakan Rano Karno.
Tak hanya itu, Rano pun menolak pernyataan eks pegawai PT Bali Pacific Pragama (BPP), Ferdy Prawiradireja yang disebut-telah menyerahkan uang sebesar 1,5 miliar dengan menggunakan mata uang rupiah dalam sebuah tas kertas (paper bag). []