Rangkong dan Elang Jawa di Malang Diambang Kepunahan

Profauna Indonesia mencatat beberapa spesies burung terancam karena deforestasi Hutan Sendiki Malang.
Burung Rangkong yang terancam punah di Hutan Sendiki Malang. (Foto: Profauna/Tagar)

Malang – Kondisi deforestasi Hutan Lindung Sendiki di Desa Tambakrejo, Sumber Manjing Wetan, Kabupaten Malang membuat sejumlah satwa terancam kepunahan. Lembaga independen non profit Protection of Forest & Fauna (PROFAUNA) Indonesia mencatat beberapa spesies burung terancam di hutan seluas mencapai 538 hektar ini.

Hasil monitoring lembaga bergerak di bidang perlindungan hutan dan satwa liar ini selama Juni 2020. Dengan tercatat hanya sebanyak 38 jenis spesies burung. Sebanyak delapan jenis diantaranya merupakan jenis burung dilindungi dikarenakan kelangkaannya di alam.

Kita itu hanya menemukan Rangkong jenis Kangkareng Perut Putih. Itu kita temukan hanya satu ekor.

Sedangkan pada monitoring di tahun 1996 hingga 1998 masih tercatat sebanyak 50-an lebih jenis burung. Sehingga, bisa dikatakan tingkat penuruannya mencapai 20-an jenis burung sudah tidak terlihat berada di hutan lindung tersebut.

Ketua PROFAUNA Indonesia Rosek Nur Sahid menyebutkan jenis burung paling terancam punah yaitu jenis burung dari keluarga Rangkong dan Elang Jawa. Padahal, kedua burung itu dikatakannya merupakan burung yang dilindungi dan sangat berpengaruh terhadap ekosistem dan kelestarian hutan itu sendiri.

”Kita itu hanya menemukan Rangkong jenis Kangkareng Perut Putih. Itu kita temukan hanya satu ekor. Dulu, sebelum 1998 itu kita bisa menjumpai sampai 20 ekor setiap harinya,” kata dia kepada Tagar, Selasa, 14 Juli 2020.

Dijelaskan Rosek, Rangkong jenis Kangkareng perut putih ini dikatakannya sangat membantu kelestarian Hutan Lindung Sendiki selama ini. Dikarenakan membantu menyebarkan bibit-bibit atau buah pohon di sebuah hutan. Sehingga pohon-pohon bisa tumbuh luas.

Selain itu, burung bernama ilmiah Anthracoceros Albirostris ini dikatakannya juga sangat khas. Dia menyampaikan burung ini membutuhkan pohon hutan besar serta tinggi dan memanfaatkan lubang pohon untuk dijadikan tempat bertelur dan menetaskan anaknya.

”Rangkong jenis ini sangat khas. Karena, dia kalau punya anak atau bertelur di lubang pohon yang besar dan tinggi,” ujarnya.

Oleh karena itu, Rosek menyampaikan ketika pohon-pohon di Hutan Lindung Sendiki habis. Bukan tidak mungkin tidak akan terlihat lagi dan bisa terancam punah dikarenakan habitatnya sudah tidak ada.

”Artinya, burung Rangkong ini kan sebesar ayam jago. Otomatis butuh pohon yang besar dan tinggi untuk bersarang. Kalau pohon besar di Hutan Lindung Sendiki sudah tidak ada. Bisa punah,” ucapnya.

Selain itu, ketika burung Rangkong sudah menipis. Secara otomatis pula, kata dia, burung yang bisa membantu penyebaran pohon juga akan berkurang dan kelestarian Hutan Lindung Sendiki ikut terancam.

”Jadi, antara rangkong dan hutan ini ada hubungan timbal balik dan merupakan satu kesatuan,” tuturnya.

Sedangkan untuk burung jenis Elang Jawa disebutkannya bahwa PROFAUNA Indonesia hanya bertemu sekali di Hutan Lindung Sendiki pada Senin, 8 Juni 2020. Itupun hanya dua ekor burung. Saat itu, kedua ekor tersebut disebutkannya sedang bertengger dan istirahat di sebuah pohon.

”Ini diluar dugaan. Makanya kami sangat terkejut sekali bisa bertemu dua ekor Elang Jawa sedang bertengger di pohon. Padahal, Elang Jawa ini sudah langka di mana-mana dan kita berkesempatan bertemu,” tuturnya.

Langkanya burung bernama ilmiah Nisaetus Bartelsi di Hutan Lindung Sendiki sangat disayangkannya. Padahal, satwa ini dikatakannya identik dengan lambang negara Republik Indonesia yaitu Garuda dan sejak 1992 ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia.

”Dia (Elang Jawa) ini kan sebagai perwujudan dari burung Garuda yaitu simbol negara kita. Sekarang, keberadaanya di Malang sudah terancam punah,” kata dia.

Untuk itu, dia sangat gembira bisa menemukan dua ekor Elang Jawa itu sedang istirahat dan bertengger di sebuah pohon waktu itu. Artinya bahwa keberadaan Hutan Lindung Sendiki ini masih sangat penting untuk kehidupan mereka. Sedangkan kondisinya, kata dia, sudah mengalami kerusakan sekitar 80 persen lebih.

”Kalau misalnya Sendiki ini rusak. Tentu ini akan mengganggu perkembangan Elang Jawa itu. Apalagi, burung itu sudah langka di mana-mana,” ucapnya.

Selain Elang Jawa itu, Rosek menambahkan juga ada beberapa jenis elang lain yang dilindungi dan ditemukan di Hutan Lindung Sendiki. Disebutkannya seperti Elang Brontok (Nisaetus Chirratus), Elang Hitam (Ictinaetus Malayensis), Elang Laut Perut Putih (Haliaeetus Leucogaster) dan Elang Ular Bido (Spilornis Cheela).

”Tapi, dari semua jenis elang di atas tadi. Elang Jawa yang keberadaannya sudah paling terancam punah,” tuturnya.

Oleh sebab itu, meskipun sebagian Hutan Lindung Sendiki dikatakannya sudah rusak akibat pembalakan dan aktivitas pertanian. Sehingga, dengan masih ditemukannya puluhan jenis burung itu bisa menjadi perhatian pihak Perhutani dan Pemerintah Daerah terkait untuk bisa melestarikan salah satu hutan lindung di Malang itu.

Apalagi, beberapa hutan-hutan lain yang ada di Malang selatan sebagian besar dikatakannya sudah rusak parah dan menyisakan beberapa titik saja. Salah satunya Hutan Lindung Sendiki itu sendiri.

”Hutan Lindung Sendiki ini menjadi salah satu benteng terakhir bagi pelestarian keanekaragaman hayati pada hutan dataran rendah di Malang selatan. Hutan ini harus dilestarikan dan yang sudah terlanjur rusak perlu direhabilitasi,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan keberadaannya juga menjadi penopang keberadaan Cagar Alam Pulau Sempu. Dikarenakan kedua hutan itu dikatakannya saling berkaitan satu sama lain demi keberlangsungan beberapa jenis hewan dan berdekatan dengan hanya dipisahkan oleh selat.

Berkaitannya itu dicontohkan Rosek seperti burung yang ada di Cagar Alam Pulau Sempu seringkali ditemukan berada di Hutan Sendiki. Beberapa burung tersebut dikatakannya bisa jadi untuk mencari makan, pasangan atau hanya untuk menggerakkan sayapnya dan istirahat.

Dia menjelaskan dengan luas Pulau Sempu hanya seluas 800 hektar dikatakannya sangat kurang bagi burung seperti elang. Sehingga, membutuhkan tempat lain untuk melakukan aktivitas-aktivitas burung di atas tadi.

”Kedua tempat ini saling berkaitan. Kalau Sendiki rusak, secara otomatis satwa di Sempu juga akan terancam punah. Dikarenakan makanannya habis dan tidak ada hutan lagi untuk tempat singgah,” ujarnya.

Sedangkan keberadaan burung-burung tersebut disebutkannya sangat tergantung terhadap kelestarian hutan yang menjadi habitatnya. Dicontohkannya seperti jenis burung dari keluarga burung rangkong dan keluarga jenis takur sangat tergantung dengan keberadan pohon rimba.

”Tanpa hutan, burung-burung tersebut akan punah. Dan ini perlu adanya kesadaran semua pihak termasuk Perhutani dan Pemerintah Daerah untuk peduli dengan keberadaan hutan di Malang. Khususnya Sendiki ini,” tuturnya.

Sebagaimana dalam catatan data hasil monitoring tim PROFAUNA Indonesia di Hutan Lindung Sendiki selama bulan Juni 2020. Sebanyak 38 jenis spesies burung tersebut yaitu Elang brontok (Nisaetus chirratus), Elang hitam (Ictinaetus malayensis), Elang jawa (Nisaetus bartelsi), Elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster) dan Elang ular bido (Spilornis cheela).

Kemudian burung Cipoh kacat (Aegithina tiphia), Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris), Cekakak sungai (Todirhamphus chloris), Walet linci (Collocalia linchi), Walet palem asia (Cypsiurus balasiensis), Jingjing batu (Hemipus hirundinaceus), dan Sepah kecil (Pericrocotus cinnamomeus).

Selanjutnya burung Takur tenggeret (Psilopogon australis), Takur tulung tumpuk (Psilopogon javensis), Takur ungkut-ungkut (Psilopogon haemacephala), Perkutut jawa (Geopelia striata), Tekukur biasa (Streptopelia chinensis), Walik kembang (Ptilinopus melanospilus) dan Punai penganten (Treron griseicauda).

Lebih lanjut yaitu burung Bubut jawa (Centropus nigrorufus), Wiwik uncuing (Cuculus sepulcralis), Sempur hujan rimba (Eurylaimus javanicus), Pijantung besar (Arachnothera robusta), Gemak loreng (Turnix suscitator), Ayam hutan merah (Gallus gallus), Pelatuk jawa (Chrysocolaptes lucidus), burung Paok pancawarna (Pitta guajana), Bondol peking (Lonchura punctulata), Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier).

Terakhir yaitu Merbah corok-corok (Pycnonotus simplex), Cucak kuning (Pycnonotus dispar), Kareo padi (Amaurornis phoenicurus), Celepuk reban (Otus lempiji), Perling kumbang (Aplonis panayensis), Cinenen pisang (Orthotomus sutorius), Pelanduk semak (Malacocincla sepiarium) dan Kangkareng perut putih (Anthracoceros albirostris).

”Tentu, monitoring ini akan terus kami lakukan dengan sekaligus menjaga hutan lindung yang ada di Malang selatan bersama masyarakat lokal, petani hutan dan Perhutani. Selain itu, kami upayakan melakukan edukasi kepada masyarakat lokal tentang konservasi hutan yang benar agar kelestarian hutan tetap terjaga,” ucapnya. [] (PEN)

Berita terkait
BB Illegal Logging di Hutan Sendiki Malang Hilang
Profauna Indonesia menyayangkan ada barang bukti illegal Logging di Hotel Sendiki Malang berupa sepeda motor dan balok kayu raib.
Pembiaran Illegal Logging di Hutan Sendiki Malang
Profauna Indonesia menyesalkan tidak adanya keseriusan aparat penegak hukum dan Perhutani mengusut menangkap pelaku Illegal Logging.
Deforestasi Hutan Lindung Sendiki Malang yang Malang
Profauna menemukan Hutan Lindung Sendiki Kabupaten Malang mengalami deforestasi mencapai 70 persen dari total luas lahan 538 Ha akibat penebangan.
0
SDR: Kenapa KPK Tak Kunjung Panggil Gubernur DKI, Dispora, Bank DKI & FEO
Sementara dalam kepentingan penanganan kasus dugaan korupsi, baik Mabes Polri dan KPK tentunya akan merujuk pada hasil pemeriksaan BPK.