Ramainya PASTY di Yogyakarta, Jual Burung Hantu hingga Ulat

Beberapa jenis hewan yang sekilas tidak lazim dipelihara dan diperdagangkan terlihat dijual di pasar hewan dan tanaman hias Yogyakarta (PASTY).
Ratusan jangkrik yang dijual oleh Tini, di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY), Senin, 2 November 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Yogyakarta – Ratusan jangkrik berukuran sedang berlompatan di dalam boks yang terbuat dari kawat kasa. Sesekali beberapa ekor dari mereka merayap pada kayu rangka boks yang dilapisi semacam selotip. Namun usahanya kandas ketika jemari seorang perempuan menyentilnya kembali ke dalam boks.

Hanya beberapa sentimeter dari boks berisi ratusan jangkrik itu, sejumlah nampan yang terbuat dari plastik berjajar tidak terlalu rapi. Di dalamnya berisi bermacam ulat berukuran kecil berwarna putih dan cokelat muda. Jumlahnya mungkin ribuan ekor.

Ukurannya yang sedikit lebih kecil daripada kelingking bayi seperti menggeliat-geliat saat berjalan. Tubuhnya yang lembek dan kenyal saling tindih satu dengan lainnya. Sampai tangan perempuan yang tadi menjentik jangkrik, menjumput puluhan ekor dari mereka dengan jemarinya, dan memasukkan ke dalam kantong plastik transparan, kemudian memberikannya pada seorang pembeli.

Cerita Pasar Hewan Yogyakarta (2)Tini, seorang pedagang pakan burung berkicau di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY) sedang menjumput sejumlah ulat untuk pelanggannya, Senin, 2 November 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Bagi sebagian perempuan, ratusan jangkrik dan ulat-ulat kecil yang lembek mungkin menjadi sesuatu yang ditakuti atau menjijikkan. Tapi lain halnya dengan Tini, 50 tahun, pedagang pakan burung di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY). Raut wajahnya tidak menunjukkan rasa takut atau jijik saat memegang ulat-ulat itu.

Pakan Alami

Ulat, jangkrik, dan beberapa jenis binatang kecil lainnya merupakan sumber penghasilannya, selain pakan buatan dan sejumlah perlengkapan lain yang dibutuhkan oleh kicau mania atau penggemar burung berkicau. Binatang-binatang kecil itu merupakan pakan alami untuk beberapa jenis burung berkicau.

Ini sebagian besar memang untuk pakan burung. Biasanya burung-burung yang ngoceh (berkicau). Rata-rata burung mau makan ulat karena memang makanan alaminya.

Selain digunakan sebagai pakan burung berkicau, beberapa jenis ulat lain yang agak lebih besar sering kali digunakan sebagai umpan memancing, meski burung pun doyan memakannya.

Beberapa jenis ulat yang dijualnya antara lain, Ulat Hongkong, ulat balap, ulat kandang, dan Ulat Jerman. Jenis ulat yang biasanya digunakan sebagai umpan para pemancing adalah Ulat Jerman.

Cerita Pasar Hewan Yogyakarta (3)

Sejumlah kandang burung yang berisi burung berkicau dijual di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY), Senin, 2 November 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Ulat Jerman buat mancing. Yang untuk makanan burung itu biasanya Ulat Hongkong dan ulat kandang. Jangkrik juga untuk makanan burung berkicau,” jelasnya di sela kesibukan melayani pembeli, Senin, 2 November 2020.

Tini juga menjual telur semut yang biasa disebut kroto. Bentuk kroto sekilas mirip dengan ulat. Tubuhnya berwarna putih, teksturnya lembek dan kenyal. Biasanya semut-semut indukan masih berkerumun di antara kroto.

Saat ditanya jenis dagangan yang paling laris, Tini mengaku hampir semua pakan burung banyak dicari oleh pembeli. Sebab PASTY merupakan tempat yang paling popular untuk kicau mania maupun para pecinta binatang.

“Yang paling laris, ya sama aja,” kata Tini menegaskan.

Meski pakan burung banyak dicari oleh para kicau mania, perempuan yang telah menjual pakan burung selama 25 tahun ini mengaku bahwa pandemi Covid-19 memberi dampak negatif yang cukup besar terhadap penjualannya. Penurunan omzet mencapai sekitar 25 persen.

“Sudah lama menjual, 25 tahun, sejak pasar burung masih di Ngasem. Pandemi ini ngaruh banget, sepi. Turunnya sampai seperempat.”

Walaupun Tini mengaku terjadi penurunan penjualan akibat pandemi, namun pembeli yang mengantre di lapaknya cukup banyak. Mereka juga silih berganti datang, meski cuaca di Yogyakarta diselimuti mendung tebal.

Beberapa puluh meter dari tempat Tini menjual, sejumlah pengunjung PASTY terlihat asyik memperhatikan burung-burung di lapak penjual burung berkicau. Kandang burung beraneka bentuk tampak tergantung di langit-langit lapak.

Suara bermacam burung terdengar cukup riuh bersahut-sahutan, mengalahkan deru knalpot kendaraan yang melintas di depan pasar hewan tersebut.

Semakin dalam memasuki pasar itu, jenis hewan yang ditemui pun semakin beragam. Bukan hanya ulat, jangkrik, burung berkicau atau burung dara, tetapi juga binatang-binatang yang selama ini dikenal cukup liar, seperti luwak dan tupai.

Burung Hantu Bangun Siang

Satu-satunya lapak yang menjual guwek atau burung hantu dan satwa liar semacam luwak di PASTY adalah Krisna, 39 tahun. Di depan lapaknya yang terletak di tengah PASTY terdapat beberapa kandang yang terbuat dari kawat kasa. 

Sebagian kandang berisi belasan kelinci, sebagian lagi berisi luwak, tupai, burung hantu, dan beberapa jenis binatang lain. Berbeda dengan burung hantu di alam liar yang tidur saat siang, di situ burung hantu tersebut tampak terjaga.

Cerita Pasar Hewan Yogyakarta (4)Dua ekor burung hantu jenis Tyto Alba, yang dijual di lapak milik Krisna, 37 tahun, di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY), Senin, 2 November 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Krisna yang mengaku sudah 17 tahun lebih menjual binatang-binatang semacam itu, mengatakan dirinya memang sengaja memilih berdagang hewan-hewan yang unik dan biasanya hanya ditemukan di alam bebas.

“Saya tertarik jual burung dan satwa yang belum ada penjualnya. Di sini cuma saya sendiri yang jual. Musang, burung hantu, itu kan nggak ada. Peminatnya ya ada juga, lumayan sih,” kata Krisna.

Sejak awal menjual, saat itu di Pasar Ngasem, Yogyakarta hingga saat ini, dia tidak pernah mencoba menjual burung berkicau maupun burung lain yang sudah banyak penjualnya.

Mengenai asal muasal hewan-hewan yang dijualnya, Krisna mengatakan dirinya selalu disetori oleh beberapa penjual langganannya. “Itu disetorin semua, kelinci, burung hantu, luwak.”

Meski menjual binatang-binatang yang jarang dijual oleh pedagang hewan di situ, Krisna mengaku dirinya tidak menjual jenis burung-burung yang dilindungi, termasuk burung-burung buas seperti elang.

“Kalau burung buas jarang. Dulu pernah jual yang belum dilindungi, tapi sekarang sudah nggak jual lagi karena dilindungi,” ucapnya.

Peminat hewan-hewan yang dijualnya, termasuk burung hantu, disebutnya cukup banyak. Mereka berasal dari berbagai kalangan, tapi Krisna tidak pernah menanyakan untuk apa mereka membeli hewan-hewan itu. “Pembelinya dari berbagai kalangan, tapi saya tidak tahu mereka untuk apa, karena kan saya cuma menjual di pasar. Kemungkinan dipelihara.”

Cerita Pasar Hewan Yogakarta (5)Krisna, 37 tahun, pedagang satwa di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY), saat ditemui di lapaknya, Senin, 2 November 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Krisna juga menjelaskan harga-harga hewan yang dijualnya, Menurut dia, harganya cukup terjangkau oleh para pehobi. Harga kelinci misalnya, mulai dari Rp 80 ribu hingga Rp 500 ribu lebih, tergantung jenis dan besarnya. Jenis yang termurah adalah Kelinci Australia, per ekornya Rp 80 ribu.

Sementara untuk luwak ukuran kecil, harganya Rp 350 ribu. Harga itu untuk luwak yang jinak kandang, yakni luwak yang jika dikeluarkan dari kandangnya dia akan kembali liar. Sementara untuk luwak yang jitot atau jinak total, harganya bisa mencapai Rp 700 ribu.

“Jitot itu jinak total, kalau dilepaskan tidak lari, bisa digendong-gendong. Kalau semi itu jinak kandang, kalau di luar kandang agresif. Kalau jitot sekitar Rp 700 ribuan. Kalau yang jinak kandang biasanya cuma untuk produk kopi,” kata dia lagi.

Sedangkan untnuk burung hantu, yang termurah adalah jenis celepuk, harganya di kisaran Rp 75 ribu. Untuk jenis lain, harganya pun berbeda. Ada yang harganya bisa mencapai Rp 350 ribu, yakni jenis Tyto Alba.

Perawatan hewan-hewan itu, termasuk pakannya, lanjut Krisna, tidak terlalu sulit. Untuk anakan burung hantu bisa diberi pakan jangkrik, sementara yang sudah dewasa bisa diberi daging. Sedangkan untuk luwak, cukup diberi pisang. Meski paham tentang perawatan hewan-hewan itu, Krisna mengaku tidak menangkarkan.

Cerita Pasar Hewan Yogyakarta
Dua ekor tupai bermain di dalam kandang, di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY), Senin, 2 November 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

“Saya tidak menangkarkan karena saya cukup berdagang saja. Kalau penangkaran ada banyak, ada di Bantul, ada di Sleman juga. Banyak yang beli sepasang, nggak khusus beternak, cuma membeli, kemudian bertelur dan beranak.” []

Baca Juga:

Cerita Jam Malam dan Penutupan Ratusan Taman di Surabaya

Mengenal Tokoh Pimpinan Penjaga Keraton Yogyakarta

Berita terkait
Motif Batik Tradisional di Stadion Modern Manahan Solo
Pascarenovasi besar-besaran di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah, terjadi perubahan menyolok, termasuk adanya motif batik Kawung.
Hobi dan Tidak Sengaja Bisnis Tanaman Anggrek di Yogyakarta
Sepasang suami istri di Yogyakarta menekuni bisnis tanaman anggrek berawal dari hobi, ketidaksengajaan dan dampak pandemi Covid-19.
Kebun Bunga Amarilis di Yogyakarta yang Rutin Viral
Bunga Amarilis yang dulunya dianggap sebagai gulma oleh petani di sekitarKecamatan Patuk, Gunungkidul, kiini dibudidayakan untuk wisata.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.