Puasa Senin-Kemis dan Salat Malam yang Membawa Berkah

Puasa Senin-Kemis dan salat malam memang berat dijalankan, tapi ternyata manfaatnya sangat besar dalam melindungi diri dari celaka dan penyakit
Ilustrasi puasa. (Foto: nu.or.id)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Catatan: Artikel ini pertama kali ditayangkan di Tagar.id pada tanggal 18 September 2019. Redaksi.

TAGAR.id - “Kalau Bapak tidak rajin puasa Senin-Kemis dan solat malam*, Bapak sudah di atas kursi roda.” Inilah yang dikatakan oleh Bu Haji, yang mengobati saya terkait dengan penyakit nonmedis, ketika saya pertama kali ke rumahnya di Kabupaten Pandeglang, Banten, awal tahun 2000-an.

Saya lemas mendengar ucapan Bu Haji itu sekaligus bersyukur karena saya masih bisa berjalan tegak ketika itu dan, alhamdulillah, sampai sekarang dan Insya Allah sampai ajal menjemput kelak.

Nonmedis

Bertahun-tahun saya berobat ke dokter, tapi penyakit-penyakit yang mendera, seperti nyeri di tumit, pegal di leher, kepala nyeri, dll. tetap tidak sembuh. Belakangan dokter itu ‘angkat tangan’. Bahkan, saya pernah ke unit kedokteran nuklir di sebuah rumah sakit instansi di Jakarta Pusat. Namun, tetap saja sumber penyakit tidak ditemukan.

[Baca juga: RKUHP Abaikan Penderitaan Korban Santet]

Dalam kegalauan karena penyakit tidak bisa disembuhkan dan penyebabnya pun tidak ketahuan. Hasil laboratorium baik-baik saja. Ada yang menganjurkan agar ‘berobat’ ke ‘orang pintar’ di kulon (Banten).

Yang menganjurkan memberikan alamat tempat ‘orang pintar’ yang dia sebut sebagai ‘abah’ sambil memberikan gambaran yang menakutkan tentang wilayah yang akan saya datangi.

Saya sudah beberapa kali ke beberapa daerah di Banten, bahkan pernah ke Ujung Kulon dari laut ketika mengikuti pelayaran rutin kapal navigasi, waktu itu Dephub, untuk pergantian petugas di mercu suar pada jalur Jakarta – Bengkulu.

Beberapa kali kami berjanji untuk ke rumah ‘abah’, tapi selalu gagal. Akhirnya, saya beranikan ke alamat yang diberikan. Eh, ternyata daerah itu bukan di ‘hutan’ seperti yang diceritakan teman tadi. Nama tempatnya memang sama, tapi satu di Ujung Kulon dan yang dia maksud justru ada di wilayah Kab Serang, sekitar 30 menit naik angkot dari terminal Serang.

Akhirnya, saya sampai ke rumah ‘abah’, yang selanjutnya saya panggil Pak Haji. Setelah basa-basi Pak Haji pergi ke ruangan ‘praktek’-nya. Kira-kira 30 menit Pak Haji keluar dan menemui saya.

“Saya tahu ada benda-benda di badan Bapak, tapi saya tidak bisa menariknya,” kata Pak Haji.

Lagi-lagi buntu. Sama saja seperti penanganan medis. “Tapi, saya tahu orang yang bisa menarik benda-benda kiriman (maksudnya santet-pen.) yang ada di badan Bapak,” kata Pak Haji memecah lamunan saya yang terperangkap dalam ketidakpastian.

Saya minta Pak Haji mengantar saya ke tempat yang dia maksud. Menurut Pak Haji kalau mau ke sana harus membawa ‘alat’ untuk menarik benda-benda di tubuh.

Apa, Pak Haji?

Ternya di luar dugaan karena yang diperlukan hanya pisang ambon. Kami mampir ke pasar membeli satu sisir pisang ambon.

Akhirnya kami sampai ke rumah Bu Haji Emun di sekitar kawasan Mengger di Pandeglang. Nah, ketika mau melangkah masuk ke rumah itulah Bu Haji melihat saya sambil mengeleng-gelengkan kepala dan mengatakan puasa Senin-Kamis dan salat malamlah yang membantu saya sehingga tidak celaka seperti yang diharapkan orang yang membayar dukun santet.

Salat Malam

Setelah duduk di kursi, Bu Haji bertanya: “Di rumah Bapak ada ruangan atau kamar yang tidak boleh dimasuki orang lain?”

Tentu saja tidak ada. Tapi, yang ditanya Bu Haji pernah saya temukan di sebuah rumah kerabat di sebuah kota di Jabar bagian selatan. “Itu dia,” kata Bu Haji sambil menghisap rokoknya.

Rupanya, kamar atau ruangan yang tidak boleh dimasuk orang lain selain salah satu dari pemilik rumah itu adalah orang yang memelihara pesugihan (mencari kekayaan dengan bantuan makhluk halus). Ini memerlukan tumbal berupa nyawa manusia yang diawali dengan membuat calon tumbal sakit, bisa karena celaka atau sakit karena benda-benda yang dikirim ke badan, kantor dan rumah.

Bu Haji menarik beberapa benda, seperti beling, paku, dll. dari badan saya. Rupanya, santet bisa masuk ke badan saya karena benda-benda yang menempel ke badan dan bagian-bagian badan saya mereka berikan ke dukun. Bahkan, maaf, rambut kemaluan. Benda-benda inilah yang jadi ‘kompas’ bagi makhluk suruhan dukun membawa benda-benda yang dimasukkan ke tubuh atau ke rumah dan kantor.

[Baca juga: Santet, Ada Kiriman di Malam Hari]

Sebelumnya juga ada dukun yang mereka sebut sebagai ustad datang ke rumah. Kata mereka mau bikin pagar, tapi belakangan saya temukan bungkusan yang ditanam di pojok rumah. Bungkusan dengan kain putih itu, kabarnya kain kafan mayat yang mati bunuh diri, berisi beling, paku, gabah, telur ayam, dll.

Benda itu hanya saya buang ke tong sampah. “Harusnya dibakar, Pak,” kata Pak Ajie Damar, ‘orang pintar’ di Cilegon, Banten, yang juga ikut mengobati saya. Pak Ajie ini ‘dirujuk oleh Pak Haji karena dia bisa mengetahui nama dan alamat dukun yang mengirim santet dan orang-orang membayar dukun itu.

Ketika pulang dari rumah Bu Haji di perjalanan Pak Haji menawarkan orang yang bisa mengetahui nama dan alamat duku yang mengirim santet dan orang membayar duku tsb. Orang itu adalah Pak Ajie. Bahkan, ada benda-benda di badan dan di rumah yang tidak bisa ditarik Bu Haji tapi bisa diambil oleh Pak Ajie.

Suatu malam saya naik taksi. Sopir taksi itu beberapa kali melihat saya dari kaca spion di depannya. Tentu saja saya tidak nyaman. “Pak, saya bukan rampok. Kalau perlu ini kartu saya,” kata saya kepada sopir taksi itu. Soalnya, ketika itu sudah dini hari di tahun 1980-an.

“Maaf, Pak, saya melihat wajah Bapak bersih,” kata sopir itu sambil melambatkan laju taksi. “Bapak sering salat malam,” katanya.

Ketika saya puasa Senin-Kamis dan salat malam yang saya lakukan hanya mengikuti ajaran Rasul tidak terpikir hal-hal yang akan terjadi. Tapi, allhamdulillah manfaatnya sungguh luar biasa.  []

* Syaiful W. Harahap adalah Redaktur di Tagar.id

*Salat malam salat sunah pada tengah malam setelah bangun dari tidur di ujung sepertiga malam  

Berita terkait
Pembantaian Ratusan Dukun Santet Sebelum RUU KUHP
21 tahun lalu sebelum Pasal 293 RUU KUHP dibahas, ratusan dukun santet di Banyuwangi dibantai.
DPR Sebut Pasal Santet Melindungi Sosok Diduga Dukun
Anggota Komisi III DPR sebut Pasal santet yang hadir di RUU KUHP untuk mendukung seseorang diduga dukun.
Adakah Pasal Santet Dalam RUU KUHP?
Belum adanya payung hukum soal santet dan perdukunan di Indonesia membuat definisi baru tentang dua hal mistis tersebut di RUU KUHP.
0
Puasa Senin-Kemis dan Salat Malam yang Membawa Berkah
Puasa Senin-Kemis dan salat malam memang berat dijalankan, tapi ternyata manfaatnya sangat besar dalam melindungi diri dari celaka dan penyakit