Provinsi Jawa Timur di Puncak Epidemi AIDS Nasional

Epidemi HIV/AIDS di Indonesia membuka lembaran baru, kalau selama ini kasus paling banyak di Jakarta dan Papua, sekarang pindah ke Jawa Timur
Seorang aktivis LSM menyalakan lilin selama kampanye kesadaran AIDS pada malam Hari AIDS Sedunia di Agartala, ibukota negara bagian Tripura, India timur laut, 30 November 2013. Hari AIDS Sedunia diperingati secara internasional setiap anggal 1 Desember. (Foto: chinadaily.com.cn/Agencies).

Jakarta – Selama ini provinsi yang bercokol di puncak epidemi HIV/AIDS di Indonesia adalah DKI Jakarta dan Papua. Laporan Ditjen P2P Kemenkes RI terakhir tanggal 17 Februari 2020 menunjukkan justru Provinsi Jawa Timur (Jatim) yang bercokol di puncak epidemi HIV/AIDS dengan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS 77.963 yang terdiri atas 57.176 HIV dan 20.787 AIDS.

Di belakang Jatim dalam kelompok 10 besar provinsi ada DKI Jakarta dengan jumlah kasus 76.095, Papua 59.981 dan Jawa Barat (Jabar) 47.277. Berikutnya ada Jawa Tengah (Jateng) 45.046, Bali 29.748, dan Sumatera Utara (Sumut) 23.418. Selanjutnya Sulawesi Selatan (Sulsel) 13.789, Banten 10.039, dan Kepulauan Riau (Kepri) 11.773. Sedangkan provinsi lain ada di peringkat ke-11 sd. peringkat ke-34 (Lihat Tabel).

ilus2 jatimPeringkat provinsi berdasarkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS (Sumber: Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 17 Februari 2020). (Foto: Tagar/Syaiful W. Harahap).

Jatim merupakan salah daerah yang secara gencar dan massif menutup tempat-tempat pelacuran yang dimotori oleh, waktu itu Mensos Khofifah Indar Parawansa, yang sekarang sebagai Gubernur Jatim. Paling tidak sudah 22 lokasi pelacuran yang ditutup termasuk lokasi pelacuran yang dikenal luas, Dolly. Ini ditutup oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tahun 2014.

Dari aspek kesehatan masyarakat pelacuran yang dilokalisir bisa jadi zona memutus jembatan penyebaran penyakit dari pelacuran ke masyarakat dan sebaliknya melalui intervensi yang memaksa setiap laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) memakai kondom. Tapi, karena sejak reformasi gerakan moral menggebu-gebu aspek-aspek kesehatan masyarakat diabaikan terkait dengan pelacuran.

Lagi pula dengan menutup semua tempat atau lokasi pelacuran tidak otomatis menghentikan praktek jual-beli seks karena sekarang lokalisasi sudah pindah ke media sosial. Tawar-menawar dilakukan melalui ponsel.

Baca juga: Lokalisasi Pelacuran dari Jalanan ke Media Sosial

Belakangan polisi sering menangkap perempuan yang terlibat dalam prostitusi online, bahkan disebut-sebut melibatkan ‘artis’ dan foto model dengan tarif jutaan rupiah untuk short time. Ini bukti praktek jual-beli seks tidak berhenti dengan menutup lokasi atau tempat pelacuran.

Banyak laki-laki ‘hidung belang’ yang membeli seks melalui prostitusi online merasa tidak berisiko tertular ‘penyakit kelamin’, ini sebutan umum untuk IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, al. sifilis/raja singa, GO/kending nanah, klamidia, virus hepatitis B, virus kanker serviks, dll. termasuk HIV/AIDS).

Ini terjadi karena selama ini informasi tentang IMS dan HIV/AIDS selalu dibalut dan dibumbui dengan moral dan agama sehingga fakta medis IMS dan HIV/AIDS hilang sedangkan yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah). Misalnya, disebutkan bahwa IMS atau HIV/AIDS menular melalui pelacuran dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi. Nah, laki-laki ‘hidung belang’ yang beli seks melalui prostitusi online marasa tidak akan tertular IMS atau HIV/AIDS.

Padahal, cewek yang terlibat pada prostitusi online juga termasuk PSK yang disebut sebagai PSK tidak langsung. Perilaku seksual mereka berisiko tinggi tertular IMS atau HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus kalau PSK tidak langsung mengidap IMS dan HIV/AIDS.

Dengan jumlah kasus kumulatif yang dilaporkan sebanyak 77.963 belum menggambarkan kasus HIV/AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang dilaporkan (77.963) hanya sebagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat yang digambarkan sebagai puncak gunung es yang mencuat ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Maka, jika Pemprov Jatim dan pemerintah kabupaten serta kota di Jatim tidak menjalankan program penanggulangan yang konkret di hulu, maka insiden infeksi HIV akan terus terjadi di masyarakat sebagai ‘bom waktu’ yang kelak jadi ‘ledakan AIDS’. []

Berita terkait
Penyebaran HIV/AIDS Tertinggi di 10 Provinsi
Jumlah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di seluruh Indonesia baru separuh dari jumlah kasus berdasarkan estimasi tahun 2016
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.