Prostitusi Online dan Artis Penyebar HIV/AIDS di Indonesia

Hari AIDS Sedunia diperingati tiap 1 Desember sebagai pengingat bagi warga dunia untuk menanggulangi HIV/AIDS dan dukungan bagi Odha
Ilustrasi (Foto: baophutho.vn)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

TAGAR.id - Pandemi virus corona menenggelamkan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, padahal laporan terakhir Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P), Kemenkes RI, tanggal 9 November 2020 menunjukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun 1987 sampai 30 September 2020 sebanyak 537.730 yang terdiri atas 409.857 HIV dan 127.873 AIDS.

Laporan UNAIDS, Badan PBB khusus AIDS, menunjukkan sampai akhir tahun 2019 jumlah kasus HIV/AIDS global mencapai 38 juta dengan 1,7 juta infeksi baru dan 690.000 kematian terkait HIV/AIDS.

peringkat provinsiPeringkat provinsi berdasarkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS dari tahun 1987 sampai 30 September 2020 (Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI)

Sedangkan estimasi jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia 640.000 (aidsdatahub.org). Itu artinya ada 102.270 warga yang mengidap HIV/AIDS (Odha-Orang dengan HIV/AIDS) tapi tidak terdeteksi. Mereka inilah yang jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Ini terjadi karena tidak ada tanda-tanda atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik warga yang mengidap HIV/AIDS.

Jika dibandingkan dengan Filipina yang industri seksnya tinggi, jumlah kasus di Indonesia jauh lebih banyak. Data di aidsdatahub.org menunjukkan Filipina melaporkan 97.000 kasus dengan 16.000 infeksi baru per tahun. Thailand pun dengan pariwisata didukung industry seks jumlah kasus 470.000 dengan 5.400 infeksi baru per tahun. Bandingkan dengan Indonesia dengan kasus 640.000 dan 46.000 kasus infeksi baru per tahun.

Mengapa Filipina dan Thailand bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru?

Ketika mengikuti Kongres AIDS Internasional Asia Pasifik IV (ICAAP IV) tahun 1997 di Manila, Filipina, penulis berkunjung ke sebuah pusat hiburan malam yang menyediakan layanan seks.

“Sir, jangan lupa kondom, ya.” Ini diingatkan oleh Satpam di pintu depan sambil meminta kamera ditinggalkan (waktu itu belum ada ponsel dengan kamera). Bagi yang berpikiran negatif tentulah yang dia bayangkan HIV/AIDS berkecamuk di Manila, tapi bagi yang berpikiran positit Satpam itu mengingatkan: Jangan bawa HIV/AIDS ke sini, serta Hati-hati tertular HIV/AIDS!

1. Perilaku Berisiko Tertular HIV/AIDS

Bayangkan, tahun 1997 Filipina sudah menggencarkan pemakaian kondom sebagai alat untuk mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual. Thailand menjalankan program ‘wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di tempat-tempat pelacuran dan rumah bordil.

Sedangkan di Indonesia sampai hari in perdebatan, pro dan kontra, soal kondom belum juga selesai. Di beberapa daerah kalau ada ceramah atau diskusi soal HIV/AIDS diwanti-wanti agar tidak menyebut kata kondom. Padahal, pada saat yang sama terjadi insiden penularan HIV baru, terutama melalui hubungan seksual berisiko yang juga jadi pintu masuk HIV/AIDS di Indonesia, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,

(2). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK.

(4). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan waria. Sebuah studi di Surabaya awal tahun 1990-an menunjukkan laki-laki pelanggan waria umumnya laki-laki beristri. Ketika seks dengan waria mereka justru jadi ‘perempuan’ (dalam bahasa waria ditempong atau di anal) dan waria jadi ‘laki-laki’ (dalam bahasa waria menempong atau menganal).

(5). Laki-laki dewasa biseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis dan sejenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti.

Satpol PP memaksa pelacur jalanan dan pasangan di penginapan, losmen dan hotel melati yang tertangkap jalani tes HIV. Tapi, polisi yang menangkap ‘artis’ dan pelaku prostitusi online tidak melakukan tes HIV. Razia yang dilakukan Satpol PP dan polisi pun hanya menyasar pelacur jalanan, penginapan, losmen dan hotel melati. Apakah di hotel berbintang dan apartemen mewah tidak ada transaksi seks sebagai bentuk pelacuran? Soalnya, Satpol PP dan polisi tidak pernah merazia hotel berbintang dan apartemen mewah terkait dengan penyakit masyarakat (Pekat), dalam hal ini zina, yang diatur di dalam peraturan daerah (Perda).

2. PSK Tidak Langsung

Ketika mengasuh rubik Konsultasi HIV/AIDS di salah satu surat kabar di Sulawesi Selatan saya menerima surat dari seorang pejabat di Sulawesi yang mengatakan dia tidak mungkin tertular HIV/AIDS karena tidak pernah melakukan hubungan seksua dengan PSK. “Bang, saya kalau dinas ke Surabaya atau Jakarta seks dengan cewek cantik di hotel berbintang.” Ini alasan pejabat tadi sehingga dia berani mengatakan tidak berisiko tertular HIV/AIDS.

Tapi, tunggu dulu. Cewek yang dia maksud itu adalah PSK tidak langsung. Dalam prakteknya sama saja dengan PSK jalanan (PSK langsung) yang melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti.

PSK sendiri dikenal ada dua tipe, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.

(2), PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, PSK online, dll.

PSK tidak langsung berisiko tinggi tertular HIV/AIDS karena bisa saja salah satu laki-laki yang melakukan hubangan seksual mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS.

Waktu itu saya anjurkan dia untuk jalani tes HIV, tapi dia menolak dan tetap teguh mengatakan tidak berisiko tertular HIV/AIDS. Belakangan dapat kabar orang itu bulak-balik ke ibu kota provinsi berobat dan hasil tes HIV positif.

3. Program Penaggulangan HIV/AIDS Mengekor Thailand

Lokres (lokalisasi dan resosialisasi) pelacuran sejak reformasi sudah ditutup sehingga tidak bisa lagi dilakukan intervensi kepada laki-laki agar memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan PSK. Sekarang lokres justru sudah pindah ke media sosial dengan berbagai modus.

Baca juga: Lokalisasi Pelacuran dari Jalanan ke Media Sosial

Prostitusi artis dan online sudah menjamur mulai dari Aceh sampai Papua. Ini melibatkan PSK tidak langsung. Jelas tidak bisa diintervensi karena transaksi seksual terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Padahal, Thailand sudah membuktikan intervensi program ‘wajib kondom 100 persen’ menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa. Indikatornya adalah jumlah calon taruna militer yang terdeteksi HIV/AIDS terus berkurang dan kasus baru di Thailand pun berkurang.

Program yang dijalankan Thailand ini merupakan langkah penanggulangan di hulu, sedangkan di Indonesia penanggulangan dilakukan di hilir, seperti tes HIV pada ibu hamil. Maka, insiden infeksi HIV di hulu akan terus-menerus terjadi. Laki-laki yang tertular HIV/AIDS jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

tes hiv di hilirTes HIV adalah program di hilir sehingga insiden infeksi HIV terus terjdi di hulu karena tidak ada program yang konkret untuk menurunkan insiden infeki HIV dihulu (Tagar/Syaiful W Harahap)

Program ‘wajib kondom 100 persen’ memang ‘dicangkok’ di Indonesia, tapi setengah hati karena tidak utuh. Lagi pula program ini adalah ekor program di Thailand yang jadi kepala program di Indonesia. Itu artinya program penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia mengekor ke ekor program Thailand.

Kondom merupakan aspek terakhir dari lima program penanggulangan HIV/AIDS dengan skala nasional di Thailand. Sedangkan di Indonesia kondom ditolak banyak kalangan. Selain itu program ‘wajib kondom 100 persen’ hanya bisa dijalankan jika praktek pelacuran dilokalisir.

Karena saat ini prostitusi artis dan online jadi penyebar HIV/AIDS di Indonesia, maka artis dan cewek yang tertangkap harus jalani tes HIV, termasuk laki-laki yang tertangkap bersama artis dan cewek prostitusi online. Memang, dalam tes HIV bisa hasilnya negatif palsu (tes nonreaktif tapi HIV sudah ada di darah) atau positif palsu (tes reaktif tapi tidak ada HIV di darah) jika tes dilakukan di bawah tiga bulan tertular HIV/AIDS.

Untuk itu mereka diharuskan tes HIV tiga bulan ke depan dengan catatan tidak melakukan hubungan seksual berisiko pada rentang waktu tiga bulan sampai tes HIV. Dan, perlu juga ditekankan bahwa tes HIV bukan vaksin. Biar pun hasilnya negatif itu tidak jaminan akan ‘bebas HIV/AIDS’ selamanya karena setelah tes HIV bisa saja mereka yang HIV-negatif melakukan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS.

Karena prostitusi online dan artis tidak bisa diintervensi, maka dianjurkan agar pelaku dan pelanggan untuk melakukan tes HIV di Klinik VCT yang ditunjuk pemerintah agar tidak jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat. (Artikel ini pertama kali tayang di Tagar.id pada tanggal 1 Desember 2020). []

* Syaiful W. Harahap adalah Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Benarkah Minum Miras Sebagai Pintu Masuk HIV/AIDS
Pernyataan Sekjen MUI tentang minum miras sebagai pintu masuk HIV/AIDS merupakan informasi yang menyesatkan karena miras bukan pintu masuk HIV/AIDS
Penanggulangan Stigma HIV/AIDS di Kota Bandung Ada di Hilir
Pemkot Bandung, Jabar, meningkatkan kemampuan organisasi masyarakat untuk jadikan Kota Bandung unggul tanpa stigma, ini merupakan program di hilir
Jakarta dan Papua dengan Kasus Terbanyak HIV/AIDS
Laporan terbartu kasus HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan ada lima provinsi dengan jumlah kasus HIV dan AIDS terbanyak
0
Keluhan Kesehatan Tidak Otomatis Terkait dengan HIV/AIDS
Berita seputar HIV/AIDS pada Hari AIDS Sedunia, 1 Desember 2020, diramaikan dengan gejala HIV/AIDS yang bisa membuat kepanikan masyarakat