Jakarta - Mantan Wakil Presiden RI kelima, Sudharmono, merupakan mantan perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan pangkat terakhir letnan jenderal. Dia terpilih sebagai wakil presiden mendampingi Soeharto dalam Kabinet Pembangunan V untuk jabatan tahun 1988 hingga 1993.
Laki-laki yang akrab disapa Pak Dar ini lahir di desa Cerme, Gresik, Jawa Timur, pada tanggal 12 Maret 1927, dia menjadi yatim piatu sejak dari usia 3 tahun. Oleh karena itu Sudharmono berpindah-pindah mengikuti orang tua asuh. Ibunya, Soekarsi meninggal ketika melahirkan adik bungsu Soedharmono pada 1930. Sementara ayahnya R. Wiroredjo meninggal 6 bulan kemudian karena sakit.
Sudharmono terpilih sebagai wapres setelah dia sebelumnya berhasil menakhkodai DPP Golkar keluar sebagai pemenang pada Pemilu 1987. Dia menjabat Ketum DPP Golkar periode 1983-1988 pada Musyawarah Nasional III Golongan Karya (Golkar), Oktober 1983 menggantikan Amir Moertono. Tak salah bila disebut bahwa Sudharmono adalah orang kepercayaan Soeharto.
Selama menjabat wapres, Sudharmono pernah mengeluarkan kebijakan untuk membentuk Tromol Pos 5000 sebagai sarana pengawasan masyarakat. Pak Dar mulai melakukan konsolidasi politik dengan mulai kunjungan kerja keliling provinsi di Indonesia, departemen (kementerian), Kantor Negara dan Lembaga Departemen Non Pemerintah. Pada periode ini juga Rapat Koordinasi Pengawasan diselenggarakan setiap tahun.
1. Berkompetisi dengan Try Sutrisno
Majunya Sudharmono sebagai wapres pada 1988 sempat bersitegang dengan Try Sutrisno yang waktu itu menjabat Pangab (Panglima ABRI). Pendukung keduanya saling gontok-gontokan saat sidang umum MPR.
Sudharmono yang menjabat Menteri Sekretaris Negara merangkap Ketua Umum DPP Golkar dijagokan Golongan Karya dari unsur sipil (jalur G) dan birokrasi (jalur B). Sementara Try Sutrisno dijagokan oleh Golongan Karya dari unsur militer (jalur A) yang dipandegani oleh Menkopolkam LB Moerdani.
Panasnya tensi perpolitikan di Senayan saat itu memunculkan banyak intrik yang dikemukakan untuk mendegradasi Sudharmono dengan tuduhan terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun pada akhirnya Soeharto menunjuk sang birokrat untuk mendampinginya untuk periode kelima.
Naiknya Sudharmono sebagai wapres dan Ketum Golkar menjadi keberuntungan bagi Golkar. Pasalnya pada pemilu 1997 golongan berlambang beringin itu meraup suara mayoritas hingga 72 persen.
Karier Sudharmono sudah diukir puluhan tahun sebelumnya yang setia mendampingi penguasa Orde Baru. Seperti sebagai Sekretaris Negara, yang kemudian menjadi Menteri Sekretaris Negara pada 1970-1988, hingga puncaknya menjadi Wakil Presiden.
Kesetiaannya kepada Pak Harto juga dibuktikan di luar urusan pemerintahan. Tercatat, Pak Dar dipercaya mengoordinir tujuh yayasan yang didirikan keluarga Cendana, yakni Dharmais, Supersemar, Dakap, Damandiri, Amal Bhakti Muslim Pancasila, Gotong Royong, dan Trikora.
Pada 1993, akhirnya ABRI berhasil membalaskan dendam mereka dari Sidang Umum MPR 1988 saat Soeharto memilih Sudharmono. Benny Moerdani yang pada tahun 1993 adalah Menteri Pertahanan, dia bertekad mendorong Try Sutrisno untuk Wakil Presiden bagi Soeharto pada Sidang Umum MPR 1993.
2. Peluang Menjadi Presiden
Pada Sidang Umum MPR tahun 1988, sejumlah tokoh yakin Soeharto akan menjabat sebagai presiden untuk yang terakhir. Dengan begitu, Wakil Presiden memiliki kans yang kuat untuk menjadi presiden selanjutnya. Hal inilah yang tidak disenangi oleh banyak orang di ABRI.
Meski Sudharmono sendiri seorang tentara dan telah mengakhiri kariernya dengan pangkat Letnan Jenderal, dia telah menghabiskan sebagian besar kariernya di belakang meja bukannya memimpin pasukan yang membuat dirinya dipandang rendah oleh ABRI.
3. Sang Birokrat Meninggal
Sudharmono meninggal dunia pada Rabu, 25 Januari 2006 sekitar pukul 19.40 WIB, setelah menjalani perawatan selama dua pekan di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC), Jakarta, sejak 10 Januari 2006. Sudharmono meninggal akibat infeksi paru dan komplikasi penyakit lain.
Sang jenderal pekerja keras itu telah menjalani berbagai pengobatan di Singapura dan Jepang. Dia dimakamkan sebelum (salat) dzuhur atau sekitar pukul 10.00, Kamis 26 Januari 2006 di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang bertindak sebagai inspektur upacara pemakaman.
4. Pendidikan
- HIS (Hollands Inlandsche School)
- SMP 2 Semarang (1943)
- Akademi Hukum Militer (1956)
- Perguruan Tinggi Hukum Militer (lulus 1962)
5. Karier
- Jaksa Tentara Tertinggi di Medan (1957-1961)
- Wakil Presiden Kabinet Pembangunan V (1988 - 1993)
- Perwira Staf Penguasa Perang Tertinggi
- Sekretaris Dewan Stabilitas Ekonomi (1966-1972)
- Ketua Umum Golkar []