Profil Pertamina dan Wacana Penghapusan BBM Jenis Premium

wacana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) dengan oktan rendah masih terus bergulir dan Pertamina menegaskan masih akan menyalurkan Premium.
Ilustrasi - Gedung Pertamina. (Foto: Tagar/Eksplorasi.id)

Jakarta - Wacana penghapusan bahan bakar minyak dengan oktan rendah masih terus bergulir. Namun PT Pertamina (Persero) menegaskan masih akan menyalurkan Premium (dengan oktan 88) dan Pertalite (oktan 90).

Nilai oktan (Research Octane Number - RON) menunjukan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan. Semakin tinggi nilai oktannya, maka BBM lebih lambat terbakar, sehingga tidak meninggalkan residu pada mesin yang bisa mengganggu kinerjanya. Pertamina terus mendorong penyediaan konsumsi BBM dengan kualitas yang lebih baik.

Berbicara mengenai Pertamina, tahun 1950-an menjadi tonggak sejarah BUMN sektor migas ini. Pemerintah menunjuk Angkatan Darat yang kemudian mendirikan PT Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara untuk mengelola lading minyak di wilayah Sumatera.

Pada 10 Desember 1957, perusahaan tersebut berubah nama menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional, disingkat PERMINA. Tanggal ini diperingati sebagai lahirnya Pertamina hingga saat ini.

Seperti dikutip dari portal pertamina.com, pada 1960, PT Permina berubah status menjadi Perusahaan Negara (PN) Permina. Kemudian, PN Permina bergabung dengan PN Pertamin menjadi PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) pada 20 Agustus 1968.

Selanjutnya, pemerintah mengatur peran Pertamina untuk menghasilkan dan mengolah migas dari ladang-ladang minyak serta menyediakan kebutuhan bahan bakar dan gas di Indonesia melalui UU Nomor 8 tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara. UU ini memberikan kewenangan cukup besar kepada Pertamina dalam mengusahakan minyak dan gas bumi di Indonesia, mulai dari eksplorasi, eksploitasi, pemurnian dan pengolahan, hingga pengangkutan dan penjualan.

Kemudian melalui UU No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pemerintah mengubah kedudukan Pertamina sehingga penyelenggaraan public service obligation (PSO) dilakukan melalui kegiatan usaha. UU ini berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.

PertaminaIlustrasi konsumsi BBM di Tol Trans Sumatera. (Foto: Tagar/Getty Images)

Menjadi PT Pertamina (Persero)

Berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 tanggal 18 Juni 2003, Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara berubah nama menjadi PT Pertamina (Persero) yang melakukan kegiatan usaha migas pada sektor hulu hingga sektor hilir.  Pertamina  didirikan pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Akta Notaris No.20 Tahun 2003. 

Pada 10 Desember 2005, Pertamina mengubah lambing kuda laut menjadi anak panah dengan warna dasar hijau, biru, dan merah yang merefleksikan unsur dinamis dan kepedulian lingkungan. Perusahaan melakukan transformasi fundamental dan usaha pada 20 Juli 2006 dengan mengubah visi menjadi perusahaan minyak nasional kelas dunia“

Pertamina melalui anak usaha PT Pertamina International EP mengakuisisi 72,65 persen saham perusahaan migas Prancis Maurel et Prom (M&P) pada tanggal 10 Desember 2007. Kemudian tahun 2011, perusahaan menyempurnakan visinya, yaitu menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia. 

Melalui RUPSLB tanggal 19 Juli 2012, Pertamina menambah modal ditempatkan/disetor serta memperluas kegiatan usaha. Pada 14 Desember 2015, Menteri BUMN  menyetujui perubahan Anggaran Dasar Pertamina, mengenai  optimalisasi pemanfaatan sumber daya, peningkatan modal ditempatkan dan diambil bagian oleh negara serta perbuatan-perbuatan direksi yang memerlukan persetujuan tertulis dewan komisaris. 

Pada 2017, salah satu langkah nyata mewujudkan visi menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia adalah keberhasilan menuntaskan akuisisi saham perusahaan migas Prancis Maurel et Prom (M&P). Terhitung mulai 1 Februari 2017 melalui anak usaha PT Pertamina International EP, Pertamina menjadi pemegang saham mayoritas M&P dengan 72,65 persen saham. 

Melalui kepemilikan saham mayoritas di M&P, Pertamina memiliki akses operasi di 12 negara yang tersebar di 4 benua. Pada masa mendatang, Pertamina menargetkan produksi 650 ribu BOEPD (Barrels of Oil Equivalents Per Day) di 2025 dari operasi internasional, sebagai bagian dari target produksi Pertamina 1,9 juta BOEPD di 2025. Ini merupakan  upaya nyata menuju ketahanan dan kemandirian energi Indonesia.

Pada 12 Juni 2020, pemegang saham (pemerintah melalui Kementerian BUMN) menetapkan struktur baru perusahaan. Kini, Pertamina menjadi  holding yang memiliki lima subholding, yaitu Upstream Subholding yang operasionalnya diserahkan kepada PT Pertamina Hulu Energi, Gas Subholding (PT Perusahaan Gas Negara), Refinery & Petrochemical Subholding (PT Kilang Pertamina Internasional), Power & NRE Subholding (PT Pertamina Power Indonesia) dan Commercial & Trading Subholding (PT Patra Niaga).

Selain itu juga terdapat Shipping Company yang operasionalnya diserahkan kepada PT Pertamina International Shipping. Hal ini merupakan langkah strategis yang akan membuat perusahaan semakin lincah, mudah beradaptasi dan fokus untuk pengembangan bisnis yang lebih luas dan agresif.

Kinerja Pertamina

Di tengah tantangan pandemi Covid-19,  Pertamina (Persero) optimis dan tetap konsisten menjaga operasional perusahaan serta ketahanan energi, sehingga dapat mencapai target kinerja yang positif di akhir tahun. VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan sepanjang semester 1 2020 Pertamina menghadapi triple shock yakni penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM di dalam negeri serta pergerakan nilai tukar dollar yang berdampak pada rupiah sehingga terjadi selisih kurs yang cukup signifikan.  

Fajriyah UsmanVP Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fajriyah Usman. (Foto: Tagar||pertamina.com|Fajriyah Usman).

“Pandemi Covid-19, dampaknya sangat signifikan bagi Pertamina. Dengan penurunan demand, depresiasi rupiah, dan juga crude price yang berfluktuasi yang sangat tajam membuat kinerja keuangan kita sangat terdampak,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Menurut Fajriyah, penurunan demand tersebut terlihat pada konsumsi BBM secara nasional yang sampai Juni 2020 hanya sekitar 117 ribu kilo liter (KL) per hari atau turun 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang tercatat 135 ribu KL per hari. Bahkan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota besar terjadi penurunan demand mencapai 50-60 persen.

“Namun, Pertamina optimis sampai akhir tahun akan ada pergerakan positif sehingga diproyeksikan laba juga akan positif, mengingat perlahan harga minyak dunia sudah mulai naik dan juga konsumsi BBM baik industri maupun retail juga semakin meningkat," ujar Fajriyah.

Fajriyah menambahkan, optimisme Pertamina untuk mencapai kinerja positif di akhir tahun. Hal ini didukung dari raihan laba operasi Juni 2020 sebesar US$ 443 juta dan EBITDA sebesar US$ 2,61 miliar yang menunjukkan kegiatan operasional tetap berjalan dengan baik.  

Untuk itu, menurutnya, Pertamina telah melakukan sejumlah inisiatif untuk perbaikan internal dengan tetap melakukan penghematan sampai 30 persen. Tak hanya itu, Pertamina juga melakukan skala prioritas rencana investasi, renegosiasi kontrak eksisting serta refinancing untuk mendapatkan biaya bunga yang lebih kompetitif.

“Pertamina juga terus meningkatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) sehingga menurunkan tekanan kurs dan bisa menekan biaya secara umum,” tutur Fajriyah.

Menurut Fajriyah, kendati perusahaan mengalami rugi bersih pada semester 1 2020 dibandingan dengan periode yang sama tahun lalu, Pertamina tetap memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat agar pergerakan ekonomi nasional tetap terjaga.
"Meski demand turun, seluruh proses bisnis Pertamina berjalan dengan normal. SPBU tetap beroperasi, pendistribusian BBM dan LPG juga tetap terjaga baik, kami memprioritaskan ketersediaan energi bagi rakyat," ucapnya.

Pertamina, tetap menjalankan proyek strategis nasional di sektor hulu seperti Jambaran Tiung Biru (JTB). Tetap melakukan pengeboran sumur migas yang sudah berjalan serta terus menuntaskan megaproyek RDMP dan GRR untuk membangun ketahanan dan kemandirian energi nasional.

“Secara total produksi minyak dan gas bumi Pertamina Group baik untuk aset domestik maupun internasional mencapai 884,1 MBOEPD (ribu barel setara minyak per hari). Bahkan beberapa anak perusahaan hulu Pertamina pun mencatat kinerja positif dengan capaian target produksi sesuai target," tutur Fajriyah.

Sejalan dengan adaptasi kebiasaan baru (AKB), konsumsi BBM dalam negeri telah meningkat, dari sebelumnya diprediksikan penurunan  20 persen, kini penurunannya menjadi hanya sekitar 12 persen.
“Peningkatan konsumsi BBM yang signifikan menunjukkan ekonomi nasional yang terus tumbuh di berbagai sektor, karena itu Pertamina optimis kinerja akhir 2020 tetap akan positif,” kata Fajriyah. []

Berita terkait
Proyek Digitalisasi Pertamina Gelap Gulita dan Tak Transparan
Proyek digitalisasi Pertamina jadi proyek siluman ular sanca atau ular piton, makan sekali kenyang dan tidur lama seperti kata Ahok.
Nicke Widyawati, Wanita Tasikmalaya yang Jadi Bos Pertamina
Nicke Widyawati, Dirut Pertamina masuk peringkat ke-16 dari daftar 50 wanita paling berpengaruh di dunia versi Fortune.
CORE Ungkap Alasan Harga Avtur Pertamina Termurah di Asia
Ekonom CORE, Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan harga bahan bakar Avtur yang ditawarkan Pertamina merupakan yang termurah di Asia.