Presiden Jokowi Pimpin Ratas Bahas Dampak Implementasi UU Antideforestasi Eropa

Pemerintah berharap pedoman pelaksanaan regulasi tersebut dapat mengadopsi apa yang sudah menjadi praktik terbaik selama ini
Tampak kerusakan hutan atau deforestasi akibat pembalakan liar yang terjadi di Hutan Lindung Sendiki Malang. (Foto: Tagar/Moh Badar Risqullah)

TAGAR.id, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin rapat terbatas (Ratas) yang membahas mengenai implementasi Undang-Undang Antideforestasi Eropa atau European Union Deforestation-Free Regulations (EUDR) di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 13 Juli 2023.

Dalam keterangan pers usai Ratas, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menekankan bahwa pemerintah menaruh perhatian pada aturan yang sudah diundangkan di Eropa tersebut.

Pemerintah berharap pedoman pelaksanaan regulasi tersebut dapat mengadopsi apa yang sudah menjadi praktik terbaik selama ini seperti Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk kayu atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk komoditas sawit.

“Kita ingin agar implementation guide line-nya itu mengadopsi apa yang sudah menjadi best practice, termasuk untuk kayu-SVLK, kemudian sawit-RSPO/ISPO, ataupun kemarin joint mission dengan Malaysia menjadi MSPO,” ujar Airlangga.

Airlangga mengatakan, kebijakan Uni Eropa tersebut akan berdampak pada tujuh komoditas Indonesia, antara lain, sapi, kakao, sawit, soya, kayu, hingga karet. Dalam kebijakannya, Uni Eropa meminta agar barang-barang atau komoditas yang masuk ke Eropa bebas dari deforestasi—tergantung kepada undang-undang di negara masing-masing—dan dilengkapi uji kelayakan.

Hutan Gunung KerinciPanorama tutupan hutan Gunung Kerinci (3805 mdpl) yang sebagian kawasannya telah beralih fungsi menjadi perkebunan terlihat dari Kayu Aro, Kerinci, Jambi, Sabtu, 1 Agustus 2020. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI mengatakan Indonesia terus mengupayakan percepatan pemulihan hutan dan lahan di tanah air agar deforestasi tidak melebihi laju rehabilitasi pada 2030. (Foto: Antara/Wahdi Septiawan)

Selain itu, negara-negara juga akan diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan risikonya, yaitu risiko tinggi, risiko standar, dan risiko rendah. Airlangga mengatakan, kebijakan tersebut diperkirakan akan berdampak kepada 15-17 juta pekebun dan produk Indonesia hingga senilai 7 juta dolar AS.

“Ini sangat mengganggu kepada small holder, 15-17 juta pekebun kita akan terdampak dengan ini dan juga masalah geolocation yang kita berkeberatan karena tidak perlu geolocation untuk setiap produk itu dicek karena kita punya berbasis standar RSPO ataupun SVLK,” imbuhnya.

Pada kesempatan terpisah, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyebut bahwa kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang diskriminatif karena menyasar produk-produk Indonesia harus terjamin bebas dari praktik deforestasi. Zulkifli Hasan mengatakan, pemerintah akan berupaya mengajak negara-negara lain yang turut terdampak kebijakan tersebut untuk melakukan perlawanan.

“Itu sangat diskriminatif. Oleh karena itu kita akan melakukan perlawanan nanti berunding melakukan perlawanan tentu mengajak negara-negara yang punya kesamaan seperti Malaysia,” kata Mendag. (FID/UN)/setkab.go.id. []

Berita terkait
Gus Halim Dukung Transformasi Perhutanan Sosial Jadi Hutan Desa
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar mendukung transformasi perhutanan sosial menjadi hutan desa. Simak ulannya berikut ini.