Polisi Dinilai Permalukan Tersangka Guru Digunduli

Tiga guru yang ditetapkan sebagai tersangka susur sungai SMPN 1 Turi digunduli, dinilai telah dipermalukan polisi.
Tiga tersangka tragedi kecelakaan susur sungai SMPN 1 Turi berinisial IYA (36), R (58), dan DDS (58) dihadirkan saat jumpa pers di Mapolres Sleman, Selasa (25/2/2020). (Foto: Antara/Luqman Hakim)

Jakarta - Tiga pembina Pramuka yang ditetapkan sebagai tersangka susur sungai SMPN 1 Turi terlihat digunduli dan berjalan tanpa menggunakan alas kaki ketika dihadirkan dalam jumpa pers. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai tiga guru tersebut telah dipermalukan.

Menurut Ubaid, aparat kepolisian sepatutnya menelusuri pedoman menghindari bencana dalam kegiatan susur sungai tersebut dibandingkan melakukan langkah yang tidak wajar terhadap tersangka.

"Dari situ kemudian dijadikan pelajaran bahwa setiap program di setiap sekolah harus melakukan mitigasi ini, dan ini. Jadi ini yang diperlukan dibandingkan mempermalukan seperti itu," kata Ubaid kepada Tagar, Kamis, 27 Februari 2020.

Hukum itu memanusiakan manusia. Bukan menentang-mentang dia terpidana lalu direndahkan serendah-rendahnya martabatnya.

Ubai sependapat bila hukuman harus memberikan efek jera. Hanya saja dia tak setuju jika hukum digunakan untuk melampiaskan dendam. "Hukum itu memanusiakan manusia. Bukan menentang-mentang dia terpidana lalu direndahkan serendah-rendahnya martabatnya. Harusnya bukan seperti itu," ujarnya

Hukum juga mesti mendidik dengan tujuan pelaku kejahatan menyadari perbuatannya. Pada tujuan inilah, kata Ubaid, lembaga pemasyarakatan (lapas) didirikan. "Lembaga pemasyarakatan itu bukan untuk menghina dan bukan untuk menyakiti dia, bukan, tapi untuk mendidik," tuturnya.

Harapannya, jebolan lapas tak lagi melakukan kejahatan. Dia menjadi semakin baik setelah melalui proses pendidikan di lapas. "Sehingga tidak terjadi adanya residivis," ujarnya.

Namun jika penegak hukum meneruskan kebiasaan menghinakan pelaku, Ubaid khawatir masyarakat justru tidak mengetahui duduk perkaranya. Masalah pun semakin runyam lantaran ketidakjelasan sebab masalah.

Implikasi kedua, masyarakat tak mendapatkan pelajaran dari tragedi memilukan itu. Padahal, setiap orang berharap peristiwa itu tak lagi terjadi. "Harusnya kita mengambil pelajaran kejadian semacam itu sehingga itu dapat menjadi pembelajaran sekolah atau program lain," katanya.

Ubaid memahami perasaan keluarga korban tersayat akibat tragedi ini. Hanya saja, masyarakat mesti menghormati hukum di negeri ini. "Bagaimana pun keluarga korban itu tidak terima tapi kita tahu bahwa ada hukum, kita menghormati negara, ini adalah negara hukum.

Dengan demikian, perlakuan polisi pada pembina Pramuka itu tidak tepat. Hukum, kata dia, bukan untuk menyiksa pelaku. "Hukum adalah sarana bahwa pelaku itu menjadi jera, teredukasi, dan insaf," ujarnya. []

Berita terkait
Siswa SMPN1 Turi Susur Sungai dengan Pakaian Sekolah
Bencana yang menimpa siswa-siswi SMPN 1 Turi, Sleman, Yogyakarta, pada outbound Pramuka terjadi karena susur sungai yang tidak standar
Kepsek SMPN 1 Turi Sleman: Susur Sungai Hal Biasa
Kepsek SMPN 1 Turi Sleman menyebut kegiatan susur sungai hal biasa dilakukan Pramuka anak didiknya. Sehingga pembina tidak melaporkan padanya.
Hindari Musibah Susur Sungai, Libatkan Pecinta Alam
Sepuluh siswa SMPN 1 Turi, Sleman, DIY, tewas dalam kegiatan susur sungai. Pembina Pramuka jangan ragu minta pendampingan pecinta alam.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.