Surabaya – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendukung dengan usulan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Asimetris.
Wakil Sekretaris DPW PKB Jawa Timur, Fauzan Fuadi menegaskan, sistem Pilkada langsung harus dievaluasi karena kepala daerah yang baik tidak semua hasil dari pemilihan lewat rakyat. Begitu juga sebaliknya, pemilihan tidak langsung juga belum tentu melahirkan kepala daerah yang baik.
"Dampak-dampak lain perubahan sistem pilkada harus ditangani dengan tepat. Kepala daerah yang baik tidak otomatis lahir dari produk pemilihan secara langsung, begitu juga sebaliknya,” ujarnya, dikonfirmasi Tagar melalui telepon, Kamis 21 November 2019.
Fauzan mengaku kedaulatan dalam berdemokrasi seperti pilkada memang ada di tangan rakyat. Hanya saja, terkadang masyarakat sulit memahami keadaan. Akibatnya, ada seorang petahana calon kepala daerah yang pernah tersangkut masalah korupsi terpilih kembali.
Kepala daerah yang baik tidak otomatis lahir dari produk pemilihan secara langsung.
Sistem pemilihan langsung, kata dia, memang tidak bisa dipungkiri bahwa belum pernah ada calon kepala daerah terpilih dengan modal pas-pasan. Mengingat dari sisi penyelenggaraan, pemilihan langsung menyedot anggaran negara atau daerah yang sangat besar.
“Itu berdasarkan sejauh catatan sejarah pelaksanaan pilkada selama ini,” ujarnya.
Pemerintah tidak perlu ragu-ragu dalam memutuskan kebijakan terkait Pilkada. Asalkan sudah memiliki pertimbangan yang matang dari kondisi di lapangan setiap kali ada momen pemilihan.
“Bila pemilihan secara langsung banyak memberikan mudarat (merugikan) daripada maslahat (manfaat), kenapa mesti ragu menggunakan sistem pemilihan baru yang lebih baik,” kata Fauzan.
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mengusulkan evaluasi pilkada langsung dengan sistem asimetris. Pilkada langsung dilihat dari indeks demokrasi di daerah yang hendak melakukan pemilu.
Tito mengatakan, kalau dalam evaluasi Pilkada itu ditemukan pemilihan langsung banyak negatifnya, sistem bisa diubah. Salah satunya sistem asimetris itu.
Sistem itu jika diterapkan maka ada dua sistem pemilihan kepala daerah yang akan dipakai. Sistem secara langsung akan digunakan untuk daerah dengan tingkat kedewasaan demokrasi tinggi. Artinya, daerah potensi praktik jual beli suara rendah, misalny di perkotaan.
Sementara, pemilihan tak langsung, menurut Tito bisa diterapkan di daerah yang tingkat kedewasaan demokrasi rendah. Artinya, daerah di mana kepala daerah terpilih karena memberikan uang atau barang kepada pemilih. Hal ini demi menghindari money politics, atau pilkada berbiaya besar. []
Baca juga:
- Tiga Formula Mengantisipasi Mahar Politik Pilkada
- Sistem Pilkada oleh DPRD Perlu Kajian Mendalam
- Forum Legislasi DPR Bahas Persoalan Pilkada Langsung