Jakarta - Kepala Eksekutif Wilayah Administratif Khusus Hong Kong (HKSAR), Carrie Lam membela keputusannya untuk menunda pemilihan dewan legislatif kota. Ia menegaskan bahwa keputusan itu atas dasar pertimbangan pandemi Covid-19.
"Kami menunda pelaksanaan pemilihan legislatif dengan pertimbangan untuk menekan penyebaran Covid-19, tidak ada kaitannya sama sekali dengan politik," ucap Lam seperti diberitakan dari portal China, news.ctgn.com, Minggu, 2 Agustus 2020.
Baca Juga: Pemilihan di Hong Kong Ditunda Gegara Covid-19
Jajak pendapat menunjukkan bahwa lebih dari setengah masyarakat Hong Kong mendukung penundaan pelaksanaan Pileg.
Menurutnya, pemerintah juga harus mempertimbangkan hak-hak pemilih yang berada di luar negeri. "Kami memperkirakan ada ratusan ribu orang yang terdampar di daratan atau di luar negeri. Jika kami melanjutkan pemilihan di bawah epidemi yang parah, dan orang-orang khawatir dengan risiko infeksi, lebih dari 7 juta orang di Hong Kong mungkin dirugikan, " ucap Lam sebuah wawancara dengan penyiar TVB.
Lam menambahkan, jajak pendapat menunjukkan bahwa lebih dari setengah masyarakat Hong Kong mendukung penundaan pelaksanaan Pileg. Ia percaya, dasar opini publik tentang keputusan itu solid.
Saat ditanya apakah ia tak khawatir akan terkena sanksi dari negara-negara Barat, Lam mengatakan mereka memakai penundaan pemilihan sebagai alasan untuk menyerang Hong Kong. "Kami punya rencana tanggapan bila mereka menyerang," ucap Lam, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Sebelumya pemilihan legislatif yang semula dijadwalkan pada 6 September 2020, ditunda selama satu tahun. Penundaan tersebut menurut Lam karena lonjakan kasus Covid-19.
Menurut Lam, keputusan penundaan pemilihan legislatif Pileg ini merupakan pilihan tersulit yang ia ambil dalam tujuh bulan terakhir. Namun ini pilihan terbaik untuk menjaga kesehatan masyarakat. Ia mengklaim keputusan ini mendapat dukungan dari pemerintah pusat, China.
Simak Pula: Waspada, Hong Kong Masuki Gelombang Besar Covid-19
Hong Kong mengalami kebangkitan wabah Covid-19 sejak awal Juli. Sebanyak 1.852 kasus tambahan dilaporkan antara 8 Juli dan 30 Juli, naik 140% dari jumlah total kasus yang tercatat selama enam bulan sebelumnya. []