Pialam Yogyakarta Hadapi Persoalan Lumpur Tinja

Pialam Yogyakarta menghadapi dua persoalan mendasar, yakni overload dan ketidakmampuan mengolah lumpur tinja. Butuh biaya besar untuk mengatasinya.
Rombongan Komisi C DPRD DIY saat kunjungan lapangan di Balai Pengelolaan Infrastruktur Air Limbah dan Air Minum (Pialam) DIY, di Sewon, Bantul, Yogyakarta, Rabu 15 Januari 2020. (Foto: Tagar/Agung Raharjo)

Yogyakarta - Balai Pengelolaan Infrastruktur Air Limbah dan Air Minum (Pialam) Yogyakarta mengalami beberapa persoalan; seperti kapasitas yang sudah overload dan pengelolaan lumpur tinja. Butuh Rp 30 miliar untuk mengatasi persoalan tersebut.

Kepala Balai Pialam Yogyakarta Rosdiana Puji Lestari mengatakan kapasitas limbah yang ditampung sejak akhir 2019 lalu sudah melebihi kapasitas. Sejak awal, kapasitasnya hanya dibangun untuk 25 ribu sambungan rumah. Tetapi saat ini sudah melebihi kapasitas tersebut.

Menurut dia masalah itu sudah mendapatkan respons dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Umum (PUPR) yang memberikan arahan agar alih teknologi peningkatan kapasitas. "Untuk anggarannya sekitar Rp 30 miliar untuk dicari dengan teknologi tepat agar kapasitas itu bisa naik sampai tiga kali lipat," katanya saat menemui kunjungan lapangan Komisi C DPRD DIY, Rabu 14 Januari 2020.

Adapun masalah terkait lumpur tinja dan limbah komunal di seluruh Yogyakarta yang masuk ke Pialam menghasilkan lumpur. Masalahnya, lumpur yang ada tidak termanfaatkan padahal dalam setiap tahun mencapai 800 meter kubik. "Persoalan pemanfaatan limbah ini yang belum menemukan jalan keluar," kata dia.

Dia mengatakan tidak adanya dukungan teknologi pengelolaan limbah menjadikan limbah mangkrak. Selama ini hanya dimanfaatkan untuk tambahan tanah urug, dan volumenya tidak begitu banyak.

Persoalan pemanfaatan limbah ini yang belum menemukan jalan keluar.

Berbagai upaya untuk memanfaatkan lumpur sebetulnya sudah dilakukan; seperti menggandeng kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta. Harapannya, penelitian yang dilakukan perguruan tinggi mampu mengeloh lumpur yang bermanfaat bagi masyarakat. "Misalnya diolah menjadi konblok, batako, atau pupuk," ucap Rosdiana.

Menurut dia hasil beberapa penelitian sejauh ini, untuk memastikan tak ada kandungan logam berat dalam lumpur limbah tinja. Sehingga dapat pemanfaatan sebagai pupuk khusus untuk tanaman keras. Sedangkan untuk tanaman buah harus ada tindakan radiasi dulu. "Harus ada tindakan radiasi ini untuk menghilangkan bakteri pathogen serta penyakit hormonal yang tak terdeteksi," katanya.

Wakil Ketua DPRD DIY Suharwanta menekankan tentang keamanan limbah. Artinya jika dipakai untuk pupu atau kebutuhan lain sudah aman.

Politikus PAN ini mengataka untuk volume yang sudah overload, perlu mendorong supaya kapasitas bisa ditingkatkan sesuai arahan Kementerian PUPR. "Volumenya pasti semakin tinggi, sehingga lebih baik dikembangkan dari pada membangun baru," katanya.

Wakil Ketua Komisi C, Gimmy Rusdin mengatakan masalah anggaran, tidak perlu dipikirkan, karena ini menyangkut pelayanan untuk masyarakat Yogyakarta pada umumnya. 

Menurutnya untuk melakukan kajian lumpur tidak akan sampai Rp 500 juta. "Legislatif siap mendukung. Ya, kalau kepepet kan ada Dana Keistimewaan," ungkapnya. []

Baca Juga:

Berita terkait
Pengecoran Jalan di Yogyakarta Tak Sesuai Standar
Proyek pengecoran jalan yang didanai APBD DIY 2019 senilai Rp 2 miliar masih belum memenuhi standar teknis. Salah satunya pengerjaan di Bantul.
Kapan Underpass Kentungan Yogyakarta Beroperasi?
Proyek underpass Kentungan Sleman, Yogyakarta senilai Rp 110 miliar sudah molor pekerjaannya. Kemacetan di Yogyakarta belum terurai.
Toleransi Berujung Celaka di Underpass Kentungan
Komisi C DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan sidak lokasi amblasnya jalan di underpass Kentungan, Sleman.