Jakarta - Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pihaknya berhasil membukukan laba di atas US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun pada 2020 meski ditengah pandemi corona covid-19.
"Walaupun terkena triple shocks karena Covid-19 di tahun 2020, Pertamina berhasil membukukan keuntungan di atas US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun, di saat perusahaan-perusahaan migas dunia mengalami kerugian besar," ungkapnya pada Kamis, 4 Februari 2021.
Pada awal pandemi Covid-19 atau pada Maret 2020, Pertamina mengalami triple shocks seperti penurunan harga minyak, penurunan permintaan minyak, dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Harga minyak, menyentuh titik terendahnya pada April sampai Mei 2020, bahkan harga minyak WTI sempat tercatat minus.
Walaupun terkena triple shocks karena Covid-19 di tahun 2020, Pertamina berhasil membukukan keuntungan di atas US$ 1 miliar.
Sedangkan dari sisi permintaan minyak, saat awal pandemi di kala Pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi aktivitas masyarakat, permintaan bahan bakar minyak secara nasional menurutnya turun hingga 25%. Bahkan, di sejumlah kota besar, permintaan BBM sempat anjlok lebih dari 50%.
Begitu pula dari sisi nilai tukar rupiah, saat awal pandemi bahkan sempat melemah dan berdampak cukup signifikan kepada bisnis sektor energi.
Kondisi tersebut, justru dimanfaatkan Pertamina untuk mengimpor lebih besar. Dengan mengimpor saat harga minyak lagi rendah, berdampak pada penurunan biaya pokok produksi perseroan, khususnya di semester kedua 2020 saat harga minyak mulai meningkat.
"April-Mei kita beli minyak dalam jumlah besar dan disimpan di landed storage dan kapal, sehingga berdampak ke penurunan biaya pokok produksi," ungkapnya.
- Baca juga : Penjelasan Kemenkeu Mengenai Pemotongan Insentif Nakes 2021
- Baca juga : Marves Dorong Pembangunan Politeknik Industri Logam Konawe
Selain itu, lanjutnya, perseroan juga terus melakukan penyesuaian dan efisiensi selama 2020, sehingga menekan biaya.
"Jadi, sektor energi harus melakukan efisiensi di 2020, untuk adjustment ke kondisi yang ada," ujarnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia.[]