Jakarta - Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim tak mempermasalahkan ajakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap Menteri Luar Negeri Jepang Motegi Toshimitsu untuk berinvestasi di Kabupan Natuna, Kepulauan Riau.
Hanya saja, kata dia pemerintah perlu membuat pembagian peta yang jelas terkait pemanfaatan sumber daya di sana, khususnya di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
"Peluang kolaboratif sangat dimungkinkan, sepanjang jelas pembagian peran dan peta jalan pemanfaatan sumber dayanya," kata Abdul di Jakarta, Minggu, 12 Januari 2019 seperti dilansir dari Antara.
Apalagi, menurutnya permasalahan utama di Laut Natuna Utara adalah pembagian penguasaan, mulai dari pemerintah hingga nelayan. Sehingga, kata Abdul ada baiknya digelar perencanaan strategis untuk pemanfaatan sumber daya ikan di Natuna.
"Dengan melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), instansi pemerintah terkait lainnya dan masyarakat perikanan," tuturnya.
Baca juga: Jokowi Ajak Jepang Garap Natuna
Jokowi mengundang pelaku dunia usaha Jepang untuk berinvestasi di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Hal itu disampaikan Presiden dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Jepang Motegi Toshimitsu di Istana Negara, Jumat, 10 Januari 2020.
"Saya ingin mengajak Jepang melakukan investasi di Natuna," ucapnya.
Indonesia dan Jepang sebelumnya telah menjalin kerja sama pembangunan sentra kelautan dan perikanan terpadu di Natuna untuk fase pertama. Ia berharap usulan pendanaan fase kedua dapat segera ditindak lanjuti.
Jepang menjadi salah satu negara pemberi pinjaman yang menduduki posisi pertama sebagai negara pemberi pinjaman terbesar kepada Indonesia yakni Rp 187,6 triliun.
Posisi berikutnya Prancis dengan jumlah pinjaman mencapai Rp 35 triliun, ketiga Jerman Rp 30,8 triliun, keempat China Rp 20,16 triliun, dan kelima Korea Selatan sebesar Rp 19,74 triliun.
Brrdasarkan data, hingga akhir Maret 2019 total utang Indonesia mencapai Rp 4.567,31 triliun, mengalami kenaikan Rp 430,92 triliun dibandingkan periode yang sama tahun 2018. []