Perceraian di Bantaeng Didominasi Gugatan Istri

Pengadilan Agama Bantaeng mencatat 80% gugatan cerai yang masuk berasal dari pihak istri. Penyebabnya pun beragam.
Humas Pengadilan Agama Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Muhammad Baedani memberi penjelasan seputar kasus perceraian di wilayahnya, Selasa, 28 Juli 2020. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Sidang perceraian di pengadilan agama Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, didominasi pihak istri yang menggugat cerai suami. Hal tersebut disampaikan oleh Humas Pengadilan Agama Kabupaten Bantaeng, Muhammad Baedani, Selasa, 28 Juli 2020.

"Pada umumnya, 80 persen yang menggugat adalah perempuan," kata dia. 

Baedani menyebut dari pasangan yang mengalami perceraian berasal dari pasangan muda maupun yang sudah usai lanjut. Namun dari pengamatan pihaknya, kasus perceraian paling banyak dialami pasangan muda, yakni mereka yang berada di rentang usia 20 tahun.

Pada umumnya, 80 persen yang menggugat adalah perempuan.

Perkara gugatan cerai, di antaranya dipicu urusan materi atau berkaitan dengan soal pemenuhan nafkah lahir. Namun beberapa lainnya juga ditengarai perihal pemenuhan nafkah batin.

"Kami di pengadilan selalu memberikan arahan, untuk mengupayakan rujuk sebelum sampai pada putusan perceraian," ujarnya. 

Baedani menuturkan sejauh ini vonis cerai masih menjadi jalan terakhir pihaknya. Pengadilan selalu berupaya memfasilitasi untuk mediasi kedua belah pihak. Apalagi jika ada dorongan dari pihak keluarga pasangan. Artinya perceraian tidak semata menjadi solusi atas persoalan rumah tangga. 

Menurutnya, perceraian semakin sulit untuk dihindari ketika dua kubu dari keluarga masing-masing turut memberi andil agar kedua pasangan berpisah.

"Hal lain yang sulit dihindari adalah banyaknya pihak memperkeruh suasana. Sebetulnya keluarga masing-masing tak perlu campur tangan negatif," katanya.

Baedani mengakui masalah rumah tangga pada umumnya tidak bisa lepas dari keluarga masing-masing. Hanya saja ia menyarankan agar komunikasi, musyawarah mencari pokok masalah dijadikan skala prioritas untuk mencari solusi.  

"Banyak kejadian, istri mau cerai suami mau bertahan, atau sebaliknya, namun setelah berusaha rujuk ternyata ada bisikan pihak keluarga akhirnya rumit lagi," katanya Baedani.

Baca juga: 

Secara pribadi, ia mengungkapkan saat ini nilai kesakralan pernikahan dan kehidupan rumah tangga mulai terkikis. Tidak lagi ada lagi perasaan malu yang menjadi tameng, sehingga dengan mudah kabar keretakan hubungan suami istri diketahui oleh orang lain.

"Dulu, ribut itu malu, sama anak saja malu. Sekarang, cekcok sedikit langsung update status dan itu semua orang lihat," ujarnya.

Baedani mengaku belum bisa memastikan dominasi penyebab dari kasus perceraian yang ada di Bantaeng. Namun dari data permohonan gugat cerai yang masuk ke pihaknya, banyak ditemukan persoalan ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga 

"Sejauh ini yang kebanyakan jadi alasan adalah materi dan ada juga kekerasan dalam rumah tangga," ucap dia. []

Berita terkait
6 Bulan, 579 Wanita di Kudus Alih Status Jadi Janda
Dalam tempo 6 bulan, di Kudus ada 579 wanita yang beralih status menjadi janda. Ragam penyebab perceraian, apa saja?
Janda 40 Tahun di Bone Sulsel Dilamar Rp 100 Juta
Janda 40 tahun di Desa Lea, Kecamatan Tellu Siattinge, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan dilamar seorang duda dengan mahar Rp 100 juta. Ini kisahnya
145 Istri di Lhokseumawe Gugat Cerai Suaminya
Mahkamah Syariah Kota Lhokseumawe mencatat ada 315 perkara cerai terdaftar. Penyebab meningkatnya angka perceraian adalah faktor ekonomi.