Garuda Indonesia PHK 181 Pilot, Saham GIAA Terpuruk

800 karyawan telah dirumahkan. Asosiasi Pilot Garuda menyebut 181 pilot di PHK, harga saham GIAA sudah turun hingga -49,39% dari awal tahun 2020.
Garuda Indonesia. (Foto: Instagram/@garuda.indonesia)

Berdasarkan informasi dari manajemen Garuda Indonesia atau GIAA, 800 karyawan dengan status tenaga kerja kontrak telah dirumahkan. Asosiasi Pilot Garuda menyebut 181 pilot di PHK, keuangan GIAA mengkhawatirkan, dan harga saham GIAA sudah turun hingga -49,39% dari awal tahun 2020.

Sektor industri penerbangan mengalami pukulan berat dari pandemi Covid-19 di seluruh penjuru dunia, termasuk PT Garuda Indonesia Tbk atau GIAA. Maskapai terbesar di Indonesia ini mengalami penurunan pendapatan yang tajam sehingga mengganggu kinerja dan saham GIAA.

Saham Garuda IndonesiaGrafik Harga Saham GIAA di 2020 (Yahoo Finance)

Proses merumahkan 800 karyawan PKWT atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ini akan berlangsung selama tiga bulan dan sudah dimulai dari 14 Mei 2020 yang lalu, namun akan tetap dikaji, dan dievaluasi secara berkala sejalan dengan kondisi keuangan GIAA. Sementara meneruskan catatan dari CNN Indonesia, per 1 Juni ada 181 pilot Garuda Indonesia yang di-PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja berdasarkan informasi dari Asosiasi Pilot Garuda (APG).

Menurut Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, kebijakan ini diambil dalam upaya untuk memastikan keberlangsungan perusahaan yang saat ini sedang berjuang untuk dapat bertahan di tengah kondisi operasional penerbangan yang masih belum kembali normal sebagai dampak dari Pandemi Covid-19. Selama dirumahkan tentu karyawan tidak memperoleh penghasilan, namun masih mendapatkan asuransi kesehatan, dan sebelumnya telah memperoleh THR atau Tunjangan Hari Raya.

Beberapa upaya strategis berkelanjutan yang sedang dilakukan oleh GIAA untuk dapat bertahan adalah renegosiasi sewa pesawat, restrukturisasi network, efisiensi biaya produksi, dan termasuk penyesuaian gaji jajaran komisaris, direksi, hingga staf secara proporsional serta tidak memberikan Tunjangan Hari Raya kepada direksi dan komisaris.

Manajemen garuda Indonesia masih meyakini bahwa garuda Indonesia akan dapat terus bertahan melewati masa yang sulit dan menantang ini, dengan harapan akan ada situasi yang lebih membaik dan lebih kondusif.

Kinerja GIAA Tahun 2020 

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh manajemen Garuda Indonesia kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), pendapatan perusahaan pada kuartal I-2020 mengalami penurunan sebesar 33% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Yaitu dari 1,09 miliar dolar AS turun menjadi 736 juta dolar AS. Hal ini terjadi terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan dari penumpang yang berkontribusi hingga 80% dari total pendapatan GIAA. Tahun 2019 yang lalu total penumpang domestik GIAA masih mencapai 31,9 juta, dengan jumlah pesawat 210 unit dan tingkat keterisian 74,28%.

Penurunan jumlah penumpang tentu diakibatkan oleh kondisi industri penerbangan yang terdampak dari pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah utamanya ibu kota sehingga masyarakat tidak dapat berpergian dengan menggunakan mode transportasi udara untuk mencegah penyebaran Covid-19. Demikian juga penurunan daya beli masyarakat sehingga memutuskan untuk mengurangi pengeluaran biaya untuk travelling.

GIAA juga mengurangi frekuensi penerbangan ke Cina mulai akhir Januari 2020 untuk meminimalisir penyebaran Covid-19 yang sebelumnya terpusat dan berasal dari Cina. Belum lagi hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan di masa high season karena libur sekolah dan hari raya Idul Fitri yang pada tahun sebelumnya memberikan kontribusi pendapatan cukup besar. Tahun ini terpaksa tidak dapat dimanfaatkan karena situasi Covid-19 dan pelaksanaan PSBB. Beberapa ahli berpendapat bahwa peluang berkurangnya situasi pandemi ini paling lambat pada akhir Juli 2020. Jika tidak, kemungkinan terburuk lainnya adalah turunnya pendapatan karena tidak adanya penerbangan Haji di tahun 2020.

Strategi Bertahan GIAA 

Dari aspek arus kas atau cashflow, GIAA perlu fokus untuk mengelola arus kas perusahaan karena GIAA mempunyai dua kategori biaya yang sangat berpengaruh pada pengeluaran kas. Yang pertama adalah biaya tetap meliputi biaya sewa pesawat, biaya pegawai, administrasi kantor pusat dan kantor cabang. Dan biaya kedua adalah biaya variabel penerbangan yang meliputi biaya bahan bakar, biaya kestasiunan, biaya catering, biaya navigasi, dan biaya tunjangan terbang bagi awak pesawat.

Manajemen GIAA atau Garuda Indonesia berusaha untuk melakukan beberapa strategi seperti negoisasi dengan Lessor untuk penundaan pembayaran sewa pesawat, memperpanjang masa sewa pesawat untuk mengurangi biaya sewa per bulan, dan mengusahakan financing dari perbankan untuk memperoleh pinjaman. 

Manajemen juga menegosiasikan kewajiban perusahaan yang akan jatuh tempo dengan pihak ketiga, dan melakukan program efisiensi biaya 15-20% dari total biaya operasional namun tetap memprioritaskan keselamatan dan keamanan penerbangan, pegawai dan layanan. GIAA juga mengajukan permohonan dukungan kepada pemerintah selaku pemegang saham perusahaan.

Dari sisi operasional, manajemen GIAA juga melakukan strategi untuk menurunkan biaya variabel penerbangan dengan cara mengoptimalkan frekuensi dan kapasitas penerbangan, mengoptimalkan layanan kargo, dan aktif mendukung upaya pemerintah khusus terkait penanganan Covid-19 melalui pengangkutan APD, obat obatan, dan alat kesehatan.

Garuda juga menutup rute-rute yang tidak menghasilkan keuntungan, mengoptimalkan layanan charter untuk evakuasi warga negara Indonesia dari luar negeri, menunda kedatangan empat pesawat Air Bus A33-900 di tahun ini, dan mengembangkan internasional hub internasional Amsterdam dan Jepang agar layanan Garuda Indonesia menjangkau seluruh dunia dengan mengoptimalkan layanan interline.

Hindari Dulu Saham GIAA 

Sebagai gambaran, banyak investor dan pemegang saham sektor penerbangan termasuk saham GIAA melepas dan menjual sahamnya karena ketidakpastian kapan industri ini akan kembali ke kondisi normalnya sebelum pandemi Covid-19. Termasuk juga investor legendaris dunia, CEO Berkshire Hathaway Inc, Warren E Buffett yang sudah menjual kepemilikan sahamnya pada empat perusahaan penerbangan besar di Amerika Serikat yaitu Delta, American, United dan Southwest Airlines. 

Buffett mengalami kerugian yang cukup besar di keempat saham ini, namun menurutnya ini adalah keputusan terbaik di tengah ketidakpastian yang berdampak negatif ke industri penerbangan. Jadi menurut kami, sebaiknya portofolio saham di masa saat ini lebih baik tidak diisi oleh saham dari sektor penerbangan, karena risiko untuk tidak berkembang dan rugi masih sangat besar. []

*Yossy Girsang, Pengamat Ekonomi dan Praktisi Pasar Modal
Tim Ekonomi Tagar

Berita terkait
Garuda Indonesia Ajukan Penangguhan Utang
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyiapkan usulan untuk perpanjangan waktu pelunasan global sukuk senilai US$ 500 juta.
Menhub Longgarkan PSBB, Garuda Kembali Terbang
Maskapai nasional PT Garuda Indonesia Tbk bakal kembali membuka sejumlah rute penerbangan domestik yang sempat ditutup akibat pandemi virus corona.
Imbas Covid-19, Garuda Indonesia Genjot Layanan Kargo
Pemberlakuan larangan terbang pesawat penumpang dari dan menuju kawasan yang menerapkan PSBB membuat manajemen T Garuda Indonesia Tbk putar siasat.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.