Jakarta - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet menilai berisiko jika pemerintah menalangi perusahaan pailit atau dilikuidasi, terlebih swasta untuk pembayaran pekerja atau buruh.
"Hal yang perlu kita mengerti bahwa pemerintah tidak bisa begitu saja menjadi penanggung jawab atas perilaku dari pelaku usaha swasta, apalagi konsenkuensi kenapa suatu perusahaan bangkrut," kata Yusuf saat dihubungi Tagar, Kamis, 8 Oktober 2020.
Setahu saya, belum ada skemanya, bantuan dari pemerintah ke swasta, apalagi swasta yang pailit.
Meski bersifat talangan, kata Yusuf, risiko untuk pemerinah akan semakin besar apabila menanggung perusahaan pailit atau dilikuidasi. "Karena tidak ada jaminan bahwa aset ini kemudan akan diterima oleh pasar juga," ucapnya.
Terkait risikonya, kata Yusuf, pertama masalah pertanggungjawaban, bagaimana menjelaskan pemerintah dalam membantu perusahaan tertentu. Bila perusahaan tersebut milik negara (BUMN) jelas ada justifikasi bahwa perusahaan tersebut perlu dibantu.
"Kalau swasta non-BUMN ini kemudian yang agak rumit. Setahu saya, belum ada skemanya, bantuan dari pemerintah ke swasta, apalagi swasta yang pailit," tutur Yusuf.
Meski hal tersebut bisa, menurutnya, tentu ada risiko dari turunnya nilai jual aset dari perusahaan yang pailit. Ini tentu merugikan pemerintah apabila dana talangan tak diganti oleh pihak swasta.
"Padahal ini kembali lagi pada poin satu di atas ini uang negara yang harus ada pertanggung jawabannya," kata Yusuf.
Namun, kata dia, yakin hak pekerja atau buruh sudah terjamin apabila perusahaan betul-betul bertanggungjawab atas pekerjanya. "Saya kira hak buruh atau pekerja sudah terjamin apabila perusahaan tersebut mendaftarkan dan disiplin membayar jaminan sosial tenaga kerja," ujar Yusuf. []
- Baca Juga: KT Corporation Tuntut Pailit Global Mediacom
- Gegara Perkara Rp 5 Miliar Telkomsel Pernah Pailit