Penduduk Asli Amerika Serikat Didorong untuk Ikut Pilpres AS 2024

Para aktivis pun mulai gencar mendorong para penduduk asli untuk menggunakan hak pilih mereka
Masyarakat adat Amerika menari dan melakukan ritual saat menghadiri pertemuan budaya di pekan raya Comanche Nation di Lawton, Oklahoma, 30 September 2023. (Foto: voaindonesia.com/CHANDAN KHANNA/AFP)

TAGAR.id - Partisipasi penduduk asli Amerika Serikat (AS) akan turut menentukan nasib pemilihan presiden (Pilpres) AS pada November 2024 mendatang. Para aktivis pun mulai gencar mendorong para penduduk asli untuk menggunakan hak pilih mereka.

Oklahoma menjadi negara bagian AS dengan jumlah pemilih dari suku asli Amerika terbanyak kedua setelah Alaska. Berdasarkan hasil sensus pemerintah AS, jumlah mereka mencapai 12 persen dari total populasi Oklahoma.

Demi mendorong penduduk asli Amerika untuk pergi ke tempat pemungutan suara, sebuah asosiasi bernama "Rock the Native Vote" menggelar stan di Comanche Nation Fair, acara tahunan khusus penduduk asli Amerika.

Roxanna FosterRoxanna Foster, Direktur Rock the Native Vote di sebuah taman di Oklahoma City, Oklahoma, 30 September 2023. (Foto: voaindonesia.com/CHANDAN KHANNA/AFP)

Rendahnya jumlah penduduk asli Amerika yang menggunakan hak pilih pada pemilu-pemilu AS sebelumnya membuat asosiasi itu tergerak untuk lebih merangkul masyarakat, kata pimpinan Rock the Native Vote, Roxanna Foster.

“Sempat ada antrean pagi ini,” ujar Codie Horse-Topetchy (20), koordinator yang mengelola stan "Rock the Native Vote" selama acara Comanche Nation Fair berlangsung. Ia telah mendaftarkan 50 pengunjung agar bisa menggunakan hak pilihnya pada pemilu mendatang. Menurut mahasiswi jurusan ilmu politik itu, biasanya hanya ada dua atau tiga orang yang mendaftar di stan mereka pada acara-acara berskala kecil sebelumnya.

Codie menekankan pentingnya penduduk asli Amerika untuk mendaftar di pemilu mendatang karena sudah bertahun-tahun tidak ada yang mewakili suara mereka di pemerintahan. “Nenek moyang saya dulu tidak memiliki hak pilih, padahal kami adalah penduduk pertama yang tinggal di negeri ini," ujarnya.

Codie Horse-TopetchyCodie Horse-Topetchy, mahasiswa universitas Oklahoma dan koordinator Rock the Native Vote, mengatur kiosnya di pekan raya Comanche Nation di Lawton, Oklahoma, 30 September 2023. (Foto: voaindonesia.com/CHANDAN KHANNA/AFP)

Di tengah upayanya itu, Codie menghadapi hambatan saat membujuk penduduk asli Amerika yang lebih tua. “Mereka berkata, ‘Oh, mengapa saya harus ikut pemilu? Tidak ada gunanya’. (Tapi) kebanyakan anak muda yang saya temui justru antusias. Saya rasa ini adalah masalah generasi. Orang-orang yang lebih tua pernah merasa dirugikan oleh (kebijakan) pemerintah, contohnya kasus pendirian sekolah asrama khusus untuk anak suku asli Amerika, atau kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya terhadap penduduk asli,” papar Codie.

Berbeda halnya dengan Robert Bearden, 26 tahun. Meski masih muda, ia memutuskan untuk tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilu AS tahun depan. Ia tidak tertarik untuk mendengar isu apa pun yang tidak berdampak secara langsung pada dirinya. Terkadang ada beberapa isu tertentu yang mungkin menarik perhatiannya, misalnya ketika ia melihat video-video yang diunggah di platform daring TikTok.

Perempuan memakai kostum adatPerempuan memakai kostum adat, duduk di kereta emas saat pertemuan budaya di tempat pekan raya Comanche Nation di Lawton, Oklahoma, 30 September 2023. (Foto: voaindonesia.com/CHANDAN KHANNA/AFP)

“Tapi, hal itu tidak akan mengubah pikiran saya mengenai pemilu. Saya rasa saya tetap tidak akan berpartisipasi,” ujar pria keturunan Navajo yang berprofesi sebagai pemadam kebakaran itu.

Selain skeptisisme, penduduk asli juga mengeluhkan soal jarak dari tempat tinggal mereka ke lokasi pemungutan suara, kata Gabriel Sanchez, pakar tata kelola pemerintahan dari Brookings Institution di Washington. Menurutnya, penduduk asli Amerika yang berada di daerah reservasi dan pedesaan hanya memperoleh satu kotak suara yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal mereka.

Megan Holt (30) adalah penduduk dari suku Choctaw di Mississippi, yang kini tinggal di Lawton, pusat pemerintahan suku Comanche. Ia mengatakan bahwa dirinya harus antre selama tiga jam untuk bisa memberikan suara pada pemilu 2020. Karena menunggu terlalu lama, ia menyaksikan begitu banyak calon pemilih mengatakan “Sudahlah!,” lalu pergi begitu saja.

Isu lainnya adalah soal persyaratan yang mengharuskan setiap pemilih terdaftar memiliki alamat tempat tinggal. “Kebanyakan dari kami memiliki P.O. box, bukan alamat rumah. Ini membuat sebagian besar dari kami tidak dapat memilih,” kata Holt.

Meskipun Rock The Native Vote mengamati adanya peningkatan jumlah penduduk asli Amerika yang kini mendaftar menjadi pemilih sejak pemilu tahun 2020 lalu, jumlah pemilih secara keseluruhan masih tergolong rendah. Padahal, perubahan jumlah pemilih akan sangat berpengaruh pada hasil pemilu November 2024 mendatang.

Pin yang dipajang di konterPin yang dipajang di konter selama pertemuan budaya di tempat pekan raya Comanche Nation di Lawton, Oklahoma, 30 September 2023. (Foto: voaindonesia.com/CHANDAN KHANNA/AFP)

Sebagai contoh, menurut hasil jajak pendapat lembaga Latino Decisions, kemenangan mengejutkan Joe Biden di negara bagian Arizona pada tahun 2020 salah satunya dipengaruhi oleh hasil suara para pemilih dari penduduk asli Amerika.

Penduduk asli Amerika baru diakui secara sah sebagai warga negara Amerika Serikat pada tahun 1924, dan baru memperoleh hak pilih di semua negara bagian pada akhir tahun 1950-an. (br/ab)/AFP/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Trump Tekan Kejagung Amerika Untuk Ubah Hasil Pilpres
Trump lancarkan sebuah kampanye intensif terhadap Kejaksaan Agung AS dan mendesak badan itu untuk mengubah kekalahannya