Surabaya - Kenaikan upah minimal kabupaten/kota (UMK) sebesar 8 persen pada tahun 2020, menyebabkan sejumlah perusahaan di ring 1 Jawa Timur berencana merelokasi usaha ke daerah lain. Relokasi usaha karena pengusaha merasa berat menerapkan UMK yang naik sebesar 8 persen.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur Himawan Estu Subagjo mengatakan, fasilitas ini berupa pencarian lahan dan pengurusan izin. Hingga saat ini tercatat enam perusahaan yang relokasi dari ring satu. Perusahaan ini di bidang industri alas kaki, peralatan golf dan topi.
Kenaikan UMK yang membuat perusahaan relokasi.
Meski angkat kaki, Disnakertrans Jatim mendorong agar perusahaan tidak keluar dari Jatim. Beberapa daerah bisa menjadi pijakan pindah seperti Madiun, Ngawi, Jombang, Nganjuk.
"Kenaikan UMK yang membuat perusahaan relokasi," kata Himawan, dikonfirmasi, Rabu 15 Januari 2020.
Himawan mengaku tidak mengetahui jumlah yang pasti perusahaan yang pindah ke luar provinsi, maupun ke luar negeri. Pengusaha kemungkinan tidak melapor ke Disnakertrans karena relokasi bukan wewenangnya. Disnakertrans hanya mengawal tenaga kerja, jika ada perusahaan yang pindah.
"Kami belum tahu semuanya. Kalau mereka yang sudah komunikasi dengan kami, ya kami kawal," ujarnya.
Selain faktor tingginya UMK, pengusaha juga mempertimbangkan akses tol yang mempermudah distribusi produk perusahaan. Bagi perusahaan yang pindah, diharapkan membuat asrama buat pekerja.
Dengan begitu, pekerja bisa menghemat pengeluaran. Sementara bagi pekerja yang tidak bersedia pindah, Disnakertrans Jatim menfasilitasi mencarikan pekerjaan di sekitar wilayah tinggalnya.
"Kami coba alihkan ke pekerjaan yang sudah ada outsourching di wilayah itu. Tapi kebanyakan mau pindah, karena mereka kebanyakan tahu kualitas dan jaminannya dari industri yang relokasi itu," tegasnya.
Disnakertrans siap menempatkan pekerja di tempat baru. Untuk itu, Disnaker akan memperkuat Balai Latihan Kerja (BLK) dengan merevitalisasi. Mulai dari materi pengajaran hingga peralatan praktek dibutuhkan.
"Tantangan tenaga kerja adalah mengimprovisasi keterampilan tenaga kerja di wilayah di luar ring satu. Maka revitalisasi BLK di wilayah itu sangat penting," tegasnya.
Sementara Anggota DPRD Jatim Ahmad Iwan Zunaih menyoroti keberadaan BLK di karena tak bermanfaat buat masyarakat. Padahal setiap daerah didirikan BLK karena implementasi suatu program selalu mendirikan tempat latihan tersebut.
"Kalau membuat BLK nantinya outputnya ke depan harus bisa menjawab tantangan masa depan,”jelas.
BLK itu tidak bermanfaat buat warga karena tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat dalam menjalankan roda perekonomiannya. Seperti halnya BLK di daerah pesisir, masyarakat diberi pelatihan mengelas. Padahal masyarakat pesisir membutuhkan pelatihan pengelolaan hasil panen.
"Seharusnya masyarakat pesisir diberi pelatihan manajemen yang bagus dalam pengelolaan hasil panen. Jangan asal-asalan membuat BLK,” pungkasnya. []