Jakarta - Pengamat Timur Tengah dan Terorisme M Syauqillah mengatakan pemerintah mesti memiliki kebijakan hukum yang jelas mengenai warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS. Agar, kata dia WNI eks ISIS bisa melanjutkan hidup meski keputusannya dipulangkan atau sebaliknya ditolak untuk bisa pulang ke Tanah Air.
"Misalnya kalau menolak skenario hukumnya apa, kalau kembali skenario hukum apa. Itu harus jelas dulu," kata M Syauqillah di Jakarta, Selasa, 11 Februari 2020 seperti dilansir dari Antara.
Baca juga: Khawatir Jadi Virus, Pemerintah Tak Akan Pulangkan WNI Eks ISIS
Salah satu kebijakan hukum bagi WNI eks ISIS, menurutnya adalah keputusan apakah mereka masih menjadi WNI atau tidak memiliki kewarganegaraan. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, kata Syauqillah, hanya menjelaskan WNI kehilangan kewarganegaraannya jika masuk dalam dinas tentara asing.
"Dan hari ini WNI masuk ke ISIS, nah apakah kita menafsirkan ISIS itu dinas tentara asing. Padahal dalam hukum militer, ISIS adalah unlawfull combatan atau kelompok teroris," ucapnya.
Jika melihat udang-undang, menurut dia sudah jelas bahwa Indonesia tidak memungkinkan menghapus kewarganegaraan. Karena dalam aturan tersebut tidak menganut sistem stateless.
"Jadi jika Indonesia mau membuat warganegaranya stateless maka pasal 30 harus ada tata syarat WNI dalam konteks penghapusan dan pembatalan WNI, bisa dalam peraturan pemerintah atau merevisi undang-undang," ujarnya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan pemerintah sudah memutuskan untuk tidak memulangkan WNI yang terlibat jaringan terorisme di luar negeri, termasuk jaringan ISIS di Istana Kepresidenan, Bogor, 11 Februari 2020.
Mahfud menjelaskan keputusan tersebut diambil karena pemerintah ingin memberi rasa aman kepada 267 juta rakyat Indonesia di Tanah Air dari ancaman tindak terorisme. []