Jakarta - Pembatasan internet di Papua bukan kehendak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjelaskan pembatasan data internet di Papua tidak dilakukan atas dasar keinginan Kominfo sendiri melainkan atas koordinasi dengan aparat penegak hukum TNI dan Polri, dan pihak intelijen.
"Jadi pada saat melakukan pembatasan, melakukan throttling atau pelambatan itu bukan atas kehendak Kominfo sendiri. Kami menjadi alat bantu kepada teman-teman penegak hukum dan intelijen," ujar Rudiantara saat rapat dengan Komisi I DPR di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis, 5 September 2019.
Jadi pada saat melakukan pembatasan, melakukan throttling atau pelambatan itu bukan atas kehendak Kominfo sendiri
Rudiantara menuturkan ketika media menanyakan kapan akses internet di Papua dipulihkan, maka Kementerian Kominfo harus berkoordinasi dengan sektor kementerian atau lembaga lain, termasuk TNI dan Polri, dan BIN.
"Jadi inilah yang sebenarnya, jika kita bicara wilayah-wilayah yang dilakukan pembatasan," ujar Rudiantara.
Rudiantara pun menjelaskan kronologi pembatasan akses internet di Papua. Awalnya pada tanggal 18-20 Agustus pihaknya hanya melakukan throttling atau pelambatan akses internet atas alasan konten dan alasan teknis.
Kemudian pada tanggal 19-20 Agustus, saat masih diberlakukan pelambatan, ternyata jumlah kanal internet yang dipakai untuk menyebarkan hoaks dalam waktu dua hari itu sebanyak 129 ribu URL, mayoritas melalui Twitter.
Akhirnya mulai tanggal 21 Agustus Kominfo tidak lagi melakukan pelambatan melainkan pembatasan, di mana telepon selular hanya dapat digunakan untuk menelepon dan mengirim pesan singkat SMS.
Namun saat ini, kata Rudiantara, mulai dilakukan juga pembukaan akses internet secara terbatas. Pembatasan yang tadinya untuk level provinsi kini hanya untuk level kabupaten dan kota. []