Peluang Indonesia di Perang Dagang AS-China

Indonesia mempunyai peluang dalam menghadapi era perang dagang AS-China. Industri tekstil nasional diharapakan bisa memanfaatkan momentum itu.
Ilustrasi: Cara memakai lensa kontak (Foto: pressherald.com)

Yogyakarta -  Indonesia punya peluang dan tantangan dalam menghadapi era perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) ingin memanfaatkan momentum itu.

Perwakilan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Lilik Setiawan, mengatakan sektor industri tekstil Indonesia punya peluang memanfaatkan perang dagang atau trade war AS - China yang bergulir dalam setahun belakangan ini.

"API dihadapkan pada pilihan dan tantangan mengembangkan perannya dalam sektor industri tekstil dan produk tekstil," kata Lilik dalam forum “Cotton USA dalam Kain dan Pakaian Batik" yang digelar Yayasan Cotton Council International (CCI) dan API di Yogyakarta (21/8/2019).

Forum dihadiri pengelola pabrik-pabrik tekstil di Indonesia yang memproduksi kain dari kapas dan produsen garmen batik Indonesia dengan bahan kapas dari AS serta desainer batik Indonesia.

Menurut Lilik, trade war mendorong Amerika membatasi pembelian terlalu banyak dari China. Di sisi lain, China juga mengambil kebijakan tidak terlalu banyak membeli barang dari Amerika. "Amerika dikenal sebagai eksportir tekstil katun terbesar dan terbaik dunia. Pemerintah China mengalihkan pembelian bahan-bahan katun dari negara produsen lain, seperti Australia, Pakistan dan Banglades," ujar Lilik.

Dia berharap dalam kondisi ini, ada akses pasokan yang dimiliki Cotton Council International ke industri kapas di Amerika. "Itu bisa diraih Indonesia, namun dengan cara elegan,” kata Lilik. Lilik menyebutkan cara elegan itu misalnya tidak sekedar membeli tapi win-win environment. Katun AS dibeli pengusaha Indonesia, namun ada komitmen dari AS.

"Pada saat yang sama setelah diproduksi dan diolah di Indonesia dalam bentuk garmen, Indonesia bisa mendapatkan link-link dari retailer terkemuka," katanya. Lilik mengatakan, solusi impor kapas dari AS yang dibarengi dengan ekspor garmen lebih menguntungkan. Di situ ada selisih margin yang diperoleh Indonesia. "Ini yang diharapkan mengatasi defisit neraca berjalan kita," ungkapnya.  

Di tempat yang sama, Perwakilan Yayasan CCI di Indonesia, Dr Anh Dung (Andy) Do, mengatakan industri batik memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Perannya memberi kontribusi pada devisa negara.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada tahun 2018 industri batik  memberikan kontribusi 52,44 juta dolar AS terhadap devisa negara melalui ekspor. "Selain itu,  membuka lapangan pekerjaan. Jumlah tenaga kerja yang terserap lebih dari 15 ribu," kata Andy.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat, mengatakan dalam industri sangat penting bagi pabrik tekstil, produsen garmen dan pengusaha pakaian menggunakan bahan berkualitas. "Penghasil kapas bahan tekstil yang paling terkenal kualitasnya dari AS," ujar Ade.

Kapas asal AS memakai label Cotton USA. Sejak tahun 1989 sudah digunakan oleh lebih dari 3,8 miliar produk. Hasil penelitian mengenai label di AS, Tiongkok, India, Kanada, Inggris, dan UE menunjukkan bahwa Cotton USA itu lebih diminati daripada label 100% katun. []

Berita terkait
Pabrik Tekstil Terbesar di Pekalongan Terbakar
Pabrik tekstil terbesar di Pekalongan terbakar. Tiupan angin membuat kobaran api cepat membesar dan melalap seisi pabrik.
Foto: Ketika Jokowi dan Iriana Membatik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Ibu Negara Iriana Jokowi mengawali goresan untuk membuat batik sepanjang 74 meter.
Perusahaan Garmen Menjerit Soal Upah Tinggi
PT Fotexco Busana Internasional mengaku upah karyawan terlalu tinggi hingga membuat industri garmen terancam tutup.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.