Peladang Tradisional Dayak Bukan Penyebab Karhutla

Puluhan orang dari 42 ormas di Kalteng menggelar aksi solidaritas bagi peladang tradisonal Dayak. Mereka menegaskan bukan penyebab karhutla.
Peserta aksi saat menggelar aksi keprihatinan bagi peladang tradisional di Kalteng yang kerap dianggap sebagai penyebab karhutla, Selasa, 10 Desember 2019. (Foto: Tagar/Tiva Rianthy)

Palangka Raya - Puluhan orang dari 42 organisasi masyarakat dari sejumlah kabupaten/kota di Kalimantan Tengah (Kalteng), melakukan aksi damai solidaritas bagi peladang di Bumi Tambun Bungai. Aksi ini dilakukan dalam rangka memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-dunia, Selasa 10 Desember 2019.

Aksi ini sebagai bentuk keprihatinan terdadap peladang tradional yang kerap dianggap sebagai kambing hitan penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Mereka menilai 2019 ini sebagai tahun yang kelam bagi peladang tradisional. 

Mereka yang menerapkan praktek kearifan lokal di Kalteng justru banyak dijerat hukum atas dakawaan penyebab Karhutla. Tercatat sampai awal Desember 2019, sebanyak 35 peladang dijerat hukum atas dakwaan tersebut.

Sementara data Polda Kalteng, dari 161 kasus perorangan terkait Karhutla, 121 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara dari 20 kasus korporasi, baru dua perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka yakni PT Palmindo Gemilang Kencana dan PT Gawi Bahandep Sawit Mekar.

Koordinator aksi Rinaldi Sasmita mengatakan ada kesenjangan penegakan hukum oleh negara terhadap individu perorangan peladang dan masyarakat adat dibandingkan terhadap korporasi. "Kami juga menilai bahwa pemerintah dan negara seakan tutup mata atas sumber utama penyebab karhutla yang sebenarnya," ujarnya, Selasa, 10 Desember 2019.

Berbagai data yang ada menunjukkan mayoritas titik-titik panas (hotspot) di Kalteng berada pada areal yang telah dibebani atau dikuasai izin-izin konsesi bagi korporasi. Tapi fakanya para peladang yang selalu dijadikan kambing hitam oleh negara sebagai penyebab utama karhutla serta kabut asap.

Kami juga menilai bahwa pemerintah dan negara seakan tutup mata atas sumber utama penyebab karhutla yang sebenarnya.

Koordinator umum aksi Ferdi Kunianto menegaskan, kesenjangan proses hukum dalam kasus karhutla oleh aparat kepolisian terlalu semena-mena. Peladang yang ditangkap karena membakar ladang diekspos secara berlebihan kepada media. Seolah-olah peladang adalah penjahat atau kriminal.

Perlakuan demikian sangat bertolak belakang terhadap korporasi. Aparat kepolisian kurang atau malah tidak transparan menyampaikan informasi kepada publik, termasuk nama-nama perusahaan pembakar hutan dan lahan.

Menurut dia perlakuan yang berlebihan dalam mengekspos para peladang sebagai pelaku karhutla merupakan tindakan yang melanggar HAM. Hal tersebut membentuk stigma dan paradigma di publik seolah-olah peladang dan praktek-praktek perladangan tradisional adalah penyebab utama karhutla.

Bagi peladang praktek-praktek perladangan tradisional dengan menerapkan kearifan lokal yang salah satunya dengan tata cara pembakaran ladang adalah upaya untuk mempertahankan hidup, tradisi dan budaya Dayak. 

"Kami juga menegaskan bahwa berladang merupakan bentuk kedaulatan kami terhadap pangan, konsumsi, ekonomi, sosial, budaya serta kedaulatan atas tanah dan ruang hidup kami," ungkapnya.

Aksi dimulai dengan melakukan orasi di depan Mapolda Kalteng, kemudian long march menuju Bundaran Besar Palangka Raya. Di sepanjang perjalanan peserta aksi melakukan aksi teatrikal. Di tengah terik matahari, mereka tak surut semangat membela peladang yang sering menjadi kambing hitam dalam kasus karhutla.

Berikut beberapa tuntutan yang disampaikan dalam aksi itu;

Pertama, menuntut kepada pemerintah dan aparat hukum segera membebaskan semua peladang yang sedang menjalani proses hukum dan yang sudah ditahan tanpa syarat. Kedua, meminta agar tidak lagi upaya kriminalisasi terhadap peladang tradisional mulai saat ini hingga akan datang.

Ketiga, setiap orang bahwa pembakaran ladang bukan pembakaran hutan dan lahan. Setiap orang dalam praktek berladang adalah upaya mempertahankan hidup, tradisi dan budaya Dayak. 

Keempat, pelarangan berladang dengan menerapkan praktek-praktek kearifan lokal adalah salah satu bentuk penghancuran budaya dan tradisi. Praktek perladangan tradisional oleh masyarakat di Kalteng merupakan bentuk kedaulatan mereka terhadap pangan, konsumsi, ekonomi, sosial, budaya serta kedaulatan atas tanah dan ruang hidup.

Kelima, pemerintah harus menindak tegas dan transparan sesuai hukum setiap korporasi yang melakukan pembakaran hutan dan lahan pada areal konsesi izinnya serta segera mencabut izin-izin korporasi yang terbukti melanggar aturan (perizinan, pelanggaran pada praktek produksi, dan sebagainya).

Keenam, pemerintah harus segera mencabut dan/atau merevisi setiap regulasi terkait pelarangan berladang dengan kearifan local serta berbagai regulasi yang tidak kontekstual dengan masyarakat adat (Inpres No. 11 Tahun 2015, Surat Edaran Kapolri No. SE/15/XI/2016, dll).

Ketujuh, segera membentuk dan sahkan Perda perladangan berbasis kearifan lokal masyarakat adat Dayak Kalteng, Perda pengakuan dan perlindungan masyarakat adat Dayak Kalteng serta RUU masyarakat adat. [] 

Tiva Rianthy

Baca Juga:

Lihat Foto:

Berita terkait
Status Siaga Karhutla di Sumsel Diperpanjang Lagi
Status siaga Karhutla di Sumsel kembali diperpanjang setelah hotspot terpantau bertambah banyak. Selain itu, prediksi BMKG soal cuaca juga meleset.
Banyak Emas Bermunculan di Bekas Karhutla di Palembang
Belakangan tersiar khabar di daerah kebakaran hutan daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan ditemukan harta karun.
Pelajar Kulon Progo Galang Dana untuk Korban Karhutla
Puluhan pelajar dari Sekolah Menengah Atas di Kulon Progo menggelar aksi penggalangan dana untuk korban Karhutla di Indonesia.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.