PDIP Sebut Anggaran Bocor Paling Parah Zaman Mertua Prabowo

Prabowo kerap menyebut anggaran bocor. PDIP menyangkal, balik mengatakan terparah zaman mertua Prabowo.
Prabowo Subianto. (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)

Jakarta, (Tagar 9/4/2019) - Pernyataan calon presiden nomor urut dua (02) Prabowo Subianto mengenai anggaran bocor sampai Rp 1.000 triliun ditepis oleh politikus PDI Perjuangan (PDIP) Eva Kusuma Sundari.

Menurutnya, Prabowo telah salah mengartikan pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah arti Prabowo soal bukan kebocoran APBN, tetapi potensi memperoleh pendapatan nasional dari Rp 2.000 triliun menjadi Rp 4.000 triliun.

"Saya melihatnya Pak Prabowo terlalu semangat untuk mendelegitimasi sehingga salah merujuk data maupun referensi soal kebocoran," ungkapnya kepada Tagar News, Selasa (9/4).

"KPK kemudian meluruskan bukan kebocoran, tetapi potensi untuk memperoleh pendapatan nasional dari pengelolaan sumber daya alam, yang hingga saat ini belum teradministrasi dengan bagus," bebernya lagi.

Menurutnya, sebenarnya bukan APBN yang bocor. Tapi memang sistem administrasi pemerintahan yang saat ini belum berjalan secara sempurna. Misalnya, banyak tambang yang ilegal, kemudian juga banyak penyelundupan.

Maka dari itu, calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo sudah membuat perencanaan merubah sistem administrasi. Tujuannya untuk mencegah celah korupsi sekecil mungkin.

"Bukan dari APBN, APBN memang masih ada yang dikorupsi tapi jumlahnya tidak seperti itu. Karena kita belum full maunya Pak Jokowi yaitu e-budgeting, e-spending, e-planning dan seterusnya," terangnya.

"Kalau itu sudah terlembaga secara full, maka kebocoran itu tidak akan terjadi. Jadi, bukan karena kita lalai, tapi memang sistem menyebabkan kecurangan itu masih bisa menerobos dari sistem yang lemah ini," sambung Juru Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf tersebut.

Jadi, soal kebocoran anggaran di pemerintahan Jokowi yang kerap ia beberkan pada masyarakat, menurut Eva, karena Prabowo terlalu bersemangat mendelegitimasi. Padahal soal 'kebocoran' parah bukan ada di masa kini, tapi di masa Presiden Kedua Indonesia Soeharto.

"Jadi kalau soal bocor yang paling parah ya zamannya mertua beliau, karena belum ada APBN satu pintu. APBN-nya itu banyak pintu sehingga tidak terdeteksi oleh pengawasan kepres kepres banyak banget itu," tegas Anggota Komisi XI DPR RI tersebut.

Terbukti ketika era Soeharto dulu, para pengusaha menurutnya diminta untuk menyumbang melalui Jimbaran Club, bukan melalui proses APBN. "Itu kan tidak melaui proses APBN, kalau tidak kemudian Pak Harto kok kemudian diputuskan pengadilan menilep uang negara banyak banget," jelas dia.

Sehingga, untuk mencegah kebocoran yang terjadi  sistem tersebut diperbaiki yakni APBN satu pintu. "Makanya menangkan Pak Jokowi karena Pak Jokowi tahu apa dan bagaimana yang harus dilakukan untuk membangun sistem yang imun terhadap kecurangan," pungkasnya.

Baca juga: 

Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.