Jakarta - Pengamat politik, Karyono Wibowo, mengatakan dukungan masyarakat yang lemah untuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Sumatera Barat (Sumbar) disebabkan karena faktor sejarah. Hal ini, menurut Karyono, terjadi sejak lama.
Karyono menyebut kekalahan PDIP di Sumatera Barat (Sumbar) juga disebabkan oleh rekam jejak Sukarno di masa lalu. "Jika ditarik lebih jauh, disebabkan juga oleh faktor sejarah hubungan Soekarno dengan sejumlah tokoh Sumbar, terutama dengan tokoh yang saat itu terlibat dalam PRRI/PERMESATA. Sosok Sukarno dipandang sebagai pihak yang mengerahkan militer untuk menumpas Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat yang membuat sosok Sukarno kurang diterima di Bumi Minangkabau," kata Karyono kepada Tagar, Minggu, 6 September 2020.
Meski begitu, Karyono menambahkan, sejak reformasi telah terjadi pergeseran kekuatan politik yang menunjukkan masyarakat Sumbar semakin cair. Hal itu, kata dia, dibuktikan dengan peta perolehan suara partai dalam sejumlah pemilu dimenangi partai berhaluan nasionalis yaitu Golkar (2004), Demokrat (2009), Golkar (2014), dan Gerindra (2019).
"Hanya pada Pemilu 1999 yang dimenangi oleh partai yang cukup dekat dengan pemilih Islam, yakni Partai Amanat Nasional. Dalam sejarah pemilu di Sumbar memang tergolong fenomenal, yakni partai yang dekat dengan sosok Sukarno baik PNI, PDI dan PDIP tidak pernah menang," ucap Karyono.
Karyono menuturkan fenomena politik tersebut, semestinya mendorong PDIP melakukan evaluasi secara holistik dengan melakukan penelitian yang tersistematis untuk menggali dan mengetahui perilaku masyarakat (pemilih) di Sumbar.
"Dengan melakukan riset secara komprehensif maka dapat dipotret pelbagai fenomena yang ada di dalam masyarakat Sumbar. Riset tersebut dapat menggali pelbagai informasi dan persepsi masyarakat lokal tentang partai politik, seberapa suka masyarakat Sumbar terhadap PDIP dan partai lain," ujar Karyono. []